DALAM OECD Model dan UN Model, terdapat pasal khusus yang mengatur tentang pemajakan atas penghasilan yang secara spesifik tidak diatur oleh pasal lainnya dalam P3B (income not dealt with in the foregoing articles of the convention). Pasal yang dimaksud adalah Pasal 21 mengenai Penghasilan Lain. Pasal 21 ini merupakan pasal pamungkas (catch all provision) untuk mengalokasikan hak pemajakan atas penghasilan yang belum jelas diatur dalam pasal substantif lainnya dalam P3B.
Ruang lingkup yang diatur dalam oleh Pasal 21 ini tidak hanya mencakup penghasilan yang bersumber di negara yang mengadakan P3B. Tetapi, juga memperluas penghasilan yang bersumber dari luar negara yang mengadakan P3B (negara ketiga).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup Pasal 21 tidak hanya mencakup penghasilan yang tidak secara tegas diatur (income not expressly dealt with) dalam pasal-pasal substantif lainnya (Pasal 6 sampai Pasal 20), tetapi juga penghasilan dari sumber yang tidak secara tegas disebutkan (income from sources not expressly mentioned).
Dengan demikian, apabila terdapat penghasilan tertentu, yang menurut identifikasi penghasilan tersebut diterima oleh subjek pajak dalam negeri dari negara domisili dan penghasilan itu tidak diketahui sumbernya dari mana, ketentuan yang berlaku dalam menentukan pemajakan atas penghasilan tersebut adalah Pasal 21 OECD Model dan UN Model.
Pada Pasal 21 ayat (1) OECD Model dan UN Model ditegaskan bahwa suatu penghasilan (item of income) yang diperoleh oleh subjek pajak dalam negeri dari negara yang mengadakan P3B dari manapun penghasilan tersebut berasal, di mana penghasilan tersebut tidak dicakup oleh pasal-pasal dalam P3B (Pasal 6 sampai dengan Pasal 20), hanya dikenakan pajak (shall be taxable only) di negara domisili dari penerima penghasilan.
Hal tersebut tercermin dari kata ‘shall be taxable only’ yang digunakan dalam rumusan Pasal 21 ayat (1) OECD Model yang mengandung arti bahwa hanya negara domisili yang memiliki hak pemajakan atas penghasilan lain. Sedangkan negara lainnya, tidak diperbolehkan mengenakan pajak atas penghasilan lain. Pada dasarnya, Pasal 21 OECD Model dan UN Model tidak mengatur mengenai penghasilan seperti apa yang dapat digolongkan sebagai item of income’. Namun, hal tersebut dapat ditentukan berdasarkan kasus per kasus.
Pasal 21 ayat (2) OECD Model dan UN Model berisi ketentuan pengecualian dari ketentuan Pasal 21 ayat (1) OECD Model dan UN Model. Pasal 21 ayat (2) OECD Model mengatur bahwa apabila penghasilan lain tersebut mempunyai hubungan efektif (effectively connected) dengan suatu BUT maka Pasal 7 yang diberlakukan.
Artinya, hak pemajakan atas penghasilan lain tersebut diberikan kepada negara di mana BUT tersebut berada. Adapun dalam Pasal 21 ayat (2) UN Model, tidak hanya Pasal 7 UN Model yang dapat diterapkan, tetapi juga Pasal 14 UN Model. OECD telah menghapus keberadaan Pasal 14 OECD Model karena memiliki konsekuensi pajak yang sama dengan Pasal 7 OECD Model.
Ketentuan Pasal 21 ayat (2) ini tidak dapat diberlakukan dalam hal penghasilan tersebut diperoleh dari harta tak bergerak. Hal ini dikarenakan atas penghasilan dari harta tak bergerak hak pemajakannya selalu berada di negara sumber.
Pengecualian di Pasal 21 ayat (2) OECD Model juga berlaku dalam kasus di mana pihak yang membayarkan penghasilan dan penerima penghasilan yang sebenarnya (beneficiary of the income) adalah subjek pajak dalam negeri dari negara yang sama dan penghasilan tersebut diatribusikan kepada BUT yang dimiliki oleh penerima penghasilan di negara lainnya.
Lebih lanjut, tidak seperti OECD Model, UN Model memiliki Pasal 21 ayat (3) yang mengatur mengenai hak pemajakan oleh negara sumber. Pasal 21 ayat (3) UN Model memuat ketentuan yang menyimpang dari Pasal 21 ayat (1) dan (2) UN Model. Sebab, ketentuan ini mengatur bahwa hak pemajakan atas penghasilan yang tidak diatur dalam pasal-pasal sebelumnya dan muncul di negara sumber tidak hanya berada di negara domisili, tetapi juga di negara sumber.