Pertanyaan:
PERKENALKAN saya Andreas. Saat ini saya bekerja sebagai staf keuangan salah satu kampus swasta di Jakarta. Baru-baru ini saya mendengar isu bahwa jasa pendidikan akan dikenai PPN. Sepengetahuan saya, seluruh jasa pendidikan bukanlah objek PPN. Apakah benar demikian? Atau apakah memang ada jasa pendidikan yang dikenai PPN? Jika iya, bagaimana ketentuannya? Terima kasih.
Andreas, Jakarta.
Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Andreas atas pertanyaannya. Baru-baru ini memang banyak diberitakan isu mengenai rencana pengenaan PPN atas jasa pendidikan. Namun, hingga saat ini, belum ada kepastian secara jelas dan terperinci mengenai rencana kebijakan tersebut.
Untuk itu, terkait dengan pertanyaan Bapak, pertama-tama kita dapat merujuk terlebih dahulu pada ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU PPN).
Sebagaimana dipahami, UU PPN di Indonesia mengadopsi sistem negative list. Dalam hal ini, semua jenis barang dan jasa dikenai PPN, kecuali yang telah dikecualikan dalam UU PPN sebagai non-objek. Adapun saat ini, jasa pendidikan merupakan salah satu kelompok jasa yang tidak dikenai PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (3) huruf g UU PPN.
Dalam bagian Penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf g UU PPN, dinyatakan sebagai berikut:
“Jasa pendidikan meliputi:
Dengan kata lain, atas jasa pendidikan yang masuk ke kelompok jasa di atas bukan merupakan objek PPN atau tidak dikenai PPN. Selanjutnya, dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2012 (PP 1/2012) sebagai aturan pelaksana dari UU PPN menyatakan sebagai berikut:
Terkait dengan jasa pendidikan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PMK 223/2014). Berdasarkan pada PMK 223/2014, jenis jasa tertentu dalam kelompok jasa pendidikan yang tidak dikenai PPN dapat dipetakan sebagai berikut.
Adapun pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal diartikan sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sementara itu, pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Perlu diketahui pula, sesuai dengan Pasal 5 PMK 223/2014, jasa penyelenggaraan pendidikan formal dan jasa penyelenggaraan pendidikan nonformal wajib diserahkan oleh satuan pendidikan yang memperoleh izin pendidikan dari instansi pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang berwenang. Adapun satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Selain mengatur lebih terperinci mengenai jenis jasa pendidikan yang tidak dikenai PPN, dalam PMK 223/2014 juga diatur tentang beberapa kegiatan atau jasa pendidikan yang dikenai PPN. Adapun jasa pendidikan yang dikenai PPN, yaitu:
Berdasarkan pada penjelasan di atas, dapat disimpulkan dalam ketentuan pajak saat ini tidak semua jasa pendidikan tidak dikenai PPN. Ada beberapa jenis jasa pendidikan yang memang dikenai PPN.
Apabila ditinjau dari international best practice, perlakuan PPN atas jasa pendidikan pada dasarnya masih beragam, tergantung dari kebijakan masing-masing negara. Ada negara yang mengecualikan jasa pendidikan dari pengenaan PPN seperti yang diterapkan di Indonesia, Korea Selatan, dan Belanda.
Selain itu, ada pula negara yang menerapkan skema lain, yaitu dikenakan tarif 0% (zero rate). Contohnya adalah Australia, Uni Emirat Arab dan Ekuador. Negara-negara lain –seperti Bangladesh, Ghana, dan Yunani– menerapkan pengurangan tarif (reduced rate) untuk jasa pendidikan. Ada pula negara yang menerapkan PPN dengan tarif umum, seperti di Singapura, Malaysia, dan Austria.
Isu mengenai rencana pengenaan PPN atas jasa pendidikan ini pada dasarnya perlu disikapi secara jernih. Sebab, dalam praktiknya, pengecualian PPN atas jasa pendidikan sebetulnya memiliki kelemahan dan kurang menguntungkan bagi PKP.
Dalam hal ini, atas pajak masukan yang telah dibayarkan oleh PKP terkait penyelenggaraan jasa pendidikan tersebut (contohnya pajak masukan atas jasa cleaning service ruangan, pembelian peralatan dan perlengkapan pendidikan) menjadi tidak dapat dikreditkan.
Implikasinya, pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan tersebut akan menjadi biaya bagi PKP yang dapat mengurangi margin laba PKP. Atau, PKP melakukan skema pass-through atas pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan terhadap harga jual. Akibatnya, netralitas dalam sistem PPN tidak tercapai.
Demikian jawaban kami. Semoga membantu.