RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Transaksi Contract Manufacturing yang Tidak Wajar

Vallencia | Rabu, 06 Juli 2022 | 18:21 WIB
Sengketa atas Transaksi Contract Manufacturing yang Tidak Wajar

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa koreksi transaksi pembayaran intercompany leasing cost yang dilakukan oleh wajib pajak dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa.

Sebagai informasi, wajib pajak menjalankan kegiatan usaha dalam bentuk contract manufacturing/service company. Dalam mengoperasikan usahanya, wajib pajak diketahui melakukan transaksi penjualan kepada PT Y. Selain itu, wajib pajak juga membayar intercompany leasing cost yang merupakan biaya sewa peralatan kepada X Co.

Wajib pajak terikat perjanjian kerja sama dengan PT Y. Adapun PT Y memiliki induk yang juga berkedudukan di Amerika Serikat (Y Co). Selanjutnya, X Co dan Y Co memiliki kesepakatan bisnis yang tertuang dalam kontrak induk global (worldwide master contract). Dengan adanya kontrak tersebut, kerja sama antara wajib pajak dan PT Y juga terikat dengan kontrak tersebut.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Otoritas pajak menilai transaksi penjualan yang dilakukan wajib pajak dengan PT Y tidaklah wajar. Sebab, transaksi penjualan wajib pajak dan PT Y harus sesuai dengan arahan dari induk perusahaannya.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan dalil otoritas pajak. Wajib pajak menyatakan penjualan kepada PT Y sudah wajar karena berdasarkan pada nilai kontrak yang ditetapkan melalui proses tender.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Baca Juga:
Menurun, Tingkat Kemenangan DJBC di Pengadilan Pajak 56,77% pada 2023

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi yang dilakukan otoritas pajak atas transaksi pembayaran intercompany leasing cost tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 35456/PP/M.XV/15/2011 tanggal 7 Desember 2011, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis kepada Sekretariat Pengadilan Pajak pada 7 Mei 2012.

Baca Juga:
Mulai 12 April! Pengajuan Izin Kuasa Hukum Pajak Harus via IKH Online

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif atas intercompany leasing cost senilai US$1.931.934,77 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi atas transaksi dalam akun intercompany leasing cost senilai US$1.931.934,77. Dalam menjalankan usahanya, Termohon PK membayar intercompany leasing cost yang merupakan biaya sewa peralatan kepada X Co.

Selain itu, Termohon PK juga terikat perjanjian kerja sama dengan pelanggannya, yaitu PT Y. Adapun Termohon PK dan PT Y memiliki induk perusahaan, masing-masing bernama X Co dan Y Co. Kedua induk perusahaan tersebut berkedudukan di Amerika Serikat.

Baca Juga:
Ini Aturan Baru Permohonan IKH di Pengadilan Pajak Mulai 12 April 2024

Selanjutnya, X Co dan Y Co telah menyepakati dan terikat kontrak induk global (worldwide master contract). Dengan adanya kontrak induk global, kerja sama antara Termohon PK dan PT Y sebagai anak perusahaan juga terikat dengan kontrak tersebut.

Sebagai konsekuensinya, dalam proses kerja sama antara Termohon PK dengan PT Y, segala kebijakan yang berkaitan dengan transaksi penjualan produk dan/atau jasa diatur oleh induk perusahaan. Oleh sebab itu, Termohon PK dinilai melakukan kegiatan usaha dalam bentuk contract manufacturing/service company sehingga tidak dapat melakukan penjualan secara bebas.

Berdasarkan pada hal tersebut, transaksi dalam negeri antara Termohon PK dengan PT Y merupakan transaksi yang dikendalikan oleh persyaratan dan kondisi dari induk perusahaan. Menurut Pemohon PK, skema transaksi yang dilakukan oleh Termohon PK dengan PT Y tersebut tidak mencerminkan kewajaran transaksi.

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Penyediaan Jaringan Listrik dan Air

Lebih lanjut, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Direktur jenderal pajak berwenang dalam menentukan kembali besarnya penghasilan dan biaya untuk menghitung penghasilan kena pajak. Berlandaskan fakta dan aturan di atas, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Menurut Termohon PK, transaksi penjualan yang dilakukan dengan PT Y di dalam negeri sudah wajar karena sesuai dengan nilai kontrak yang ditetapkan melalui proses tender.

Selain itu, transaksi yang tercatat dalam akun intercompany leasing cost kepada X Co merupakan beban operasional sehubungan dengan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Dengan demikian, Termohon PK berpendapat koreksi mengenai intercompany leasing cost tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Percepat Penyelesaian Sengketa Pajak, Data Analytics Dikembangkan

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi mengenai intercompany leasing cost senilai US$1.931.934,77 tidak dapat dibenarkan. Sebab, dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, penggunaan matching cost against revenue tidak berhasil dalam membuktikan perkara. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Jumat, 22 Maret 2024 | 11:30 WIB DITJEN BEA DAN CUKAI

Menurun, Tingkat Kemenangan DJBC di Pengadilan Pajak 56,77% pada 2023

Rabu, 20 Maret 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Mulai 12 April! Pengajuan Izin Kuasa Hukum Pajak Harus via IKH Online

Selasa, 19 Maret 2024 | 16:25 WIB IZIN KUASA HUKUM

Ini Aturan Baru Permohonan IKH di Pengadilan Pajak Mulai 12 April 2024

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Jumat, 29 Maret 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Batas Waktu Mepet, Kenapa Sih Kita Perlu Lapor Pajak via SPT Tahunan?

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya