JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (26/7) kabar datang dari pemerintah yang berjanji untuk segera mengintensifkan sosialisasi menyeluruh terhadap tata laksana Perppu Nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Perpajakan setelah Disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang (UU).
DPR meminta agar sosialisasi dilakukan ke dalam hingga ke seluruh jajaran staf di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak supaya tidak serta merta lantaran telah disahkannya Perppu menjadi UU. Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan untuk menuntaskan seluruh perangkat aturan yang dibutuhkan untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan baik data maupun sistem.
Dia juga menyebutkan, Kemenkeu juga akan melihat kesesuaian dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang kini masih berada di DPR. Poin krusialnya yaitu menutup potensi penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak.
Berita lainnya mengenai realisasi penerimaan PPh 21 yang menurun jika dibandingkan dengan periode yang di tahun sebelumnya dan pemerintah yang akan mengejar pajak orang pribadi untuk mengatasi penerimaan yang rendah. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Ditjen Pajak mencatat realisasi penerimaan pajak dari wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) untuk PPh 21 pada semester I-2017 mencapai Rp55,6 triliun. Jumlah tersebut turun 4,43% dibandingkan realisasi semester I-2016 yang sebesar Rp58,2 triliun. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak Yon Arsal mengatakan penurunan penerimaan PPh 21 ini lantaran PTKP yang berlaku di semester ini naik menjadi Rp54 juta per tahun. Penurunan penerimaan PPh 21 ini yang kemudian menjadi alasan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi untuk mengkaji kembali kebijakan PTKP.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan kemajuan suatu negara bergantung dari sumbangan pajak pribadi warganya. Hal itu yang menjadi alasan pemerintah gencar mengejar kepatuhan wajib pajak (WP) pribadi, salah satunya melalui aturan keterbukaan informasi keuangan. Darmin menjelaskan, jika dibandingkan dengan negara lain, total penerimaan negara yang berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) pribadi masih sangat rendah. Padahal, Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.
Para pengusaha meminta pemerintah mempertimbangkan usulan penurunan pajak setelah gencar melakukan reformasi pajak sejak 2015. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, pemerintah bisa mempertimbangkan penurunan tarif beberapa pajak, khususnya bagi pajak penghasilan (PPh). Hariyadi menjelaskan penurunan tarif PPh diperlukan karena risiko untuk tidak patuh pajak lebih kecil dibandingkan jenis pajak lainnya. Di sisi lain, jumlah peserta wajib pajak (WP) bisa didongkrak lewat cara ini.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan tengah menyelesaikan skema insentif pajak untuk program kendaraan emisi rendah atau low carbon emission vehicle (LCEV). Langkah ini sebagai salah satu komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi sebesar 29% pada tahun 2030. Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan menjelaskan pemerintah perlu mengkaji kembali struktur perpajakan kendaraan yang saat ini berlaku untuk menarik minat industri otomotif di Indonesia memproduksi mobil listrik.
Setelah Automatic Exchange of Information (AEoI), OECD akan mengadakan asesmen putaran kedua. OECD akan meminta beberapa negara untuk mengidentifikasi beneficial ownership dari semua entitas, perusahaan, lembaga dan lain-lain. Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan asesmen ini berbeda dengan AEoI yang akan dilaksanakan oleh Indonesia September 2018 mendatang. Menurut John, asesmen untuk beneficial ownership requirements merupakan elemen tambahan yang akan di dalami oleh Komunitas Internasional yaitu Global Forum on Transparancy and Exchange of Information. (Amu)