Ilustrasi.Â
JAKARTA, DDTCNews - Dorongan agar Kementerian Keuangan memperpanjang periode pemanfaatan pajak penghasilan (PPh) final 0,5% bagi pelaku UMKM disampaikan oleh Menteri UMKM Maman Abdurrahman. Dia bahkan mengaku akan mengirimkan surat untuk Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait dengan hal ini. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional sepanjang pekan ini.Â
Maman menyampaikan pemberian insentif pajak menjadi salah satu bentuk dukungan pemerintah kepada UMKM. Menurutnya, para UMKM masih membutuhkan PPh final sebesar 0,5% untuk mengembangkan usaha.
"Sekarang kami sedang melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan dan usulan resmi akan kami masukkan untuk [PPh final UMKM] diperpanjang," katanya.
Sebenarnya, Maman menuturkan, pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas kepada UMKM. PP 55/2022 misalnya, mengatur wajib pajak orang pribadi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta dalam setahun tidak akan terkena pajak.
Melalui fasilitas itu, UMKM yang omzetnya belum melebihi angka tersebut tidak perlu membayar PPh final dengan tarif 0,5%. PPh final ini diberikan kepada UMKM dengan omzetnya masih di bawah Rp4,8 miliar per tahun, selama periode waktu tertentu.
Hanya saja, ada jangka waktu penggunaan PPh final ini. Periode pemanfaatan skema PPh final selama 7 tahun pajak diberlakukan untuk wajib pajak orang pribadi. Kemudian, jangka waktu 3 tahun pajak berlaku bagi wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas (PT).
Sementara itu, jangka waktu selama 4 tahun pajak bagi wajib pajak berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 orang.
Jika wajib pajak orang pribadi terdaftar setelah berlakunya PP 23/2018 pada 2018, PPh final UMKM dapat dimanfaatkan maksimal hingga tahun pajak 2024. Pada tahun pajak 2025 dan seterusnya, wajib pajak orang pribadi mulai menghitung dan membayar pajak penghasilan sesuai dengan tarif umum.
"Prinsipnya, pemerintah berdasarkan arahan dari Pak Presiden akan hadir untuk meringankan semua pengusaha-pengusaha UMKM," ujar Maman.
Merespons desakan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebenarnya sempat menyampaikan pernyataan bahwa pemerintah akan mengevaluasi pemberian insentif berupa PPh final bagi UMKM.
Kala itu, anggota Komite IV DPD Evi Zainal Abidin meminta pemerintah memperpanjang jangka waktu pemanfaatan skema PPh final UMKM, utamanya bagi wajib pajak orang pribadi yang telah memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak tahun pajak 2018.Â
Selain bahasan mengenai pemanfaatan PPh final UMKM, ada pula ulasan mengenai wacana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%, gagasan pemerintah untuk mendukung pengembangan profesi konsultan pajak, serta catatan OECD mengenai kondisi perekonomian Indonesia terkini.Â
Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty menyebut belum banyak pelaku UMKM yang memahami berbagai insentif pajak yang telah disediakan pemerintah. Menurutnya, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih besar untuk UMKM, termasuk memperkuat sosialisasi mengenai fasilitas pajak yang diberikan.
Evita mengatakan banyak UMKM di daerah pemilihannya ternyata belum mengetahui fasilitas omzet sampai dengan Rp500 juta tidak kena pajak untuk wajib pajak orang pribadi UMKM. Padahal, fasilitas pajak tersebut bertujuan mendukung pengembangan UMKM.
"Insentif pajak ini sudah ada, di revenue Rp500 juta sudah enggak dikenakan pajak. Ini yang harus kita gerakkan terus [karena] banyak yang enggak tahu di daerah," katanya. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) mengeklaim kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan tidak diputuskan secara mendadak. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan kenaikan tarif PPN dilaksanakan berdasarkan kajian yang mendalam dan telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Ini kebijakan yang sudah didahului dengan kajian ilmiah, sudah dibahas secara komprehensif, dan penetapannya sudah lama, yakni pada saat disahkannya UU HPP 3 tahun yang lalu," ujar Dwi.Â
Kendati begitu, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyampaikan sinyal bahwa pemerintah akan menunda kebijakan kenaikan PPN ini. (DDTCNews)
Komisi XI DPR meminta pemerintah untuk gencar menyosialisasikan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% yang rencananya berlaku pada tahun depan.
Menurut Anggota Komisi XI DPR Thoriq Majiddanor, sosialisasi dan edukasi soal kenaikan tarif PPN perlu dilaksanakan oleh seluruh kantor pelayanan pajak (KPP) yang ada di setiap daerah.
"Saya meminta dan memohon kepada Menteri Keuangan agar isu PPN ini harus diberikan satu pemahaman kepada masyarakat melalui kantor-kantor pajak di setiap kabupaten/kota yang ada di seluruh Indonesia, agar memberikan edukasi dan sosialisasi," kata Jiddan. (DDTCNews)
Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa fungsi konsultan pajak sebagai tax intermediaries memiliki peran penting bagi dunia perpajakan.
Kepala PPPK Erawati memandang konsultan pajak perlu turut memberikan edukasi terkait dengan perpajakan kepada wajib pajak. Menurutnya, edukasi tersebut diperlukan dalam rangka meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
"Tax intermediaries sangatlah penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Edukasi sangat penting mengingat administrasi pajak Indonesia menganut sistem self-assessment," katanya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan tanggapan terkait dengan laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) terbaru, yaitu OECD Economic Survey of Indonesia 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan OECD melalui survei terbarunya tersebut telah memberikan pandangan dan rekomendasi yang bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Indonesia dalam melakukan perbaikan. OECD mencatat pertumbuhan Indonesia sudah kembali pulih ke level prapandemi. OECD pun memperkirakan pada tahun depan perekonomian Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,2%.
"Kami sangat menyambut baik dan tak ragu untuk terus bertukar pandangan dan berbagi pemikiran," katanya. (DDTCNews)