Arles Ompusunggu,
MASIH minimnya realisasi penyerapan stimulus penangananan efek Covid-19 dapat menghambat pemulihan ekonomi nasional di di tahun 2020. Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan ( Kontan , 20 Juni 2020) menengarai bahwa rendahnya penyerapan stimulus terutama fiskal tersebut akibat masalah adminsitrasi dan tantangan di tingkat operasional.
Seperti Stimulus fiskal untuk penanganan kesehatan baru terealisasi 4,68% dari total yang telah dianggarkan sebesar Rp87,55 triliun. Pada hal total dana yang dianggarkan untuk biaya penanganan Covid-19 sebesar Rp695,20 triliun seyogianya bisa membangkitkan sektor – sektor terutama usaha UKM yang terlanjur mati suri.
Masalah di lapangan dalam penyaluran anggaran stimulus ekonomi saat ini menjadi kompleks dan terlihat kurang koordinasi antara lintas instansi yang saling mengklaim keberhasilan instansi masing-masing. Rakyat terutama sektor usaha UMKM, yang langsung terdampak dan tidak siap menghadapi efek Covid-19, ini semakin menjerit mencari jalan keluar untuk bangkit kembali. Ibarat persediaan bensin yang dikonsumsi oleh sebuah kendaraan kalau tidak segera dipenuhi maka bisa kolaps dan sulit beroperasi kembali.
Memang krisis akibat Covid-19 yang terjadi saat ini telah memasuki semua sendi kehidupan masyarakat yang menohok semua lapisan ekonomi, lemah hingga mapan. Bukan hanya Indonesia, tetapi semua negara di dunia tidak memiliki pengalaman empiris menghadapi bencana yang datang secara tiba-tiba dan masif. Kita tidak mungkin membuka pengalaman 100 tahun yang lalu kala dunia menghadapi bencana Flu Spanyol menginfeksi lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia tahun 1920 (Kompas.com, 24/3/20).
Menghadapi perang tanpa musuh yang kelihatan adalah lebih sulit dari wujud perang manapun yang pernah ada. Tidak perlu alustista modern yang menghabiskan anggaran yang besar, tetapi tepat arah dan sasaran pemberian insentif dan stimulus ekonomi guna membangkitkan geliat ekonomi di sektor riil sangat dibutuhkan sekarang ini.
Pemerintah telah merespon dengan kebijakan keuangan negara melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang telah diundangkan dengan UU Nomor 2 tahun 2020. Kebijakan ini diharapkan menjadi fondasi bagi pemerintah, otoritas perbankan, serta otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa untuk menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Dari sisi kebijakan stratejik, antisipasi pemerintah sudah responsif menghadapi kemungkinan dampak krisis multidimensional yang dapat timbul akibat Covid-19.
Sebagai suatu kebijakan publik yang berdampak terhadap semua sektor kehidupan masyarakat, menurut Thomas R. Dye (1987) dan William Dunn (1990), terhadap upaya yang telah dan sedang dijalankan pemerintah saat ini setelah melewati tahapan, yaitu (i) penyusunan genda; (ii) formulasi kebijakan; dan (iii) adopsi/ legitimasi kebijakan melalui DPR.
Evaluasi
Sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh guna penyempurnaan di sisa tenggak waktu hingga akhir tahun 2020. Sekaligus antisipasi kemungkinan krisis yang masih akan berlanjut di tahun 2021 hingga ada tanda positif berakhir atau berkurangnya efek negatif Covid-19 melalui penemuan vaksin yang mampu menghilangkan penyakit ini dari tubuh manusia yang terkontaminasi.
Kementerian Keuangan sebagai gerbang penjaga ruang penyediaan anggaran yang sudah memberikan respon stimulus dari sisi kebijakan fiskal. Stimulus ini sudah selayaknya didukung oleh semua sektor/instansi untuk menyalurkan bantuan langsung ke masyarakat dengan menghilangkan ego sektoral yang dapat menghambat koordinasi di lapangan. Perlu adanya terobosan kebijakan operasional yang menjadikan Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mampu menjalankan visi misi yang telah dicanangkan Presiden Jokowi dalam upaya menangani dampak bencana pandemi ini.
Alokasi anggaran sebagaimana disediakan, yaitu diantaranya untuk bidang kesehatan sebesar Rp87,55 triliun, untuk perlindungan sosial sebesar Rp203,90 triliun, dukungan kepada UMKM sebesar Rp123,46 triliun, insentif dunia usaha sebesar Rp120,61 triliun, pembiayaan korporasi sebesar Rp44,57 triliun, serta untuk dukungan sektoral dan pemda sebesar Rp97,11 triliun (Kontan.co.id, 3 Juni 2020).
Dari sisi kemampuan fiskal APBN walau berat tetapi masih bisa dipenuhi pemerintah. Menjadi persoalan masalah yang timbul dari melambatnya penyerapan anggaran yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga karena alasan klise hambatan administrasi dibidang pertanggung jawaban keuangan.
Sudah menjadi kasat mata bahwa sektor yang paling terdampak adalah usaha UMKM yang berkontribusi sebesar 57,8 % terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku tahun 2018. Dengan demikian, diharapkan menjadi fokus utama pengambil kebijakan pemberian stimulus ekonomi di sisa waktu menjelang akhir tahun 2020.
Alokasi dana dukungan kepada UMKM dan insentif dunia usaha yang bekrisar di Rp 244,07 triliun dan penrepannya masih kisaran 2 % hingga akhir Juni 2020. Menjadi pertanyaan, apakah masih bisa digenjot percepatan penyaluran anggaran stimulus ini supaya tepat sasaran dan berdampak terhadap upaya pertumbuhan ekonomi yang sudah negatif sebesar 3,8 % di kuartal ke- 2 tahun 2020 ini?
Harapan Presiden Jokowi bahwa upaya percepatan penyerapan stimulus ekonomi melalui mekanisme anggaran APBN perlu ditindak lanjuti oleh semua pemangku kepentingan (Bisnis.com, 28/6/2020). Kembali kita mengingat sejarah peyelamatan ekonomi nasional di masa krisis ekonomi tahun 1998 yang ditopang oleh geliat usaha UMKM, kini usaha membangkitkan sektor yang paling terdampoak ini masih ada harapan ditengah Covid-19.
Langkah lanjutan yang perlu dilakukan pemerintah adalah melalui restrukturisasi peninjauan kembali mata anggaran oeperasional di APBN tahun 2020 yang awalnya disusun dengan asumsi belum ada dampak Covid-19 sesuai Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2019 tentang APBN Tahun Anggaran 2020. Walau sudah ada INPRES Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Anggaran, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, yang memerintahkan kepada pemerintah daerah dan Kementerian/Lembaga (K/L) anggaran yang sebelumnya telah ditetapkan diubah untuk difokuskan kepada penanganan Covid-19.
Permasalahannya pemangku kepentingan seolah masih enggan dan kawatir akan timbulnya tuntutan hukum di kemudian hari yang dapat berujung ke jeruji tahanan KPK. Berbagai pendapat ahli hukum seperti yang tertera dalam Pasal 27 ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2003, dengan mengubah alokasi dan penyampaian dalam laporan realisasi anggaran bisa menjadi landasan untuk melakukan eksekusi yang tidak normal di masa ke tidak normalan sekarang.
Perlu dicontoh langkah penyelamatan ekonomi UMKM yang dilakukan oleh pemerintah Asutralia, yaitu (i) bantuan langsung tunai sebesar AU$ 550 sekitar Rp5 juta per 2 minggu selama 6 bulan kepada pekerja dan skala bisnis kecil; (ii) penambahan insentif bagi UMKM yang masih bertahan dengan kegiatan skala ekonomi; (iii) membebaskan UMKM dari pembayaran pokok dan bunga pinjaman selama masa Covid-19 hinga mencapai pemulihan usaha. Sementara itu, Indonesia masih akan berwacana memberi bantuan modal secara langsung kepada pedagang kecil yang terdampak Covid-19.
Pendataan ulang secara komprehensif dan terkoordinir baik melalui Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri/ PEMDA, mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah perihal jumlah pengusaha dan identitas nyata terdampak Covid-19 yang mengalami permasalahan modal kerja harus segera diupdate baik secara offline dan secara online.
Berbagai paket stimulus baik bantuan tunai hingga bimbingan teknis dan perluasan pasar harus segera diberikan secara langsung dengan memotong rantai birokrasi adminsitrasi yang menghambat selama ini. Tentu para pihak harus menerapkan protokol dan memegang teguh azas good corporate governance yang mengedepankan profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, dan pelayanan prima.
Bentuk stimulus ekonomi untuk sektor UMKM yang telah dijalankan pemerintah melalui skema penundaan dan keringanan angsuran Kredit Usaha Rakyat (KUR), pemberian mekanisme bantuan sosial, dan mekanisme pembebasan PPh atas UMKM belum dinikmati pelaku usaha UMKM secara merata. Terlihat bahwa dari rendahnya penyerapan anggaran stimulus UMKM seolah dana masih terparkir di perbankan. Menjadi urgen segara dilakukan penambahan pola kebijakan agar sektor usaha UMKM segera mendapat aliran uang tunai terutama modal kerja yang tidak semata ala bantuan sosial yang telah berjalan.
Baik pemerintah dan pelaku usaha seolah berlomba dengan waktu di sisa tahun anggaran 2020 bersamaan menjalankan dan meningkatkan standar operasional penyaluran bantuan langsung ke sektor usaha UMKM. Hilangkan stigma negatif ketidakmampuan tata kelola usaha secara transparan bagi sektor usaha UMKM dengan memanfaatkan peluang dan kesempatan untuk membantu dan mendorong berjalannya sektor usaha melawan masa Covid-19.
Dengan demikian, paket stimulus ekonomi yang dicanangkan pemerintah membantu sektor usaha UMKM berjalan lancar dan memberi efek multiplier sektor usaha di masyarakat dan sektor riil. Semoga kita bisa menjalankan amanah mendukung kegiatan ekonomi rakyat sebagai penopang peningkatan pertumbuhan ekonomi.