TERBITNYA Rencana Aksi 13 Base Erosion and Profit Shifting(BEPS) pada 2015 terkait dengan dokumentasi transfer pricing yang selanjutnya diadopsi dalam OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administration pada 2017 telah berdampak pada berkembangnya ketentuan dan peraturan mengenai dokumentasi tranfer pricing di berbagai negara.
Ketentuan itu terutama terkait dengan kewajiban dalam penyelenggaraan dan penyampaian dokumentasi transfer pricing (TP Doc)—yang terdiri atas dokumen induk, dokumen lokal dan laporan per negara—maupun identifikasi material transaksi afiliasi, dan sanksi yang diberikan apabila terjadi pelanggaran.
Saat ini, beberapa negara telah mengatur secara spesifik sanksi atas kepatuhan TP Doc. Namun, terdapat pula beberapa negara lain yang tidak mengaturnya secara spesifik, melainkan hanya merumuskan sanksi secara umum sebagaimana yang tercantum pada undang-undang pajak yang berlaku di negaranya.
Pendekatan yang paling sesuai untuk diterapkannya sanksi di setiap negara bergantung kepada berbagai faktor, termasuk di antaranya sistem pajak secara keseluruhan, tingkat kepatuhan pajak, dan pembagian beban pembuktian pada suatu negara.
Tipe dan jenis sanksi yang berlaku di setiap negara umumnya bervariasi. Meskipun terdapat beberapa negara yang menerapkan adanya sanksi pidana, sebagian besar hanya mengenakan sanksi administrasi. Berikut ini adalah daftar penerapan sanksi yang berlaku di beberapa negara sehubungan dengan pelanggaran atas kepatuhan dalam penyediaan dokumentasi transfer pricing.
Tabel 1 Sanksi di Beberapa Negara atas Pelanggaran pada Dokumentasi Transfer Pricing
Negara | Jenis Pelanggaran | Sanksi yang Berlaku |
Indonesia |
|
|
|
| |
|
| |
Singapura (See, 2018) |
|
|
|
| |
India (Cooper, Fox, dan Loeprick, 2016) |
|
|
|
| |
|
| |
Ukraina (Didenko, 2017) |
|
|
|
| |
Polandia (Edge dan Robertson, 2017) |
|
|
*) TPD: TP Doc. Sumber: diolah oleh penulis dari berbagai sumber
Lebih lanjut, selain sanksi itu terdapat konsekuensi lain yang harus ditanggung oleh wajib pajak atas ketidakpatuhan tersebut, yaitu meningkatnya peluang dilakukannya koreksi transfer pricing oleh otoritas pajak. Koreksi ini didasarkan pada wewenang otoritas pajak dalam melakukan penentuan serta perhitungan kembali bagi wajib pajak yang mempunyai transaksi dengan pihak afiliasi.
Adanya penerapan sanksi dan konsekuensi terkait dengan penyelenggaraan dokumen transfer pricing itu diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan bagi wajib pajak dalam hal penyediaan maupun penyampaian kewajiban dokumentasi transfer pricing.
Di sisi lain, tingkat kepatuhan wajib pajak juga dapat ditingkatkan dengan membangun suatu kesadaran dalam wajib pajak itu sendiri, yaitu melalui komunikasi yang efektif dan sosialisasi persyaratan untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan transfer pricing sebagai bagian dari Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan (SPT PPh Badan).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari penerapan suatu sanksi guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak kepada ketentuan pajak yang berlaku di suatu negara bergantung kepada kerja sama antara kedua belah pihak, yaitu otoritas pajak dan kesadaran dari wajib pajak.
Pada akhirnya, tingginya tingkat kepatuhan wajib pajak pada suatu negara merupakan salah satu faktor terciptanya optimalisasi penerimaan pajak yang tentunya akan sangat berguna bagi pembangunan negeri.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.