GLOBALISASI ekonomi mendorong perekonomian suatu negara menjadi semakin terintegrasi. Salah satunya pada sektor keuangan. Pada era keterbukaan ekonomi saat ini, jumlah arus modal yang masuk (capital inflow) ataupun yang keluar (capital outflow) semakin meningkat.
Dengan mudahnya arus modal masuk atau keluar itu, banyak investor menanamkan modalnya pada sektor keuangan untuk mendapatkan keuntungan yang cepat, terutama melalui instrumen portofolio jangka pendek yang spekulatif.
Hal ini pada gilirannya menyebabkan pasar keuangan bergerak dinamis dan mengakibatkan nilai tukar mata uang terus mengalami volatilitas. Dengan demikian, stabilitas sistem keuangan dapat terganggu sehingga dapat merugikan kegiatan penanaman modal pada sektor riil.
Memang, arus modal investasi portofolio itu seringkali menimbulkan permasalahan bagi negara berkembang, khususnya jika terjadi pembalikan secara tiba-tiba (sudden reversal) sehingga akan menekan nilai tukar dan berdampak pada perekonomian (Djufri, 2018).
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan untuk menjaga sistem keuangan agar tetap stabil, khususnya dalam pengendalian arus modal masuk dan menjaga stabilitas nilai tukar. Dengan demikian, investasi portofolio dapat mengendap dan mendorong perekonomian Indonesia.
Untuk itu, diperlukan sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan dari sisi fiskal misalnya, pengenaan pajak atas transaksi keuangan untuk mengendalikan sudden reversal diharapkan dapat mengendalikan stabilitas nilai tukar, yakni pada sisi moneter.
Pajak transaksi keuangan merupakan pungutan (levy) pada transaksi tertentu. Transaksi ini misalnya transaksi aset finansial seperti saham, obligasi, atau derivatif. Intensifikasi pajak sektor keuangan dapat diidentifikasi dari kegiatan usaha perbankan, lembaga keuangan, dan sekuritas. (Djufri, 2018)
Tobin Tax
TOBIN tax termasuk ke dalam pajak atas transaksi keuangan. Tobin tax diperkenalkan James Tobin yang merupakan ekonom pemenang Nobel pada 1972. Gagasan ini mengusung tentang perlunya pajak pada transaksi valuta asing untuk mengendalikan volatilitas pasar valuta asing.
Tobin tax dilihat sebagai cara yang baik untuk meningkatkan pendapatan bagi perkembangan ekonomi dan sosial (Young, 2014). Secara teori, tobin tax dapat mencegah spekulasi dengan membuat adanya pungutan yang dilakukan dalam perdagangan di pasar valuta asing.
Oleh karena itu, dampak volume aliran modal jangka pendek yang bersifat spekulatif dan tidak stabil akan menurun serta stabilitas nilai tukar akan meningkat (Spahn, 1996). Meski secara teori pengenaan tobin tax baik untuk menjaga volatilitas, tetapi dalam penerapannya masih terjadi pro dan kontra.
Dari sisi yang pro, Mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri misalnya, melihat implementasi tobin tax dapat menghambat arus modal keluar dengan tarif 0,1%-0,5% untuk transaksi saham, obligasi, dan aset finansial asing lain saat keluar dari negara bersangkutan (Djufri, 2018).
Sementara itu, menurut Menkeu Sri Mulyani, tobin tax cocok dengan kondisi perekonomian saat ini karena kebijakan moneter global menciptakan tren keluarnya arus modal asing dari emerging market, termasuk Indonesia. Aksi tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian terhadap perekonomian.
Oleh karena itu, konsep kebijakan tobin tax ini perlu dirancang, dengan tujuan untuk mengendalikan arus modal asing jangka pendek yang masuk melalui instrumen portofolio di pasar uang, pasar modal, dan pasar surat utang.
Namun, dari sisi yang kontra menganggap perlu desain kebijakan tobin tax yang adil sehingga penanaman modal di Indonesia tidak terganggu. Dengan demikian, pemerintah dapat memperoleh penerimaan negara tanpa menganggu iklim investasi yang dibutuhkan saat ini (Ambarwati, 2019).
Selain itu, tobin tax ini belum seluruhnya diterapkan secara global. Jika ingin tobin tax efektif, pajak ini harus diterapkan universal (OECD, 2002). Jika tidak, investor cenderung mengalihkan dananya ke negara yang tidak menerapkan tobin tax untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Insentif Tobin Tax
PENGENAAN tobin tax dikhawatirkan akan menurunkan arus modal yang masuk ke Indonesia. Apalagi saat ini Indonesia sedang dalam tahap pembangunan perekonomian, terutama di sektor infrastruktur sehingga membutuhkan dana yang banyak dari modal asing ataupun domestik.
Namun, kondisi pasar keuangan domestik masih didominasi investor asing sehingga usulan insentif tobin tax atau reverse tobin tax menjadi alternatif kebijakan yang dapat dijadikan pertimbangan pemerintah untuk mengendalikan arus modal dan stabilitas nilai tukar di Indonesia.
Insentif tobin tax merupakan insentif dalam pengenaan pajak atas transaksi mata uang asing, khususnya dalam transaksi jangka pendek yang rentan spekulasi. Tujuan insentif tobin tax adalah untuk menjaga modal asing mengendap lebih lama sehingga perekonomian Indonesia lebih stabil.
Paradigma yang digunakan adalah insentif tobin tax dapat diberikan kepada para investor yang menanam modalnya dalam jangka panjang, bukan penetapan penalti jangka pendek yang dibebankan kepada investor.
Kristiaji dalam The Jakarta Post (2019) menyatakan tobin tax dapat menimbulkan risiko karena pajak ini akan menciptakan ketakutan di kalangan investor bahwa mereka tidak dapat memindahkan dana mereka secara bebas, dan pada akhirnya memengaruhi aliran modal asing yang masuk ke Indonesia.
Penerapan insentif tobin tax seharusnya digabungkan dengan beberapa kebijakan pemerintah lain untuk memberikan kepercayaan kepada investor agar tetap menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi, percobaan, dan riset akademis lebih lanjut.
Selain itu, diperlukan kajian lebih mendalam tentang bentuk arus modal yang seharusnya agar lebih efektif meredam dampak dan gejolak perekonomian. Dengan demikian, setiap kebijakan yang diambil akan secara sinergis mendorong perekonomian suatu negara.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.