KEBIJAKAN CUKAI

Penerimaan Cukai Kontraksi, Perubahan Pola Konsumsi Rokok Diwaspadai

Dian Kurniati
Jumat, 09 Juni 2023 | 09.00 WIB
Penerimaan Cukai Kontraksi, Perubahan Pola Konsumsi Rokok Diwaspadai

Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Kemenkeu Sarno.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah terus mewaspadai tren perpindahan konsumsi rokok dari yang berharga mahal ke rokok yang lebih murah sebagai dampak dari kenaikan tarif cukai. Alasannya, fenomena ini berdampak langsung terhadap penerimaan cukai hasil tembakau (CHT).

Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Kemenkeu Sarno mengatakan tren perpindahan konsumsi rokok dapat diamati dari data pemesanan pita cukai dan produksinya oleh industri. Konsumsi rokok golongan I yang dikenakan cukai tinggi mengalami tren penurunan, sedangkan rokok golongan II dan III yang cukainya murah justru meningkat.

"Kita berharap tren penurunan ini tidak terus berlanjut.  Ini terus kita waspadai dan cek terus secara bulanan," katanya dalam sebuah webinar, dikutip pada Jumat (9/6/2023).

Sarno mengatakan realisasi CHT hingga April 2023 tercatat senilai Rp72,35 triliun atau terkontraksi 5,16%. Realisasi tersebut setara 31,11% dari target Rp232,59 triliun.

Menurutnya, kontraksi ini disebabkan oleh penurunan pemesanan pita cukai yang dipengaruhi pola bulanan penerimaan CHT yang cenderung fluktuatif, terutama pada awal tahun. Meski demikian, penerimaan tersebut diharapkan kembali tumbuh sejalan dengan peningkatan tarif CHT.

Di sisi lain, produksi rokok juga diproyeksikan mengalami penurunan sebesar 2,8% pada tahun ini, sejalan dengan tujuan pengendalian konsumsi.

Dia menjelaskan tren perpindahan konsumsi rokok dari yang berharga mahal ke rokok yang lebih murah sebetulnya telah terjadi sejak 4 tahun terakhir. Penurunan produksi agregat rokok utamanya disumbang oleh penurunan pangsa produksi sigaret kretek mesin (SKM) I, yang tersisa 148,2 miliar batang pada 2022 atau 46%.

Penurunan produksi SKM I terjadi sangat drastis lantaran produksi rokok golongan ini pernah menyentuh 221,4 miliar batang pada 2019 atau 62%.

Sebaliknya, produksi SKM II dan SKT III justru naik masing-masing sebesar 31% dan 122% selama periode 2019-2022. Kenaikan ini dapat disebabkan oleh makin lebarnya selisih tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) dengan golongan I.

"Selama ini kita menganggap bahwa SKM I angsa emas penerimaan, tetapi ketika dia bergeser otomatis impact-nya ke penerimaan kita," ujarnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.