PENERAPANĀ cloud computingĀ atau komputasi awan saat ini semakin marak di berbagai bisnis digital sepertiĀ perusahaan rintisan (startupĀ company).Ā Cloud computingĀ adalah bisnis yang menjanjikan, terbukti denganĀ empat unicorn di Indonesia menggunakanĀ cloud computingĀ sebagai landasannya.
Cloud computingĀ telah dipertimbangkan sebagai infrastruktur untuk mempercepat laju digitalisasi dalam pertumbuhan berbagai lini bisnis. Selain itu, sering kaliĀ cloud computingĀ digunakan sebagai salah satu strategi dalam meniminalkan biaya dalam pemasokan produk maupun jasa (IBM, 2009).
Terdapat berbagai jenis jasaĀ cloud computingĀ yang ditawarkan, di antaranya: (i)Ā Infrastructure as a ServiceĀ (IaaS), (ii)Ā Platform as a serviceĀ (PaaS), dan (iii)Ā Software as a ServiceĀ (SaaS). Selain itu, terdapat dua jenis penerapanĀ cloud computing, yaituĀ private cloud computingĀ danĀ public cloud computing.
Sebagai penyediaan jasa, transaksiĀ cloud computingĀ menimbulkan aspek pajak tertentu. Oleh karena itu, perlu ditetapkan pembayaran jasa tersebut dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan pajak domestik dari negara pengguna jasa.
Dalam praktik, pembayaran atas jasaĀ cloud computingĀ dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu laba usaha berdasar Pasal 7 OECD Model atau royalti sesuai dengan Pasal 12 OECD Model. Perlu diingat klasifikasi pembayaran jasa untuk tujuan perpajakan memerlukan pemahaman yang terperinci.
Hal itu juga menyangkut ketentuan spesifik atas kontrak, terutama menyangkut hak kekayaan intelektual. Apabila disimpulkan pembayaran jasaĀ cloud computingĀ adalah laba usaha, perlu dianalisis apakah penyedia jasa memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di negara domisili penerima jasa.
Langkah ini diperlukan untuk menentukan apakah negara domisili penerima jasa (negara sumber) memiliki hak pemajakan. Penjelasan timbulnya BUT dapat merujuk Pasal 5 OECD Model. Pasal ini menjelaskan penerima jasa tidak akan menjadi BUT dari penyedia jasaĀ cloud computing.
Namun, perangkat keras atauĀ serverĀ dalam menjalankan usahaĀ cloud computing, dapat diklasifikasikan menjadi tempat usaha (a place of business) dari perusahaan yang mengelola/mengoperasionalkannya. Aturan ini berlaku sepanjangĀ serverĀ tidak dipindahkan dalam waktu cukup lama (permanent test).
Sementara itu, apabila pembayaran jasaĀ cloud computingĀ diklasifikasikan sebagai royalti perlu ditinjau lagi ketentuan kontrak yang dibuat secara spesifik dan terkait dengan referensi apa pun yang menyangkut hak kekayaan intelektual.
Apabila pemberi jasa memberikan akses perangkat lunak ke penerima jasa, harus ditinjau apakah penerima jasa memperoleh pengaturan untuk mengeksploitasi program/sistem hingga terdapat perpindahan hak kekayaan intelektual mengenai perangkat lunak, tetapi tidak diatur dalam perjanjian. Dengan demikian, dapat diindentifikasi pembayaran itu masuk dalam ranah pembayaran royalti.
Menelaah Kontrak
DALAM mengklasifikasikan pembayaran jasa tersebut, terdapat penelaahan lebih lanjut atas kontrak campuran (mixed contract) pada jasaĀ cloud computingĀ kompleks yang disebabkan melibatkan beragam jasa.
Adanya beragam jasa dalam kontrak tersebut dapat memiliki perspektif pajak tersendiri atas masing-masing jasa yang terlibat. Oleh karena itu, penelahaan lebih lanjut atas kontrak dalam menentukan mana yang merupakan jasa utama dan jasa pendukung dalam jasaĀ cloud computingĀ perlu dilakukan.
Penelaahan ini bertujuan untuk membedakan apakah atas jasa tersebut telah dilakukan pembagian secara wajar dalam sisi penerapan jasa, pengklasifikasi jasa, dan perlakuan pajak atas jasa yang telah sesuai dari seluruh jumlah yang dipertimbangkan.
Dengan kata lain, perlu ditinjau lebih lanjut jenis masing-masing model jasaĀ cloud computingĀ yang digunakan karena memiliki jasa utama yang berbeda penerapannya. Setelah itu, baru bisa disimpulkan apakah transaksi atas suatu jasaĀ cloud computingĀ harus dikenakan pajak secara terpadu atau terpisah.
Pentingnya hal ini telah tergambarkan oleh Amazon yang merupakan perusahaan publik paling bernilai dengan Amazon Web Services yang mengendalikan 40% pasarĀ cloudĀ secara global serta memiliki pendapatan tahunan US$23 miliar atas penyediaan jasa tersebut.
Dengan demikian, dapat terlihat bahwa model bisnisĀ cloud computingĀ dapat menciptakan nilai. Namun, pembahasan lebih lanjut yang tidak kalah pentingnya adalah menentukan bagaimana dan di mana terciptanya nilai dari bisnis model ini.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.