KEBIJAKAN PAJAK

Optimalisasi Pajak Sebaiknya Menyasar WP yang Raup Abnormal Profit

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 21 Agustus 2021 | 18:15 WIB
Optimalisasi Pajak Sebaiknya Menyasar WP yang Raup Abnormal Profit

Slide yang dipaparkan Senior Partner DDTC Danny Septriadi dalam webinar bertajuk Retaining Economic Stability Through Taxation Policy in New Normal Era yang diselenggarakan FEB Universitas Indonesia, Sabtu (21/8/2021).

JAKARTA, DDTCNews - Desain kebijakan perpajakan pada masa pandemi Covid-19 dinilai dapat turut menentukan seberapa cepat proses pemulihan ekonomi nasional.

Senior Partner DDTC Danny Septriadi mengatakan pemerintah saat ini dihadapkan pada tantangan untuk memenuhi kebutuhan pemberian stimulus atau insentif pajak dengan anggaran yang terbatas.

"Pandemi belum usai dan pemulihan ekonomi masih membutuhkan stimulus di tengah terbatasnya daya tahan anggaran pemerintah. Jadi perlu balancing siapa yang berhak mendapatkan stimulus dan mana yang tidak berhak mendapatkan," katanya, Sabtu (21/8/2021).

Baca Juga:
Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Dalam webinar bertajuk Retaining Economic Stability Through Taxation Policy in New Normal Era, Danny menjelaskan upaya menyeimbangkan optimalisasi penerimaan dan pemberian relaksasi memerlukan strategi khusus.

Menurutnya, optimalisasi penerimaan pada situasi pandemi diarahkan hanya kepada pelaku usaha yang meraup keuntungan besar. Optimalisasi sektor usaha yang mendapatkan extraordinary profit atau high abnormal profit tersebut juga merupakan bentuk kebijakan yang serupa dengan pungutan pajak solidaritas atau gotong royong.

"Wujud solidaritas dengan optimalisasi penerimaan untuk mencegah praktik spekulatif dan yang mendapatkan high abnormal profit," ujarnya.

Baca Juga:
PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Selanjutnya, sambung Danny, insentif juga perlu diberikan selektif atau hanya untuk sektor usaha tertentu yang masih terdampak pandemi dengan rentang waktu yang jelas dan bersifat sementara.

Untuk industri yang terdampak pandemi, permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan pembebasan PPh Pasal 22 impor diharapkan bisa dipermudah. Menurutnya, pengusaha saat ini membutuhkan cash flow untuk operasional perusahaan dan membayar gaji karyawan demi mencegah PHK.

Selain itu, Danny menilai kepastian bagi wajib pajak juga menjadi aspek penting agar insentif dapat berjalan optimal bagi pemulihan kegiatan usaha. Simak, "Pakar: Kepastian Hukum dalam Sistem Pajak Harus Jadi Prioritas"

Baca Juga:
Pilar 1 Tak Kunjung Dilaksanakan, Kanada Bersiap Kenakan Pajak Digital

Apabila tidak ada kepastian maka kesinambungan penerimaan bisa terganggu. Setidaknya terdapat lima pertimbangan yang perlu diperhatikan otoritas dalam melakukan optimalisasi penerimaan pada situasi pandemi.

Pertama, partisipasi perumusan kebijakan dan desain hukum yang jelas dan sederhana. Kedua, upaya mengumpulkan penerimaan pajak dilakukan dengan sasaran yang jelas dan tidak semata-mata untuk mencapai target.

Ketiga, menghindari penumpukan sengketa yang berakhir di pengadilan pajak. Artinya, otoritas perlu memikirkan skema alternatif penyelesaian sengketa. Keempat, optimalisasi penerimaan melalui cooperative compliance. Kelima, penguatan kapasitas pengadilan pajak dan komite pengawas pajak.

Baca Juga:
Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

"Dengan cooperative compliance, tentu harapannya wajib pajak dan DJP bisa saling trust sehingga sengketa bisa berkurang. Kapasitas pengadilan pajak juga perlu diperkuat dengan penambahan jumlah hakim," tutur Danny.

Selain itu, ia juga berharap RUU KUP dapat merevisi penerapan sanksi keberatan dan banding yang ditolak. Dia menilai ketentuan sanksi tersebut mencederai prinsip proporsionalitas, sekaligus melenceng dari tujuan pemberian sanksi. Simak, "Menimbang Lagi Scare Tactics di UU KUP"

UU Cipta Kerja sebenarnya sempat mengatur ulang ketentuan sanksi pajak tersebut. Namun, evaluasi atas efektivitas sanksi yang masih berlaku tetap perlu dilakukan guna terciptanya sistem sanksi administrasi pajak yang lebih proporsional dan adil. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M