BERITA PAJAK HARI INI

NIK Sebagai NPWP, Wajib Pajak Diminta Lakukan Ini

Redaksi DDTCNews | Selasa, 03 Januari 2023 | 09:03 WIB
NIK Sebagai NPWP, Wajib Pajak Diminta Lakukan Ini

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak orang pribadi diimbau untuk memutakhirkan data secara mandiri terkait dengan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (3/1/2023).

Mengutip informasi dari laman resmi Ditjen Pajak (DJP), wajib pajak orang pribadi didorong memutakhirkan secara mandiri atas data utama paling lambat 31 Maret 2023. Kemudian, pemutakhiran data selain data utama, dapat dilakukan sampai dengan 31 Desember 2023.

“Data profil wajib pajak dalam sistem administrasi DJP yang lama akan dipindahkan untuk selanjutnya digunakan dalam SIAP (sistem inti administrasi perpajakan). Pemindahan atau migrasi data itu hanya dapat dilakukan jika data utama wajib pajak orang pribadi telah berstatus valid,” tulis DJP.

Baca Juga:
Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Menurut DJP, SIAP rencananya akan diimplementasikan secara penuh mulai 1 Januari 2024. Simak pula Fokus bertajuk Digitalisasi Administrasi Pajak, Bukan Hanya Urusan Teknologi.

Adapun data utama yang dimaksud seperti NIK, nama, serta tempat dan tanggal lahir. Sementara data selain data utama antara lain nomor ponsel dan surat elektronik, alamat, klasifikasi lapangan usaha (KLU), dan data anggota keluarga.

DJP mendorong pemutakhiran data karena setelah implementasi penuh SIAP, NPWP lama (15 digit) tidak dapat digunakan lagi. Pemutakiran data secara mandiri itu juga berlaku bagi wanita kawin yang memiliki NPWP tersendiri.

Baca Juga:
Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Ketentuan yang sama juga berlaku untuk pemutakhiran mandiri data wajib pajak badan dan instansi pemerintah. Pemutakhiran data itu dilakukan melalui sistem administrasi DJP yang telah terintegrasi dengan sistem administrasi kependudukan.

Selain mengenai pemutakhiran data secara mandiri, ada pula ulasan terkait dengan instrumen pencegahan penghindaran pajak. Kemudian, ada pula ulasan mengenai tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi pascaberlakunya UU HPP.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Data Tidak Sesuai atau Tidak Ditemukan

DJP telah secara aktif bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil untuk melakukan pemadanan data profil wajib pajak dengan data kependudukan. Namun, sambung DJP, hasil pemadanan tersebut belum dapat menghasilkan status valid seluruhnya atas semua wajib pajak orang pribadi.

Baca Juga:
Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Pasalnya, ada kondisi data utama wajib pajak yang sebelumnya disampaikan saat pendaftaran wajib pajak orang pribadi tidak sesuai atau tidak ditemukan dalam administrasi kependudukan. Oleh karena itu, DJP membutuhkan dukungan wajib pajak untuk memutakhirkan data utama secara mandiri.

“Khususnya wajib pajak orang pribadi yang data utamanya belum valid. Data utama itu seperti NIK, nama, tempat, dan tanggal lahir,” ungkap DJP dalam laman resminya. (DDTCNews)

Pencegahan Penghindaran Pajak

Dirjen pajak dapat menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang dengan berpedoman pada prinsip pengakuan substansi ekonomi di atas bentuk formalnya (substance over form).

Baca Juga:
Otoritas Ini Mulai Pertimbangkan Kembali Program Diskon Cukai Solar

Ketentuan dalam Pasal 32 ayat (4) PP 55/2022 tersebut berlaku jika terdapat praktik penghindaran pajak yang tidak dapat dicegah menggunakan mekanisme yang diatur dalam Pasal 32 ayat (2) peraturan tersebut. Hal ini juga dimuat dalam penjelasan Pasal 18 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

“Jika instrumen pencegahan spesifik tidak dapat digunakan, dirjen pajak dapat menerapkan prinsip substance over form,” jelas Ditjen Pajak (DJP) dalam keterangan resminya. 'Peraturan Baru, Ini Beragam Mekanisme Pencegahan Penghindaran Pajak'. (DDTCNews/Kontan)

Babak Baru Pencegahan Penghindaran Pajak

Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan pengaturan tentang instrumen penghindaran pajak dalam PP 55/2022 pada dasarnya merupakan wujud pendelegasian dari UU HPP.

Baca Juga:
WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Pengaturan tersebut memperlihatkan babak baru gencarnya upaya mencegah praktik penghindaran pajak, khususnya yang berkaitan dengan base erosion and profit shifting. Hal ini terlihat dari instrumen antipenghindaran pajak yang kian beragam, kian kuat, dan lebih detail.

Adanya babak baru tersebut tentu relevan dengan masih tingginya risiko revenue forgone yang ditimbulkan oleh penghindaran pajak. Tax Justice Network (2020) memperkirakan Indonesia kehilangan penerimaan pajak senilai US$4,86 miliar atau sekitar Rp69 triliun tiap tahunnya. (Kontan)

Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Dalam Siaran Pers No. SP-1/2023, DJP mengatakan sejak diterbitkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), aturan mengenai lapisan tarif PPh orang pribadi disesuaikan agar lebih adil dengan berpihak kepada kelompok masyarakat kecil dan menengah.

Baca Juga:
DJPK Minta Pemda Tetapkan Target Pajak Daerah dengan Analisis Tren

Terjadi perubahan rentang penghasilan yang dikenai tarif PPh sebesar 5%. Semula, penghasilan sampai dengan Rp50 juta setahun dikenai tarif 5%. Sekarang, tarif 5% dikenakan untuk rentang penghasilan sampai dengan Rp60 juta setahun.

“Dengan ini kami tegaskan untuk gaji Rp5 juta per bulan (Rp60 juta setahun) tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru. Orang yang masuk kelompok penghasilan ini dari dulu sudah kena pajak dengan tarif 5%,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Neilmaldrin Noor. Simak pula ‘Soal Tarif 5% Pajak Penghasilan Pegawai, Begini Cara Hitungnya’. (DDTCNews/Kontan)

Tarif Bunga Januari 2023

Kementerian Keuangan menetapkan tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga periode 1 Januari 2023 sampai dengan 31 Januari 2023. Penetapan tarif bunga per bulan tersebut diatur dalam KMK No. 68/KM.10/2022.

Baca Juga:
Kumpulkan Data IMB dan TDU, Petugas Pajak Kunjungi Kantor Pemda

Terdapat 5 tarif bunga per bulan untuk sanksi administrasi, yaitu mulai dari 0,58% sampai dengan 2,24%. Kelima tarif tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tarif pada periode Desember 2022. Simak ‘Simak di Sini! Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Januari 2023’. (DDTCNews)

Pakai Sertel Wajib Pajak Badan

Ditjen Pajak (DJP) masih belum menerbitkan ketentuan teknis mengenai penandatanganan dokumen elektronik dan penggunaan sertifikat elektronik (sertel) sesuai dengan PMK 63/2021. Penandatanganan SPT Masa PPh unifikasi masih dapat menggunakan sertel wajib pajak badan.

"Saat ini penandatanganan SPT Unifikasi masih dapat menggunakan sertel wajib pajak badan ya," tulis akun Twitter @kring_pajak menjawab pertanyaan warganet. (DDTCNews)

Baca Juga:
Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT

Solusi 2 Pilar

Jika konsensus atas solusi 2 pilar tercapai, Indonesia siap mengadopsinya dan mengatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK). Hal tersebut sudah diamanatkan dalam PP 55/2022.

Merujuk pada Pasal 53 ayat (1) PP 55/2022, perusahaan multinasional yang memenuhi kriteria tertentu dalam perjanjian atau kesepakatan bakal dianggap memenuhi kewajiban pajak subjektif dan objektif sehingga dikenakan pajak di Indonesia. Perjanjian itu adalah Pilar 1: Unified Approach.

"Ketentuan mengenai pemajakan akibat dari digitalisasi ekonomi berdasarkan perjanjian atau kesepakatan ... diatur dalam peraturan menteri," bunyi Pasal 53 ayat (2) PP 55/2022.

Baca Juga:
Diskon PPh Badan 50% Bisa Dimanfaatkan WP Badan Tanpa Lewat Permohonan

Pada Pasal 54 ayat (1), pemerintah membuka ruang untuk mengenakan pajak minimum global atas grup perusahaan multinasional yang tercakup dalam perjanjian atau kesepakatan. Perjanjian yang dimaksud adalah Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE). (DDTCNews)

Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor

Pemerintah telah menerbitkan PMK 155/2022 yang mengubah ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. Ketentuan mulai berlaku pada 2 Januari 2023.

PMK 155/2022 diterbitkan untuk mengganti ketentuan kepabeanan di bidang ekspor yang sebelumnya termuat dalam PMK 145/2007, PMK 145/2014, dan PMK 21/2019. Revisi aturan dilakukan untuk lebih memberikan kepastian hukum bagi pengguna jasa. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT

Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Kamis, 25 April 2024 | 15:00 WIB KOTA TANGERANG SELATAN

BPHTB Kini Terutang Saat PPJB, Jadi Peluang Peningkatan Penerimaan