Ilustrasi,
JAKARTA, DDTCNews - Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak (PKP). Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi.
Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh, besarnya PKP ditentukan berdasarkan pada penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M), termasuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan sejumlah syarat.
“Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang wajib pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir,” bunyi penggalan Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh.
Ada 3 syarat agar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung PKP. Pertama, piutang telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial. Kedua, wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP.
Ketiga, piutang tersebut:
“Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya,” bunyi penggalan Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh.
Adapun syarat pada poin ketiga tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil dan debitur kecil lainnya.
Pascaterbitnya UU HPP yang merevisi sejumlah pasal UU PPh, pemerintah juga telah menerbitkan PP 55/2022. Ketentuan mengenai pembebanan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih juga telah masuk dalam Pasal 19 PP 55/2022.
Adapun sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) PP 55/2022, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebanan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).
Kendati demikian, hingga saat ini, PMK yang berlaku dan memuat ketentuan dapat dikurangkannya piutang nyata-nyata tidak dapat ditagih dari penghasilan bruto adalah PMK 105/2009 s.t.d.t.d PMK 207/2015. (kaw)