KEPALA KANWIL BEA CUKAI JAWA TIMUR II OENTARTO WIBOWO:

'Kami Menggempur Rokok Ilegal Secara Holistik'

Dian Kurniati
Minggu, 21 Maret 2021 | 08.01 WIB
'Kami Menggempur Rokok Ilegal Secara Holistik'

Kepala Kanwil Bea Cukai Jatim II Oentarto Wibowo. (Foto: DJBC)

JAKARTA, DDTCNews – Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jawa Timur (Jatim) II mencatatkan penerimaan Rp49,7 triliun sepanjang 2020 atau 105,3% dari target Rp47,2 triliun. Sebanyak 97,6% di antaranya disumbangkan cukai hasil tembakau.

Kepala Kanwil Bea Cukai Jatim II Oentarto Wibowo menyebut penerimaan cukai dari produk rokok di wilayahnya tidak menyusut meski dihantam pandemi Covid-19. Dengan pertimbangan potensi yang besar itulah, dia berupaya merangkul semua produsen rokok.

Oentarto juga memiliki program intimasi atau membangun kedekatan dengan pengguna jasa. Melalui program itu pula, dia mengajak produsen rokok ilegal ‘masuk kelas’ dan memproduksi rokok legal. Untuk menggali lebih jauh atas persoalan itu, DDTCNews mewawancarai Oentarto. Petikannya:

Dengan adanya pandemi Covid-19, bagaimana kinerja penerimaan Kanwil Bea Cukai Jatim II tahun lalu?
Kalau untuk kegiatan ekspor-impor, sangat nampak kontraksinya, meskipun sebenarnya tidak terlalu berat. Waktu resesi 1998, saya kira malah lebih berat. Memang ada penurunan impor tapi cuma sebentar.

Penurunan itu kebanyakan barang konsumsi. Kalau bahan baku, turun sedikit saja karena kaget. Itu pertengahan tahun kemarin. Sekarang naik lagi, bahkan ekspor-impor kami cenderung naik meskipun tidak semelesat yang lalu. Jenis barang tertentu, terutama makanan, tidak terlalu terganggu.

Kalau cukai, saya tidak tahu apakah karena orang tidak jalan-jalan terus merokoknya lebih banyak. Tahun kemarin secara nasional [penerimaan cukai rokok] Rp170,2 triliun, di atas 100% [dari target]. Untuk wilayah kerja Jatim II, [realisasinya] Rp48,6 triliun atau hampir 30% dari penerimaan nasional.

Saya kira bukan angka yang mengecewakan meski ada hal lain yang harus kami perhatikan. Karena target penerimaan ini dibarengi dengan upaya menekan peredaran rokok ilegal. Tahun kemarin, berdasarkan survei dari UGM [Universitas Gadjah Mada], [peredaran rokok ilegal] angkanya 4,8%.

Penerimaan tahunan kami tumbuh. Memang secara agregat nasional, di Jatim II enggak terlalu banyak kegiatan ekspor-impor, kecuali untuk kawasan-kawasan industri atau tempat penimbunan berikat (TPB). Ini karena [di wilayah] kami ada kawasan berikat, ada gudang berikat.

Seperti apa target penerimaan tahun ini? Bagaimana strategi mencapainya?
Secara nasional, untuk 2021, targetnya sebesar Rp173,7 triliun. Untuk Jatim II, kami ditargetkan sekitar Rp47,1 triliun. Kalau dilihat, targetnya memang naik dari tahun kemarin.

Karena biasanya capaian tahun yang lalu dijadikan target tahun berjalan, kami diberikan kelonggaran sehingga tidak betul-betul sesuai dengan target yang sudah kami capai tahun lalu.

Bagaimana kinerja 2 bulan pertama tahun ini?
Selama 2 bulan ini, capaiannya sudah sekitar 15% dari target tahunan atau hampir Rp8 triliun. Memang agak lumayan. Kebanyakan cukai hasil tembakau.

Soal itu [apakah karena pelunasan pita cukai tahun lalu], kayaknya enggak begitu. Kalau di tempat kami, pembelian ada batas lekat Bea Cukai sehingga mereka akan memproduksi baru. Jadi, rokok-rokok yang fresh.

Namun, biasanya [penerimaan] akan berkurang pada bulan puasa. Karena 2 minggu lagi kan sudah bulan Ramadan, itu biasanya akan turun. Sejauh ini, kami masih on the track.

Bagaimana efek kenaikan tarif cukai rokok?
Kenaikan tarif sebetulnya hanya untuk level tertentu. Sementara yang kretek tangan, golongan II dan III, memang [kenaikannya] kecil. Mungkin orang tinggal pindah [mengonsumsi rokok golongan lebih rendah] saja, tapi jumlah batangnya tetap. Istilahnya, dari premium ke lebih murah lah, mungkin.

Jatim terkenal sebagai produsen rokok terbesar di Indonesia, Bagaimana Anda membangun kedekatan dengan produsen rokok?
Kami punya program namanya intimasi. Intinya menjalin keintiman dengan pengusaha rokok. Kami secara reguler bertemu dengan para pengusaha rokok. Dari minggu kemarin, kami bertemu 2 perusahaan rokok terbesar di Jawa Timur untuk berkomunikasi dan mendapatkan masukan dari mereka.

Kami berkomunikasi mengenai bagaimana rencana produksi tahun ini, kesulitan yang mereka hadapi, apa yang bisa kami dari Ditjen Bea dan Cukai lakukan, termasuk juga mungkin hambatan lain. Kami mendengar keluhan mereka.

Dari pertemuan ini, kami jadi tahu kira-kira rencana produksi mereka berapa, hambatannya apa, yang harus kami lakukan apa, dan kemudian usulan [solusinya] apa.

Kalau usulannya mengenai ketentuan peraturan yang di atas level saya dan harus ke kantor pusat, saya minta untuk merumuskan sehingga nanti akan saya sampaikan ke kantor pusat.

Kami menjalin hubungan intim itu dengan one on one meeting. Saya pergi ke perusahaannya atau perwakilan perusahannya yang pergi ke kantor saya. Namun, tentunya dengan mengikuti protokol kesehatan.

Perhatian kami kepada industri rokok yang sumbangan penerimaannya tinggi atau yang labour intensive. Keduanya diperlukan pemerintah. Di sini banyak pabrik yang mempekerjakan pekerja untuk melinting rokok kretek tangan. Kami dekati secara khusus untuk mengetahui kesulitan mereka.

Meskipun sumbangan nominal penerimaan cukai dan PPN dari SKT [sigaret kretek tangan] tidak terlalu signifikan, tapi kehadiran mereka sangat terasa di dalam menjaga dapur tetap ngebul bagi banyak orang. Itu tetap menjadi perhatian kami.

Apakah produksi rokok di Jawa Timur II ini berasal dari berbagai golongan?
Iya, lengkap. Dari sigaret putih mesin, cerutu, cigarillos, sampai kretek tangan golongan III.

Dengan produksi yang cukup banyak, adakah rencana membangun kawasan industri hasil tembakau (KIHT) terpadu?
Kami sudah menjalin komunikasi dengan beberapa pemerintah kabupaten di Jatim untuk menyosialisasikan kawasan industri hasil tembakau ini. Kami sudah survei ke Kudus beberapa waktu lalu. Kemarin saya ketemu salah satu bupati untuk membicarakan lebih jauh nanti kira-kira seperti apa.

Adakah lokasi potensial yang sudah disasar?
Insyaallah di Kabupaten Malang, di Malang selatan. Ada dua kabupaten lain yang juga tertarik. Masih kami lakukan pendekatan terus. Mudah-mudahan bisa tahun ini.

Bagaimana strategi Kanwil Bea Cukai Jatim II menangani rokok ilegal?
Kami punya kegiatan operasi gempur ilegal. Namun, saya beberapa kali mendapat masukan, "Pak kok pakai kata gempur, menghancurkan, membumi hanguskan?"

Saya bilang gempur ini untuk menyemangati diri kami sendiri. Kami melakukan penegakan hukum iya, tapi yang lebih penting lagi kami melakukan pembinaan, bukan membinasakan. Kami rangkul mereka.

Gempur ilegal itu kami lengkapi dengan kegiatan sosialisasi, termasuk kegiatan bakti sosial. Jadi, bukan hanya unit penindakan, tetapi juga unit penyuluhan dan layanan informasi yang kami turunkan.

Ada pula unit kepatuhan internal kami turunkan dan unit kepabeanan. Mereka melakukan pembinaan dengan ikut turun supaya komplet. Kami menggempur rokok ilegal secara holistik. Pendekatannya secara komprehensif.

Kemudian, ada pembentukan kawasan KIHT atau sentra industri. Nama KIHT juga multitafsir karena ada ketentuan mengenai kawasan industri yang diatur Kementrian Perindustrian mensyaratkan luas tertentu 5 hektare. Ini kan tidak demikian.

Sebetulnya semacam sentra industri atau lingkungan industri tempat orang memproduksi sesuatu atau hasil tembakau. Nah, ini kemudian akan kami lakukan pendalaman dengan teman-teman daerah provinsi dan kabupaten karena untuk mencari satu tanah 5 hektare kan agak sulit.

Apakah Anda juga mewaspadai potensi maraknya peredaraan rokok ilegal karena kenaikan tarif cukai?
Iya tetapi saya juga melihat potensi yang lain. Mungkin orang pindah dari yang premium ke golongan bawah. Sementara yang golongan bawah kan tidak naik.

Itulah antara lain saya intimasi. Ketemu dengan para pelaku rokok ilegal agar mereka percaya kepada kami dan memberikan masukan kepada kami. Ini terutama distributor di jalanan, yang pasti tahu di mana tempat ilegal itu.

Kami memberikan keyakinan kepada mereka bahwa kalau ada yang ilegal, kita rangkul bareng-bareng untuk mereka menjadi legal. Istilah kami masuk kelas, daripada mereka berkeliaran bareng-bareng.

Masuk kelas itu artinya menjadi legal?
Iya, kami istilahnya begitu. Masuk kelas. Ayo sama-sama belajar, ada guru pembimbing, tapi ada juga guru BP [bimbingan penyuluhan]. Kalau nakal, tetap dihukum duduk di bangku merah.

Lantas, bagaimana pendekatan dengan eksportir dan importir agar makin patuh?
Sama seperti yang kami lakukan kepada para pengusaha rokok. Kami juga melakukan intimasi, berkunjung, dan kontak. Kemudian, dalam case tertentu seperti hari libur kemarin, saya bertemu dengan eksportir dan calon eksportir.

Kami mengelompokkan perusahaan, apakah dia importir murni, importir untuk dipakai, impor untuk perusahaan, untuk bahan baku untuk diolah, impor untuk UMKM, untuk perusahaan besar.

Kemudian, kami bagi tugas dengan teman-teman kepala kantor pengawasan pelayanan bea cukai terdekat. Jadi tidak selalu saya. Kami bergerak semua, mana yang bisa dihubungi langsung tapi kami konsolidasikan. Kami standardisasikan apa yang harus dilakukan.

Saat ini pemerintah fokus memulihkan ekonomi, termasuk meningkatkan ekspor. Apakah ada fasilitas ini di Kanwil Bea Cukai Jatim II?
Ya, betul. Kami lebih memfasilitasi. Kami meng-encourage untuk mereka mendapatkan fasilitas kepabeanan, baik itu berupa kawasan berikat, gudang berikat, maupun KITE (kemudahan impor tujuan ekspor).

Tentunya terserah mereka, mau memanfaatkan fasilitas yang mana, bahkan mungkin tidak hanya fasilitas di Bea Cukai. Saya kadang menyarankan ada skema yang lain, misalnya skema dari BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) karena nantinya akan ketemu dengan Bea Cukai juga.

Pemerintah akan membangun KEK Singhasari yang fokus ke pariwisata dan ekonomi digital. Seperti apa peran Kanwil Bea Cukai Jatim II?
Betul, KEK Singhasari itu [berfokus pada] pariwisata ya. Namun, mereka sebetulnya memproduksi produk animasi untuk film, iklan, kartun-kartun. Itu luar biasa sekali, terutama anak muda kita. Anak muda Malang membuat produksi itu. Selama ini mereka belum terfasilitasi.

Mereka ini takut ketemu dengan Bea Cukai, takut ketemu dengan Ditjen Pajak. Kemudian, saya approach CEO-nya, Pak David Santoso. Beliau sangat welcome ketika kami datang. Saya ajak berkunjung ke KEK Singhasari dan ketemu dengan para pelaku. Mereka sangat terbuka dengan kami.

Kesulitan dan ketakutan mereka pada Pajak dan Bea Cukai, mereka sampaikan. Mereka takut karena tidak pernah bertanya kepada orang yang benar dan pas.

Paling tidak kemarin sudah ketemu dengan 4 perusahaan animasi. Dia itu kerjanya banyak dan tersebar di seluruh dunia. Ini potensinya sangat besar. November nanti harus bisa berproduksi.

Kami juga sebagai mak comblang-nya untuk mempertemukan dengan teman-teman dari Ditjen Kekayaan Intelektual. Teman-teman animator juga mendapatkan informasi yang salah tentang perizinan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Kebetulan saya juga kenal mereka.

Nanti, bersama dengan Pemerintah Kabupaten Malang, mereka akan menjadi administrator. Kami akan dampingi para administrator itu. Pemerintah Kabupaten Malang sangat welcome. Nanti akan disiapkan tempat PTSP, pelayanan terpadu satu pintu.

Kami nanti akan lanjutkan FDG (focus group discussion) selanjutnya tematik mengenai kepabeanan, impor, dan perpajakan. Saya sudah meminta dari teman-teman badan usaha KEK Singhasari itu untuk membentuk satu unit khusus yang nanti akan bertemu dengan kami.

Kami lakukan pembinaan. Jadi, kami tidak akan ketemu dengan animator-animator itu. Biarkan mereka berkreasi. Mereka jangan berurusan dengan begini-begini, pusing nanti. Jadi, dibuat unit khusus.

Seperti apa catatan pengawasan dan penindakan terhadap masuknya barang atau barang kena cukai ilegal selama ini?
Memang dari tahun kemarin, [penindakan] cenderung meningkat sekitar 20%. Kami menerbitkan sebanyak 662 SBP atau surat bukti penindakan. Kalau 662 dibagi 12 bulan kan sebulan bisa 60 atau setiap hari dua kali.

Mostly boleh dikatakan di atas 90% rokok atau hasil tembakau. Tidak kurang 28 juta batang rokok yang berhasil kami sita. Kemudian, ada tembakau iris yang memang dalam bentuk penjualan eceran tapi tidak memiliki izin dan nomor pokok pengusaha barang kena cukai. Itu sekitar 427.000 gram.

Ada juga sekitar 8.400 liter miras (minuman keras). Cukup banyak, baik itu miras palsu maupun miras asli eks luar negeri yang diselundupkan melalui kiriman pos. Kemudian, hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) atau cairan vape tidak berizin ada 3.146 liter.

Semuanya, total perkiraan nilai barang itu Rp33 miliar. Potensi kerugian negara sekitar Rp13,7 miliar. Memang kalau dilihat angka nominal kerugian negara tidak terlalu besar, tetapi kami melihat sisi fairness di dalam berkegiatan ekonomi itu tidak terjadi.

Kasihan mereka yang bekerja sesuai dengan ketentuan malah dihantam yang ilegal-ilegal itu. Belum lagi masalah kesehatan yang tentunya harus menjadi perhatian.

Ini yang tadi saya sampaikan kami tidak semata-mata melakukan gempuran penindakan represif. Selalu kami iringi dengan kegiatan penyuluhan dan informasi. Kemudian, dengan intimasi. Insyaallah tahun ini sudah banyak lagi yang masuk kelas belajar bersama-sama dengan yang lain.

Dalam kepemimpinan Anda, budaya kerja seperti apa yang dibangun?
Kalau saya pribadi sangat menaruh perhatian pada pembinaan SDM (sumber daya manusia). Saya adalah World Customs Organization expert untuk capacity building, termasuk pembinaan SDM, sejak 2005-2017. Tentu pengalaman saya di sana sedikit banyak memengaruhi. Saya bawa juga ke sini.

Kami di lingkungan Kementerian Keuangan sudah memiliki nilai-nilai yang kami singkat IPSPK atau integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan.

Sementara saya di Jatim II ini menambahkan motto kerja keseharian. Ini dirumuskan bersama semua pejabat dan pegawai, yang kami menyebutnya SIGAP. Bekerja harus SIGAP, yakni serius, ikhlas, gembira, amanah, profesional.

Selama 2020, kantor kami sudah mendapat 6 penghargaan. Itu baik di kewilayahan sini maupun di pusat. Nah, salah satunya adalah sebagai zona integritas wilayah bebas korupsi. Kami juga [menjadi] wilayah terbaik kedua se-Ditjen Bea Cukai.

Dengan pergantian pucuk pimpinan Ditjen Bea dan Cukai, adakah pesan khusus yang diberikan?
Tentunya secara pribadi saya sudah mengenal Pak Askolani sehingga komunikasi bisa tetap baik. Apalagi Pak Heru [Dirjen Bea dan Cukai sebelumnya] tidak pergi jauh.

Beliau malah sekarang menjabat sebagai Sekjen, yang sangat bertanggung jawab terhadap pengembangan SDM dan sarana prasarana IT di seluruh Kementerian Keuangan. Tidak hanya 16.000 pegawai. Sekarang 80.000.

Tentunya Pak Asko berharap kinerja yang sudah dicapai selama ini terus ditingkatkan. Kemudian, melakukan self correction. Masing-masing kita mengoreksi apa yang kurang. Kemudian termasuk self initiative.

Jadi, tidak hanya mendorong kantor pusat, tapi dari sini, apa saja alternatif yang harus dilakukan. Kami tidak hanya sekadar mendorong masalah, tapi kami sudah memikirkan alternatif. Saya kira dua hal itu yang saya tangkap dari beliau pada kesempatan pertama. (Kaw/Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.