Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. (foto: Kemendag)
JAKARTA, DDTCNews – Komisi VI DPR telah menyetujui RUU tentang Pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement between the Republic of Indonesia and the EFTA States (IE-CEPA) untuk dibahas dan disahkan menjadi undang-undang pada sidang paripurna.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan persetujuan RUU Pengesahan IE-CEPA sangat penting untuk mempercepat pemulihan perdagangan internasional Indonesia. Pada akhirnya, dia meyakini RUU tersebut akan turut mendorong pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19.
"Pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis untuk menghadapi tantangan global yang saat ini penuh dengan ketidakpastian serta mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Salah satunya melalui Persetujuan IE-CEPA ini," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (24/3/2021).
Lutfi mengatakan negara-negara European Free Trade Association (EFTA) termasuk mitra perdagangan yang ideal. Hal ini dikarenakan negara-negara tersebut merupakan pasar berdaya beli tinggi serta memiliki nilai penanaman modal asing yang besar dan belum dimanfaatkan dengan maksimal.
Oleh karena itu, IE-CEPA dapat dijadikan pintu masuk bagi perdagangan barang, jasa, dan penanaman modal di Benua Eropa,sekaligus tujuan ekspor potensial dengan produk-produk yang saling melengkapi.
Menurut Lutfi, salah satu makna simbolis dari persetujuan IE-CEPA yakni dapat meningkatkan profil produk minyak kelapa sawit Indonesia secara global. Ke depan, Kemendag akan memastikan standar keberlanjutan untuk kelapa sawit Indonesia dapat diterima Swiss dalam kerangka kerja sama yang ada dalam IE-CEPA.
Selain itu, Lutfi menyebut terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam implementasi IE-CEPA. Misalnya, prinsip mutual respect dan common benefit, peningkatan peranan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), peningkatan akses pasar barang/jasa, penanaman modal dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia, serta transfer teknologi. Nantinya, pemerintah juga terus memantau dan mengevaluasi implementasi IE-CEPA tersebut.
"Fungsi lembaga negara seperti DPR RI dan pemerintah adalah menjadi fasilitator para pelaku usaha yang menjadi mesin penggerak perekonomian nasional untuk menjalankan persetujuan ini ketika sudah disahkan dan berlaku," ujarnya.
Pemerintah telah memulai inisiasi perundingan IE-CEPA sejak 2005 bersama negara-negara EFTA (Swiss, Liechtenstein, Norwegia, dan Islandia) melalui pembentukan studi kelayakan bersama (joint study group) yang dilanjutkan dengan perundingan sejak 2011.
Perundingan sempat terhenti sementara pada 2014 dan kembali berjalan pada 2016. Penandatanganan persetujuan IE-CEPA dilakukan pada 16 Desember 2018 di Indonesia oleh Menteri Perdagangan Indonesia dan para menteri yang mewakili negara-negara EFTA.
Persetujuan komprehensif ini terdiri atas 12 bab, 17 lampiran, dan 17 dokumen tambahan dari lampiran yang mencakup isu perdagangan barang dan jasa, investasi, perlindungan hak kekayaan intelektual, pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta kerja sama dan pengembangan kapasitas.
Persetujuan IE-CEPA merupakan perjanjian dagang pertama Indonesia dengan negara-negara di Benua Eropa. (kaw)