Rinaldi Adam Firdaus,
Perkenalkan, saya Olive selaku staf keuangan pada perusahaan manufaktur yang berlokasi di Serang. Dalam proses produksi, ada kalanya beberapa barang hasil produksi mengalami kerusakan. Hal tersebut membuat barang hasil produksi tidak dapat digunakan sama sekali ataupun dijual kembali. Adapun barang rusak tersebut masih kami simpan di gudang.
Dalam hal ini, saya ingin menanyakan terkait bagaimana perlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang hasil produksi yang sudah rusak tersebut? Kemudian, bagaimana dengan pajak masukannya?
Mohon bantuannya, terima kasih.
Terima kasih Ibu Olive atas pertanyaannya. Dalam menjawab pertanyaan Ibu Olive, penting untuk mengetahui bahwa terdapat 8 transaksi yang menjadi objek PPN. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.
Pertama, penyerahan barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Adapun pengusaha yang dimaksud meliputi pengusaha kena pajak (PKP) ataupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai PKP tetapi belum dikukuhkan.
Kedua, impor BKP. Ketiga, penyerahan jasa kena pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Keempat, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Kelima, pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Keenam, ekspor BKP berwujud oleh PKP. Ketujuh, ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP. Kedelapan, ekspor JKP oleh PKP.
Dalam kasus yang dihadapi oleh Ibu Olive, terdapat barang hasil produksi mengalami kerusakan. Adapun barang rusak tersebut tidak dapat digunakan sama sekali ataupun dijual kembali. Selain itu, barang rusak tersebut masih berada di area perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan pada fakta yang disampaikan, barang rusak tersebut seharusnya tidak menjadi objek PPN. Sebab, tidak terjadi pemakaian sendiri, ekspor, ataupun penyerahan domestik atas barang rusak yang dimaksud. Dengan kata lain, tidak terjadi satupun dari kedelapan transaksi yang menjadi objek PPN sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.
Namun, jika barang rusak tersebut ingin dimusnahkan, dapat dipertimbangkan bagi wajib pajak yang bersangkutan untuk memiliki pembuktian secara formal, seperti berita acara pemusnahan. Pembuktian formal diperlukan sebagai bukti yang dapat menunjukkan bahwa barang tersebut memang sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi sehingga dimusnahkan
Berikutnya, Ibu Olive juga bertanya mengenai perlakuan pajak masukan sehubungan dengan perolehan atas barang rusak. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat merujuk pada ketentuan dalam Pasal 19 ayat (2) PP 44/2022 yang berbunyi:
“(2) Atas Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi karena di luar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak atau keadaan kahar, tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dikreditkan sebagai Pajak Masukan atau dibebankan sebagai biaya untuk perolehan Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak tersebut.”
Sesuai dengan muatan materi tersebut dapat dipahami bahwa pajak masukan yang berkaitan dengan perolehan barang rusak tetap dapat dikreditkan. Hal ini menunjukkan tidak adanya penyesuaian yang perlu dilakukan oleh perusahaan terkait dengan pajak masukan atas perolehan barang rusak.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga membantu, terima kasih.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi hadir setiap guna menjawab pertanyaan terkait perpajakan yang dapat diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.