PERSPEKTIF

Perlindungan bagi Pembeli dalam Sistem Pemungutan PPN

Senin, 23 April 2018 | 11:11 WIB
Perlindungan bagi Pembeli dalam Sistem Pemungutan PPN
Danny Septriadi,
Senior Partner DDTC

SISTEM pemungutan PPN menempatkan Pengusaha Kena Pajak(PKP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) atau disebut penjual adalah pihak yang dibebani kewajiban kenegaraan untuk memungut dan menyetor PPN yang kurang dibayar ke kas negara. Apabila pihak yang menerima BKP atau JKP atau disebut pembeli adalah juga PKP maka pembeli berhak mengkreditkan PPN yang dipungut oleh penjual.

Sebagai bukti pemungutan yang sah, penjual berkewajiban menerbitkan dan memberikan faktur pajak kepada pembeli. Jika penjual tidak menerbitkan faktur pajak, maka negara akan “mengejar” penjual sebagai pihak yang berkewajiban memungut dan menyetor PPN yang terutang.

Kewajiban pembeli untuk membayar PPN yang terutang timbul jika penjual, mewakili negara, menerbitkan faktur pajak untuk menagih PPN yang terutang kepada pembeli. Pembeli menanggung pembayaran PPN jika dan hanya jika pembeli menerima faktur pajak yang diterbikan oleh penjual. Pembeli tidak bertanggungjawab untuk membayar PPN jika penjual tidak memungut PPN dan penjual tidak menerbitkan faktur pajak.

Demikian juga jika penjual telah memungut PPN dari pembeli tetapi Penjual tidak menyetornya ke kas negara, maka tidak ada kewajiban lagi bagi pembeli untuk bertanggung jawab membayar lagi PPN yang sudah dibayarkannya kepada penjual.

Lantas, jika penjual tidak memungut PPN dan tidak menerbitkan faktur pajak dan juga telah “berhasil” dikejar oleh negara, apakah penjual dapat meminta ganti rugi kepada pembeli terkait PPN yang terutang yang ditagih negara kepada penjual?

Kekeliruan dalam memahami sistem pemungutan PPN bisa mengakibatkan pengenaan ganti rugi pajak yang tidak seharusnya. Dasar permintaan "ganti rugi" itu seringkali berasal dari pokok pajak beserta sanksi administrasi yang ditagih negara kepada penjual, yang kemudian “ditagih” oleh penjual kepada pembeli meskipun itu murni karena kelalaian penjual memungut pajak pada saat transaksi dilakukan.

"Kerugian" itu juga dimaksudkan oleh penjual untuk menutup pengeluaran-pengeluaran penjual terkait pajak yang ditagih negara kepadanya dan kerugian imateriil yang dibebankannya kepada pembeli.

Kekeliruan pemahaman mengenai dasar pertimbangan legal yuridis dari hak dan kewajiban penjual dan pembeli dalam pemungutan PPN dapat mengakibatkan ketidaktepatan dalam penerapan pemungutannya dan dapat menciderai rasa keadilan dalam masyarakat. Pemahaman dasar atas pertimbangan legal yuridis tersebut bisa menciptakan permasalahan perdata yang semestinya tidak perlu terjadi jika Penjual telah memahami sebelumnya peraturan perundang-undangan PPN yang membebankan kepadanya kewajiban untuk memungut PPN atas penjualan barang/jasa kena pajak yang dilakukannya.

Kekeliruan dalam memahami prinsip dasar pemungutan PPN bisa memunculkan sanksi ataupun ganti rugi yang tidak seharusnya dan seringkali berlanjut menjadi sengketa pada ranah perdata diantara penjual dan pembeli dan/atau pihak ketiga lainnya. Kekeliruan itu akan terus berlanjut jika putusan Lembaga peradilan perdata memuat dasar pertimbangan yang juga keliru terkait sistem pemungutan PPN.

Adopsi Prinsip Perlindungan bagi Pembeli dalam UU PPN

Mengutip pendapat Pato (2014), penjual merupakan agen negara dalam memungut PPN. Karena itu, negara akan menagih hak negara dari penjual atas PPN yang terutang dari penyerahan yang dilakukan penjual. Schenk dan Oldman (2007) menjelaskan bahwa faktur pajak merupakan bukti pemungutan PPN atau bukti bahwa Penjual telah menjalankan kewajibannya memungut PPN.

Bagi pembeli, faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang sah atau bukti pemungutan pajak yang sebagaimana mestinya, yaitu menjadi dasar bagi pembeli untuk membayar PPN kepada penjual dan untuk mengkreditkan PPN yang terutang dalam faktur pajak tersebut.

Dalam aturan perundang-undangan PPN di Indonesia, tidak terdapat aturan yang menjadi dasar bagi penjual untuk meminta ganti rugi kepada pembeli jika penjual tidak memungut PPN dan tidak menerbitkan faktur pajak. Malah sebaliknya, peraturan perundang-undangan PPN memberikan jaminan perlindungan bagi pembeli terkait bukti pemungutan PPN dengan menggunakan parameter berupa keberadaan faktur pajak yang diterbitkan secara sah atau sebagaimana mestinya.

Ketiadaan faktur pajak yang seharusnya menjadi dasar bagi klaim permintaan ganti rugi bisa menjadi pertimbangan utama untuk menerapkan prinsip jaminan perlindungan pembeli dari permintaan ganti rugi yang tidak seharusnya, mengingat permintaan ganti rugi tidak didasarkan pada sistem pemungutan PPN yang sebagaimana mestinya, yaitu berdasarkan bukti adanya faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN yang sah dan sebagaimana mestinya.

Ketentuan peraturan perundang-undangan PPN menjamin perlindungan pembeli terkait dengan penerbitan faktur pajak sebagai bukti pungutan PPN yang sah dan sebagaimana mestinya. Prinsip perlindungan bagi pembeli ini dinyatakan dalam UU PPN.

Yaitu, (i) Penjelasan Pasal 14 UU PPN, di mana prinsip perlindungan bagi pembeli ini dikaitkan dengan pemungutan pajak yang tidak sebagaimana mestinya oleh bukan pengusaha kena pajak; (ii) Penjelasan Pasal 19 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, terkait dengan perlindungan bagi pembeli atas faktur pajak yang tidak sah karena diterbitkan lebih dari 3 (tiga) bulan sejak seharusnya diterbitkan; (iii) Pasal 16F UU PPN mengatur bahwa pembeli tidak bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran PPN jika PPN yang terutang dapat ditagih kepada Penjual.

Kewajiban pembayaran PPN ke kas negara adalah kewajiban penjual dan, untuk itu, negara dapat memeriksa kewajiban PPN penjual untuk memastikan kebenaran pemungutan dan pembayaran PPN yang dilakukan penjual. Jika ditemukan ketidakbenaran dalam pemungutan PPN di sisi penjual, misalnya penjual tidak memungut PPN atau tidak menerbitkan faktur pajak, maka negara menagih kekurangan pajak yang timbul dari ketidakbenaran perbuatan penjual tersebut kepada penjual, bukan kepada pembeli.

Surat Ketetapan Pajak(SKP) yang diterbitkan kepada penjual sepatutnya dimaknai sebagai dasar negara untuk melakukan penagihan kepada penjual dan bukan merupakan dasar justifikasi bagi penjual untuk menagih PPN kepada pembeli. Dengan demikian, jika penjual tidak melaksanakan kewajibannya sebagai agen negara dalam pemungutan PPN, maka tidak seharusnya pembeli dimintai ganti rugi untuk menanggung biaya-biaya akibat dari kelalaian penjual memungut PPN.

Penutup

Kewajiban pembeli untuk membayar PPN harus dilihat bersamaan dan secara seimbang dengan kewajiban Penjual untuk menerbitkan faktur pajak. Hal itu dikarenakan pihak yang hendak dilindungi dari aturan penetapan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN yang sah dalam UU PPN adalah wajib pajak pembeli.

Dari ketiga aturan perundang-undangan PPN yang mengatur tentang perlindungan bagi pembeli dari pemungutan PPN yang tidak sebagaimana mestinya menunjukkan tentang pentingnya faktur pajak sebagai bukti pemungutan pajak yang sah untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak sebagaimana mestinya. Pembeli hanya bertanggung jawab atas pembayaran PPN jika penjual menerbitkan faktur pajak.

Dalam hal penjual tidak menerbitkan faktur pajak, maka pembeli bertanggungjawab atas pembayaran PPN jika PPN yang terutang tidak dapat ditagih negara kepada penjual. Dengan demikian, klaim ganti rugi tanpa adanya faktur pajak yang sebagaimana mestinya adalah klaim ganti rugi yang tidak sebagaimana mestinya.

SKP bukan merupakan dasar bagi klaim ganti rugi bagi penjual untuk memungut PPN atas transaksi yang sebelumnya tidak dipungut PPN nya oleh penjual. Dalam pemungutan PPN, penerbitan SKP kepada penjual adalah untuk menagih kekurangan pembayaran PPN kepada pihak penjual yang memiliki kewajiban untuk memungut dan menyetor PPN yang terutang sebagaimana mestinya.

UU PPN hanya memperbolehkan penjual untuk meminta pembeli membayar PPN kepada penjual apabila penjual menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN yang sah. Dengan begitu, sistem pemungutan PPN tidak membenarkan Penjual untuk meminta ganti rugi kepada pembeli dengan menggunakan SKP sebagai dasar untuk meminta pembeli membayar ganti rugi PPN. Karena, klaim ganti rugi tersebut bukan berdasarkan bukti pemungutan PPN yang sah dan klaim ganti rugi didasarkan oleh kelalaian penjual dalam melaksanakan kewajiban PPN sebagaimana mestinya.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN