Pemaparan pembicara dalam Webinar dengan tema ‘Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia’ yang digelar oleh DDTC Academy, Senin (04/05/2020).
JAKARTA, DDTCNews—Pengenaan pajak penghasilan (PPh) bersifat final dalam jangka panjang dinilai kurang ideal karena membuka peluang perencanaan pajak yang agresif dan menggerus kepatuhan wajib pajak secara sukarela.
Hal itu disampaikan Senior Researcher DDTC Fiscal Research Awwaliatul Mukarromah saat mengupas hasil laporan bertajuk ‘Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia’ dalam webinar yang digelar DDTC Academy, sore ini. Unduh working paper di sini.
Hadir pula dalam acara webinar itu Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji. Adapun acara yang berlangsung kurang lebih satu jam ini dihadiri lebih dari 300 orang.
Awwaliatul Mukarromah atau yang biasa disapa Awwa ini mengatakan pungutan PPh final memberikan banyak manfaat bagi otoritas karena pungutan yang sederhana dan realisasi penerimaan yang cenderung stabil.
Pengenaan PPh dengan skema final juga bertujuan untuk menjangkau pelaku usaha untuk masuk dalam sistem administrasi pajak. Meski begitu, pemangku kepentingan perlu berpikir ulang untuk menerapkan PPh final dalam jangka panjang.
“Insentif PPh final secara terus-menerus bisa jadi menimbulkan suatu perencanaan pajak. Wajib pajak pun juga akan berusaha menjaga penghasilannya dibawah ambang batas agar dapat memanfaatkan PPh Final terus menerus,” tutur Awwa, Senin (4/5/2020).
Dalam data DJP yang dikumpulkan DDTC Fiscal Research, tren penerimaan pajak final terus meningkat sejak 2014 sampai dengan 2019. Pada 2019, setoran pajak final tercatat Rp179,5 triliun naik 47% dari realisasi 2014 sebesar Rp122,1 triliun.
Sementara itu, Bawono Kristiaji menilai penggunaan PPh Final sebenarnya tidak lagi relevan dengan perkembangan yang ada saat ini. Misal, pelaporan pajak kini sudah online, atau masyarakat juga terbilang lebih melek pajak ketimbang 1990-an.
“Namun, jika kondisi kita masih terbatas dalam memperoleh informasi [dalam kepentingan perpajakan], saya pikir [PPh Final] masih dibutuhkan,” tuturnya.
Di luar butuh atau tidaknya PPh Final, Bawono mengusulkan PPh Final untuk diatur terlebih dahulu dalam undang-undang. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan atau perluasan PPh Final dapat termonitor secara baik.
Apabila sudah diatur dalam undang-undang, lanjutnya, perluasan atau pembatasan PPh Final dapat dibahas bersama DPR, sehingga mengetahui secara jelas manfaat dan kerugian dari perluasan dan/atau pembatasan PPh Final. (rig)