SINGAPURA, DDTCNews - Identifikasi hubungan komersial dan finansial merupakan tahapan awal yang penting dalam analisis kewajaran transaksi pinjaman intragrup. Topik ini menjadi salah satu pembahasan dalam WU-TA Advanced Transfer Pricing Programme 2025 yang digelar di Revenue House, Singapura, Selasa (30/9/2025).
Managing Director of the WU Transfer Pricing Center at the Institute for Austrian and International Tax Law at WU (Vienna University of Economics and Business), Dr. Raffaele Petruzzi, L.L.M. merupakan salah satu pembicara dalam program yang berlangsung selama 1 hari penuh itu.
Raffaele menyampaikan bahwa analisis kewajaran transaksi pinjaman intragrup tidak lagi sekadar membandingkan suku bunga. Otoritas pajak dan wajib pajak kini wajib menelusuri substansi di balik kontrak. Analisis ini dikenal sebagai delineasi akurat transaksi, sebuah tahap fundamental dalam analisis transfer pricing.
“Langkah pertama adalah delineation of the transaction, yang artinya mengidentifikasi hubungan komersial dan finansial,” jelas Raffaele dalam program yang digelar oleh WU Transfer Pricing Center at the Institute for Austrian and International Tax Law at WU (Vienna University of Economics and Business) dan Tax Academy of Singapore itu.
Menurut Raffaele, penekanan bahwa delineasi akurat atas transaksi pinjaman intragrup saat ini makin eksplisit setelah penambahan Bab X pada OECD Transfer Pricing Guidelines (TPG). “Sebelum tahun 2020, pengetahuan tentang topik ini berkembang pesat dalam praktik namun tidak ada acuan resminya misalnya dalam OECD TPG,” jelas Raffaele.
Dalam konteks transaksi keuangan intragrup seperti pinjaman, OECD telah mengidentifikasi serangkaian karakteristik yang harus dipertimbangkan. Tujuannya adalah untuk memastikan perlakuan perpajakan suatu transaksi harus didasarkan pada realitas ekonomi. “Prinsip substance over form memastikan bahwa suatu transaksi intragrup harus didasarkan pada realitas ekonomi dari transaksi tersebut,” jelas Raffaele.
Karakteristik yang harus diidentifikasi meliputi jumlah fasilitas pinjaman, jatuh tempo pinjaman, jadwal pembayaran, tujuan pinjaman, jaminan, senioritas, lokasi peminjam, mata uang, agunan, dan jenis bunga pinjaman.
Raffaele menekankan pentingnya memasukkan seluruh karakteristik tersebut ke dalam perjanjian pinjaman intragrup. Jika tidak, otoritas pajak dapat mempertanyakan detail karakteristik yang hilang.
Raffaele menyoroti masalah yang kerap dihadapi praktisi maupun wajib pajak, perjanjian pinjaman intragrup yang tidak mencantumkan semua karakteristik yang diperlukan.
“Jika Anda membaca perjanjian pinjaman intragrup dan Anda tidak dapat menemukan pasal yang mengatur senioritas pinjaman, apa yang Anda lakukan?” tanyanya.
Langkah yang harus dilakukan, menurutnya, adalah mencari tahu aktual atau realitas tranksasi, terlepas dari apa yang tertulis dalam perjanjian atau kontrak. “Kita perlu mencari tahu realitas transaksi, terlepas dari apa yang ada dalam kontrak,” ujar Raffaele.
Dengan demikian, sebagai manajer transfer pricing dalam perusahaan, kita perlu berbicara dengan pihak yang terlibat dalam penyusunan transaksi tersebut. Sayangnya, hal ini akan sulit dilakukan jika personel yang bertanggung jawab telah meninggalkan perusahaan.
Kasus-kasus global yang pernah terjadi telah menunjukkan pentingnya delineasi akurat ini, seperti kasus pinjaman intragrup Blackrock di Inggris dan Chevron serta Singtel di Australia. Semua kasus tersebut membahas isu delineasi, yang mana apa yang tertulis dalam perjanjian atau kontrak tidak sepenuhnya sesuai dengan realitas transaksi. “Kontrak bukanlah akhir dari cerita, itu hanyalah awal dari cerita,” ungkapnya.
Raffaele mengingatkan bahwa dokumentasi yang tidak lengkap dapat menyulitkan analisis dikemudian hari. Oleh karena itu, identifikasi hubungan komersial dan finansial tidak dapat ditunda. Baik wajib pajak ataupun otoritas pajak harus menilai apakah ada gap antara kontrak dengan apa yang benar-benar terjadi di lapangan.
“Lebih baik perusahaan atau wajib pajak melakukan analisis delineasi ini sejak awal. Kalau tidak, otoritas pajak akan melakukannya nanti,” pesan Raffaele. Hal ini sekaligus menjadi peringatan agar perusahaan bersiap menghadapi pengawasan lintas yurisdiksi yang semakin ketat.
Dengan pemetaan karakteristik pinjaman secara menyeluruh, perusahaan dapat memastikan bahwa transaksi pinjaman intragrup dijalankan sesuai prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle). Pada akhirnya, hal ini akan mengurangi risiko sengketa pajak dan memperkuat tata kelola transfer pricing perusahaan yang berkelanjutan.
Artikel reportase ini ditulis oleh Specialist DDTC Consulting Alfiah Ramadhani yang mengikuti WU-TA Advanced Transfer Pricing Programme 2025 di Singapura. Program ini diselenggarakan pada 29 September 2025 hingga 2 Oktober 2025.
Program yang berlangsung selama 4 hari ini digelar oleh the WU Transfer Pricing Center at the Institute for Austrian and International Tax Law at WU (Vienna University of Economics and Business) dan the Tax Academy of Singapore. Kursus diisi oleh profesor dari WU Transfer Pricing Center dan pakar serta praktisi perpajakan di Asia Tenggara.
Selain Alfiah, ada 7 profesional DDTC lainnya yang juga mengikuti kursus di Singapura. Keikutsertaan kedelapan profesional pajak dalam kursus mengenai transfer pricing di Singapura tersebut dibiayai sepenuhnya oleh DDTC, sebagai bagian dari pengembangan kapasitas internal perusahaan. Kegiatan ini merupakan bagian dari Human Resource Development Program (HRDP) yang dijalankan oleh DDTC. (sap)