BERITA PAJAK HARI INI

SBN Khusus untuk Wajib Pajak Peserta PPS, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Redaksi DDTCNews
Senin, 20 Desember 2021 | 08.29 WIB
SBN Khusus untuk Wajib Pajak Peserta PPS, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menyiapkan surat berharga negara (SBN) khusus sebagai salah satu instrumen investasi untuk menampung harta peserta program pengungkapan sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (20/12/2021).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan investasi ke SBN khusus menguntungkan karena wajib pajak akan memperoleh tarif pajak penghasilan (PPh) final yang lebih rendah saat mengungkapkan harta lewat PPS. Imbal hasil yang diberikan juga dinilai menarik.

“Ada jangka waktu lamanya Anda harus pegang surat berharga itu, rate of return-nya berapa. Jadi, Anda juga bukannya masuk SBN kemudian tidak mendapat apa-apa," katanya.

Dalam skema kebijakan pertama PPS bagi peserta tax amnesty, tarif PPh final untuk repatriasi harta luar negeri dan deklarasi harta dalam negeri yang diinvestasikan ke SBN/sektor pengolahan sumber daya alam/ sektor energi terbarukan adalah 6%.

Dalam skema kebijakan kedua PPS bagi wajib pajak orang pribadi, tarif PPh untuk repatriasi harta luar negeri dan deklarasi harta dalam negeri yang diinvestasikan ke SBN/sektor pengolahan sumber daya alam/ sektor energi terbarukan adalah 12%.

Investasi dilakukan paling lambat 30 September 30 September 2023 dengan holding period 5 tahun sejak diinvetasikan. Simak ‘Perincian Ketentuan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak UU HPP’.

Selain mengenai instrumen investasi dalam PPS, ada pula bahasan terkait dengan kinerja penerimaan pajak dan pemberian insentif pajak. Kemudian, ada pula bahasan tentang bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) yang nantinya hanya akan dikenakan atas penyerahan kendaraan bermotor baru.

Berikut ulasan berita selengkapnya. 

Pembelian SBN Lewat Privat Placement

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam paparan saat sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menyatakan peserta PPS dapat melakukan pembelian SBN seri khusus di pasar perdana dengan transaksi private placement. Pembelian SBN tersebut dilakukan melalui dealer utama secara periodik.

SBN tersebut ditawarkan dengan harga pasar. Penawaran akan diberikan dengan range yield. Single yield akan ditetapkan pada saat transaksi. Penerbitan SBN seri khusus untuk peserta PPS terdiri atas Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Dengan kupon tetap (fixed rate), tenor untuk SBN khusus tersebut terbagi dalam jangka menengah selama 6 sampai dengan 10 tahun serta jangka panjang kurang dari 10 sampai dengan 20 tahun. SBN khusus diterbitkan dalam denominasi rupiah dan dolar AS.

Namun demikian, SBN berdenominasi dolar AS hanya dapat berlaku atas pengungkapan harta dalam bentuk valuta asing (valas), bukan konversi dari aset rupiah. SBN khusus peserta PPS tersebut juga bersifat tradable atau dapat diperdagangkan. Simak pula ‘Harta yang Diungkap di PPS Bisa Diinvestasikan Lewat IPO’. (DDTCNews)

Pemberian Insentif Pajak

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah terus mengevaluasi pemberian insentif yang selama ini berjalan. Menurutnya, evaluasi tersebut diperlukan untuk menentukan jenis insentif pajak serta sektor usaha penerima insentif pajak pada tahun depan.

"Nanti untuk tahun depan kan mulainya setiap tanggal 1 Januari. Semoga bulan Desember bisa kami munculkan [kepastian pemberian insentif," katanya. Simak pula Fokus Kerek Penerimaan, Konsolidasi Fiskal di Tengah Pemulihan Ekonomi. (DDTCNews)

Penerimaan Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Neilmaldrin Noor menyatakan kinerja realisasi penerimaan pajak tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dia mengungkapkan setoran pajak saat memasuki Desember 2021 mencapai 90% dari target senilai Rp1.229,59.

"Realisasi ini sudah sangat baik karena artinya kurang dari 10% mampu mencapai target dan sudah melebihi penerimaan tahun lalu yang di 89%," katanya. Simak pula Fokus Berharap Ratusan Triliun Rupiah dari Implementasi UU HPP. (DDTCNews)

Proyeksi World Bank Soal UU HPP

World Bank mengestimasi adanya UU HPP dapat meningkatkan penerimaan pajak Indonesia secara bertahap hingga 2025. Implementasi UU HPP diproyeksi akan memberikan tambahan penerimaan pajak sebesar 0,7% hingga 1,2% dari PDB setiap tahunnya terhitung sejak 2022 hingga 2025.

"UU HPP yang baru saja disahkan adalah langkah strategis untuk menyelesaikan masalah rendahnya pemungutan pajak," tulis World Bank dalam laporannya yang berjudul Indonesia Economic Prospects: Green Horizon, Toward a High Growth and Low Carbon Economy. (DDTCNews/Kontan)

Pengenaan BBNKB

BBNKB tidak dikenakan atas penyerahaan kendaraan bekas. Ketentuan ini tercantum pada Pasal 12 ayat (1) UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) yang menyebutkan objek BBNKB adalah penyerahan pertama atas kendaraan bermotor.

“Kendaraan bermotor … adalah kendaraan bermotor yang wajib didaftarkan di wilayah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 12 ayat (2) UU HKPD.

Tarif maksimal BBNKB pada UU HKPD adalah sebesar 12%, bukan 20% sebagaimana yang diatur pada UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Meski tarif maksimal turun, kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk mengenakan opsen BBNKB dengan tarif 66%.

Opsen BBNKB dikenakan bersamaan dengan BBNKB oleh kabupaten/kota sebagai pengganti bagi hasil BBNKB yang selama ini berjalan antara provinsi dan kabupaten/kota. Ketentuan mengenai BBNKB beserta opsen BBNKB baru mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak UU HKPD diundangkan. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.