BERITA PAJAK HARI INI

Pajak Natura 2022 Belum Dipotong Pemberi Kerja? Hitung & Bayar Sendiri

Redaksi DDTCNews | Jumat, 23 Desember 2022 | 08:32 WIB
Pajak Natura 2022 Belum Dipotong Pemberi Kerja? Hitung & Bayar Sendiri

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – PP 55/2022, aturan turunan UU Pajak Penghasilan (PPh) s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), memuat ketentuan pengenaan pajak atas natura. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (23/12/2022).

Perlakuan perpajakan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan diatur dalam Bab VI, Pasal 23—31 PP 55/2022. Kendati demikian, pada Pasal 73 PP 55/2022 memuat ketentuan tambahan terkait dengan perlakuan perpajakan atas natura tersebut.

“Pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,” bunyi Pasal 30 PP 55/2022, dikutip pada Kamis (22/12/2022).

Baca Juga:
Dokumen Ini Perlu Dilampirkan saat Ungkap Ketidakbenaran Pengisian SPT

Sesuai dengan Pasal 73, ketentuan perlakuan perpajakan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan (Pasal 23—29) berlaku sebagai berikut:

  • bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menyelenggarakan pembukuan tahun buku 2022 dimulai sebelum 1 Januari 2022, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022; dan
  • bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menyelenggarakan pembukuan tahun buku 2022 dimulai 1 Januari 2022 atau setelahnya, mulai berlaku pada saat tahun buku 2022 dimaksud dimulai.

Kemudian, PP 55/2022 juga ketentuan pemotongan PPh bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan serta pelaporan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) PPh bagi penerima penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.

Dalam Pasal 73 ayat (2) disebutkan kewajiban melakukan pemotongan PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 mulai berlaku untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2023.

Baca Juga:
Moeldoko: Insentif Mobil Hybrid Bisa Hambat Industri Mobil Listrik

Kendati demikian, atas atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sejak 1 Januari 2022—31 Desember 2022 atau awal tahun buku 2022 sampai dengan 31 Desember 2022 yang belum dilakukan pemotongan PPh oleh pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan, PPh yang terutang wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan oleh penerima dalam SPT PPh tahun pajak 2022.

Mengutip pada bagian Penjelasan Pasal 73 ayat (2) PP 55/2022, ketentuan penghitungan dan pembayaran sendiri PPh terutang diambil untuk memberikan kemudahan administrasi bagi pemberi dan penerima penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.

“Perlu diberikan waktu kepada pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan … sebagai pemotong PPh untuk menyiapkan atau menyesuaikan sistem pemotongan PPh agar dapat melaksanakan kewajiban pemotongan dengan baik,” bunyi penggalan Penjelasan Pasal 73 ayat (2).

Baca Juga:
Apa Itu Akuntan Publik?

Selain mengenai perlakuan perpajakan atas natura dalam PP 55/2022, ada pula ulasan terkait dengan rencana Ditjen Pajak (DJP) menerbitkan aturan teknis mengenai sertifikat elektronik dan kode otorisasi DJP berdasarkan PMK 63/2021.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Natura dan Kenikmatan yang Bukan Objek PPh

Sesuai dengan Pasal 24 PP 55/2022, natura dan/atau kenikmatan yang bukan objek PPh antara lain makanan dan minuman bagi pegawai, natura dan kenikmatan di daerah tertentu, natura dan kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan kerja, natura dan kenikmatan yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes, serta natura dan kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu.

Makanan dan minuman bagi pegawai yang dimaksud antara lain makanan dan minuman yang disediakan untuk pegawai di tempat kerja; kupon makanan dan minuman untuk pegawai pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya; serta bahan makanan dan minuman dengan batasan tertentu.

Baca Juga:
Ajukan Restitusi, WP yang Penuhi Syarat Ini Diperiksa di Kantor Pajak

Sementara itu, natura dan/atau kenikmatan di daerah tertentu antara lain sarana prasarana untuk pegawai dan keluarganya dalam bentuk tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, peribadatan, pengangkutan, dan olahraga selain golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olah raga otomotif.

Selanjutnya, natura dan/atau kenikmatan untuk pelaksanaan pekerjaan adalah natura sehubungan dengan persyaratan keamanan, kesehatan, dan keselamatan pegawai yang diwajibkan oleh K/L berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kementerian Keuangan masih akan mengatur lebih lanjut tentang natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu yang dikecualikan dari objek pajak melalui peraturan menteri keuangan (PMK). (DDTCNews)

Baca Juga:
Soal Pemeriksaan dan Sengketa, Dirjen Pajak Inginkan Ini ke Depan

Mulai 1 Januari 2023, penandatanganan secara elektronik atas bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi menggunakan sertifikat elektronik (sertel) atau kode otorisasi DJP milik wajib pajak/wakil wajib pajak atau kuasa wajib pajak.

Penggunaan Sertel Setelah 31 Desember 2022

Berdasarkan pada Pasal 14 PER-24/2021, saat ini, sertel pemotong/pemungut PPh yang dikeluarkan DJP sebagaimana diatur dalam PMK 147/2017 masih dapat digunakan untuk melakukan tanda tangan elektronik sampai dengan paling lambat tanggal 31 Desember 2022.

Dengan demikian, setelah 31 Desember 2022 berlaku ketentuan pada Pasal 9 ayat (3) PER-24/2021. Sesuai dengan pasal tersebut, penandatanganan secara elektronik dilakukan dengan sertel atau kode otorisasi DJP milik wajib pajak/wakil wajib pajak atau kuasa wajib pajak.

Baca Juga:
PPh Final Sewa Tanah/Bangunan Dipotong Penyewa? Begini Aturannya

Sesuai dengan Pasal 9 ayat (4), wajib pajak/wakil wajib pajak atau kuasa wajib pajak yang belum memiliki atau sudah memiliki sertel/kode otorisasi DJP dengan masa berlaku yang telah berakhir, harus mengajukan permohonan penerbitan.

"Perihal implementasi lebih lanjut (tata cara penggunaan, permohonan dan/atau perpanjangan) sertifikat elektronik dan kode otorisasi DJP setelah 31 Desember 2022 nanti, mohon kesediaannya menunggu aturan pelaksanaannya terlebih dahulu,” cuit contact center DJP, Kring Pajak, melalui Twitter. (DDTCNews)

Suku Bunga Acuan BI

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) bulan ini, BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) kembali dinaikkansebesar 25 bps dari 5,25% menjadi 5,5%. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan suku bunga acuan kembali dinaikkan untuk terus menekan ekspektasi inflasi.

Baca Juga:
WP Meninggal Tak Tinggalkan Warisan, Hapus NPWP Bisa Diajukan Keluarga

"Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur tersebut sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3%±1%," ujar Perry. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

Penyerahan BKP Jaminan Pembiayaan Syariah

PP 44/2022 menegaskan penyerahan barang kena pajak (BKP) sebagai jaminan dalam skema pembiayaan syariah tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP. Merujuk pada Pasal 12 ayat (2) PP 44/2022, penyerahan tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP sepanjang BKP yang tersebut nantinya dikembalikan kepada pihak yang melakukan penyerahan.

"Penyerahan BKP dalam skema transaksi pembiayaan syariah antara lain penyerahan BKP dalam rangka penerbitan sukuk, termasuk penyerahan BKP ke dan dari perusahaan penerbit sukuk," bunyi ayat penjelas dari Pasal 12 ayat (2) PP 44/2022.

Baca Juga:
7 Tarif Pajak Daerah Terbaru yang Menjadi Wewenang Pemprov Jawa Tengah

BKP yang diserahkan dalam rangka penerbitan sukuk merupakan aset sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal syariah. (DDTCNews)

Aduan Penipuan Mengatasnamakan Petugas Bea Cukai

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mencatat jumlah aduan mengenai penipuan yang mengatasnamakan petugas Bea dan Cukai terus meningkat.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Hatta Wardhana mengatakan aduan penipuan yang mengatasnamakan petugas sudah mencapai 6.958 kasus hingga November 2022. Menurutnya, masyarakat perlu lebih waspada agar terhindar dari modus penipuan.

"Hampir 7.000 aduan kasus penipuan yang kami terima melalui saluran pengaturan di contact center, @beacukaiRI, dan unit vertikal," katanya. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 06 Mei 2024 | 17:19 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Moeldoko: Insentif Mobil Hybrid Bisa Hambat Industri Mobil Listrik

Senin, 06 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Akuntan Publik?

Senin, 06 Mei 2024 | 16:00 WIB PEMERIKSAAN PAJAK

Ajukan Restitusi, WP yang Penuhi Syarat Ini Diperiksa di Kantor Pajak

BERITA PILIHAN
Senin, 06 Mei 2024 | 17:19 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Moeldoko: Insentif Mobil Hybrid Bisa Hambat Industri Mobil Listrik

Senin, 06 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Akuntan Publik?

Senin, 06 Mei 2024 | 16:38 WIB KINERJA EKONOMI KUARTAL I/2024

Data BPS: Pengeluaran Pemerintah dan LNPRT Tumbuh Double Digit

Senin, 06 Mei 2024 | 16:15 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC: Pekerja Migran yang Paham Aturan, Bawa Barang Bakal Lancar

Senin, 06 Mei 2024 | 16:00 WIB PEMERIKSAAN PAJAK

Ajukan Restitusi, WP yang Penuhi Syarat Ini Diperiksa di Kantor Pajak

Senin, 06 Mei 2024 | 14:45 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Tingkat Pengangguran Turun ke 4,82%, Pekerja Informal Masih Dominan

Senin, 06 Mei 2024 | 14:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Wamenkeu Harap Investasi Makin Meningkat

Senin, 06 Mei 2024 | 14:00 WIB LITERASI KRIPTO

Aset Kripto Berisiko Tinggi, Investor Harus Teredukasi