Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Meskipun pemerintah sudah menerapkan penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi, hingga saat ini, pembuatan bukti potong pajak masih belum berubah.
Ditjen Pajak (DJP) mengatakan pemadanan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) masih dalam tahapan administrasi. Pembuatan bukti potong pajak masih menggunakan NPWP.
“Untuk pembuatan bukti potong, masih menggunakan NPWP ya. Penggunaan NIK dalam pembuatan bukti potong dalam hal wajib pajak belum memiliki NPWP,” tulis contact center DJP, Kring Pajak, saat merespons pertanyaan warganet di Twitter, dikutip pada Rabu (9/3/2023).
Terkait dengan pemotongan PPh Pasal 21, sambung DJP, NIK dan NPWP wajib pajak yang bersangkutan tetap diisi dalam e-SPT PPh Pasal 21 jika telah dilakukan pemadanan data. Simak ‘NIK dan NPWP Belum Valid Setelah 31 Desember 2023? Ini Risikonya’.
DJP menegaskan apabila hanya mengisi kolom NIK dan tidak mengisi kolom NPWP, bukti potong PPh Pasal 21 tidak dapat tersimpan. Kemudian, jika mengisi kolom NIK dan kolom NPWP dengan 00.000.000.0-000.000 maka akan dikenakan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi, yaitu 20%.
Sebagai informasi kembali, sesuai dengan PMK 112/2022, format baru NPWP ada 3. Pertama, untuk wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk menggunakan NIK. Penduduk adalah warga negara Indonesia (WNI) dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
Kedua, bagi wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP format 16 digit. Ketiga, bagi wajib pajak cabang menggunakan NITKU. Simak ‘Wajib Pajak Perlu Tahu! Begini Ketentuan Format Baru NPWP’.
Sampai dengan 31 Desember 2023, NPWP format baru masih digunakan pada layanan administrasi perpajakan secara terbatas, salah satunya untuk login ke aplikasi pajak.go.id. Mulai 1 Januari 2024, penggunaan NPWP format baru akan efektif diterapkan secara menyeluruh. (kaw)