RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) pajak pertambahan nilai (PPN) yang harus dipungut sendiri berdasarkan pada metode pengujian arus piutang.
Berdasarkan pada metode pengujian arus piutang, otoritas pajak menemukan adanya selisih antara penerimaan kas/rekening koran dan saldo piutang. Menurut otoritas pajak, wajib pajak tidak berhasil dalam menjelaskan alasan timbulnya selisih tersebut, sehingga melakukan koreksi DPP PPN.
Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan pernyataan otoritas pajak. Wajib pajak menyatakan selisih yang ditemukan oleh Pemohon PK berasal dari mutasi kredit rekening koran dan mutasi debit kas. Terkait hal ini, wajib pajak juga telah menyerahkan bukti pendukung.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi PPN yang ditetapkan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan. Sebab, koreksi PPN berasal dari selisih penerimaan kas atau rekening koran dengan saldo piutang.
Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, keterangan terkait timbulnya selisih tersebut sudah dijelaskan secara terperinci oleh wajib pajak. Keterangan ini juga diperkuat dengan dokumen laporan kas harian, rekapitulasi rekening bank, bukti setoran bank, dan rekap utang-piutang wajib pajak dengan pemegang saham.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Berikutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 40970/PP/M.I/16/2012 tanggal 24 Oktober 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis kepada Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 13 Februari 2013.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif DPP PPN yang harus dipungut sendiri senilai Rp1.343.940.905 masa pajak Desember 2008 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan pemeriksaan dengan menggunakan metode pengujian arus piutang.
Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, Pemohon PK menemukan terdapat selisih antara penerimaan kas atau rekening koran dan saldo piutang. Selisih tersebut menunjukkan terdapat penyerahan barang kena pajak (BKP) yang belum dilaporkan, sehingga Pemohon PK menetapkan koreksi positif DPP PPN yang harus dipungut sendiri.
Di sisi lain, Termohon PK hanya mampu menunjukkan sebagian transaksi yang menyebabkan adanya selisih tersebut. Adapun transaksi yang dimaksud ialah transaksi nonperedaran usaha atas transaksi setoran tunai ke rekening seorang pemegang saham. Dalam hal ini, setoran tunai ke rekening seorang pemegang saham berkaitan dengan pembayaran utang oleh Termohon PK.
Berdasarkan pada transaksi tersebut, Pemohon PK mengakui terdapat beberapa kemiripan antara jumlah penerimaan kas milik Termohon PK dan rekening koran milik seorang pemegang saham. Namun, kesamaan ini tidak dapat membuktikan penerimaan dana pada kas ataupun rekening koran Termohon PK berasal dari pembayaran utang pemegang saham tersebut.
Sebab, pernyataan tersebut tidak didukung dengan bukti perjanjian tertulis yang mengatur transaksi utang-piutang antara Termohon PK dan seorang pemegang saham. Data yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan PPh badan Termohon PK pada 2008 juga tidak mencantumkan adanya pinjaman dari seorang pemegang saham.
Sebaliknya, Termohon PK tidak sepakat dengan koreksi yang ditetapkan oleh Pemohon PK. Termohon PK berpendapat selisih yang ditemukan oleh Pemohon PK berasal dari mutasi kredit rekening koran dan mutasi debit kas. Mutasi tersebut merupakan transaksi setoran tunai dari tarikan bank, transaksi antarbank, pinjaman pihak ketiga, dan transaksi lain selain pelunasan piutang dari tagihan.
Dalam mendukung pernyataan tersebut, Termohon PK juga telah menyampaikan bukti pendukung berupa laporan kas harian, bukti setoran tunai, rekapitulasi rekening bank rekapitulasi utang-piutang dengan seorang pemegang saham, perincian saldo piutang akhir 2007, dan status piutang setiap pendiri per Desember 2007. Dengan demikian, Termohon PK telah melaporkan besaran DPP PPN dengan benar.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, ketetapan Pemohon PK terkait dengan koreksi DPP PPN yang harus dipungut sendiri tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, bukti berupa faktur pajak, rekap mutasi bahan, dan surat jalan mutasi barang ke proyek nonfasilitas sudah dapat membuktikan pajak masukan terkait dengan pembelian bahan dapat dikreditkan. Oleh sebab itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.