KONSULTASI PAJAK

Syarat Formal dan Material Faktur Pajak, Seperti Apa Ketentuannya?

Redaksi DDTCNews
Rabu, 08 September 2021 | 18.19 WIB
ddtc-loaderSyarat Formal dan Material Faktur Pajak, Seperti Apa Ketentuannya?
DDTC Fiscal Research. 

Pertanyaan:
PERKENALKAN, nama saya Maya. Saya baru saja memulai usaha produksi tas. Saat ini saya juga telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Dalam memproduksi tas, saya membeli bahan baku dari supplier dan atas pembelian tersebut dipungut PPN. Saya juga menerima faktur pajak dari supplier tersebut.

Sepemahaman saya, PPN yang sudah saya bayar dapat dikreditkan jika faktur pajak yang diterima memenuhi syarat formal dan material. Sebagai PKP baru, saya masih bingung terkait syarat formal dan material tersebut. Seperti apakah ketentuannya?

Maya, Semarang.

Jawaban:
TERIMA kasih Ibu Maya atas pertanyaannya. Terkait dengan pertanyaan ibu, kita dapat merujuk pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU PPN).

Secara definisi, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau penyerahan jasa kena pajak (JKP). Dalam hal ini, PKP penjual wajib menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN.

Apabila Ibu merupakan pihak pembeli bahan baku (termasuk BKP), PPN yang sudah ibu bayar dan tercantum dalam faktur pajak atau disebut pajak masukan dapat dikreditkan. Namun demikian, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Pertama, faktur pajak tersebut wajib memenuhi syarat formal dan material sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (9) UU PPN. Dalam bagian penjelasan Pasal 13 ayat (9) dinyatakan mengenai syarat formal dan material yang dimaksud, yaitu:

Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh ayat (6).

Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean..”

Adapun syarat formal yang tertuang dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN berbunyi sebagai berikut:

“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

  1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
  2. Identitas pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang meliputi:
  1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan atau nomor paspor bagi subjek luar negeri orang pribadi; atau
  2. Nama dan alamat, dalam hal pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan;
  1. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  2. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  4. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  5. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak”

Lebih lanjut, dalam penjelasan Pasal 13 Ayat (5) UU PPN diatur sebagai berikut:

"..,Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya... Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f."

Kedua, Ibu perlu memastikan PPN yang tercantum dalam faktur pajak yang diterima bukan merupakan PPN yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN.

Adapun jenis pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai Pasal 9 aya (8) UU PPN adalah terkait dengan pengeluaran berikut:

  1. perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
  2. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
  3. perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) UU PPN atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP; atau
  4. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) UU PPN;

Berdasarkan pada ketentuan di atas dapat disimpulkan faktur pajak yang Ibu terima pada dasarnya dapat dikreditkan apabila faktur pajak tersebut memenuhi syarat formal dan material serta bukan merupakan PPN yang tidak dapat dikreditkan sesuai Pasal 9 ayat (8) UU PPN.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Mildha Yunita
baru saja
wah jadi nambah pengetahuan tentang faktur pajak, ppn