Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Penyelenggaran pembinaan dan pengawasan profesi konsultan pajak dialihkan mulai Jumat, 9 September 2022. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (7/9/2022).
Berdasarkan pada Pengumuman No. PENG-12/PJ.01/2022 yang diteken Sekretaris Ditjen Pajak (DJP) Peni Hirjanto, peralihan tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan konsultan pajak sesuai dengan PMK 118/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
“Penyelenggaran pembinaan dan pengawasan profesi konsultan pajak dialihkan dari Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak ke Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, Sekretariat Jenderal terhitung mulai tanggal 9 September 2022,” bunyi pengumuman tersebut.
Dalam Pasal 1983 PMK tersebut dinyatakan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) mempunyai tugas mengoordinasikan dan melaksanakan penyiapan rumusan kebijakan, pembinaan, pengembangan dan pengawasan dan pelayanan informasi atas profesi keuangan.
Profesi keuangan yang dimaksud adalah akuntan, akuntan publik, teknisi akuntansi, penilai, penilai publik, aktuaris, dan profesi keuangan lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya PPPK berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri keuangan melalui sekretaris jenderal.
Selain mengenai pengalihan penyelenggaran pembinaan dan pengawasan profesi konsultan pajak, ada pula bahasan terkait dengan kebijakan whitelist dari DJP terhadap sejumlah wajib pajak peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Sesuai dengan Pengumuman No. PENG-12/PJ.01/2022, administrasi pembinaan dan pengawasan konsultan pajak tetap dilaksanakan melalui aplikasi Sistem Informasi Konsultan Pajak (Sikop) dengan perubahan alamat domain yang sebelumnya https://konsultan.pajak.go.id menjadi https://sikop.kemenkeu.go.id.
Korespondensi terkait dengan administrasi pembinaan dan pengawasan konsultan pajak dilakukan melalui PPPK dengan alamat Gedung Djuanda II Lantai 19-20, Jalan Dr. Wahidin Raya Nomor 1, Jakarta, melalui saluran telepon 021-3843237, dan WA 08119552722. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan whitelist merupakan istilah tidak resmi yang digunakan DJP untuk mengidentifikasi wajib pajak yang sudah membayar PPh final PPS pada 30 Juni 2022, tetapi tidak mendapatkan Surat Keterangan PPS.
"Terhadap wajib pajak tersebut diberikan kesempatan untuk menyelesaikan permohonan PPS sampai dengan bulan Agustus 2022," katanya.
Neilmaldrin menjelaskan terdapat beberapa hal yang menyebabkan wajib pajak tidak dapat menyelesaikan permohonan PPS, meski telah membayar PPh final. Simak artikel ‘Ada Wajib Pajak Peserta PPS Masuk Whitelist, Begini Penjelasan DJP’. (DDTCNews)
Penerimaan pajak dan rasio pajak masih sangat ditentukan perkembangan harga komoditas dan kebijakan khusus, seperti PPS. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah terus berupaya menciptakan penerimaan pajak yang lebih stabil. Melalui reformasi pajak, DJP diharapkan memiliki basis penerimaan yang lebih luas dan kuat.
"Sehingga tidak sangat tergantung pada event atau shock yang sifatnya bisa memengaruhi keseluruhan," ujar Sri Mulyani. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut pemerintah daerah (pemda) akan menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial sebesar 2% dari dana transfer umum (DTU). Suahasil mengatakan ketentuan belanja wajib tersebut termuat dalam PMK 134/2022.
“Kami berharap dengan pemberian ini dan juga nanti program yang tepat maka inflasi atau harga-harga produk barang dan jasa tidak naik terlalu cepat. Kenaikan harga BBM juga diharapkan tidak serta merta menaikkan ongkos transportasi di daerah,” tutur Suahasil. (DDTCNews/Kontan)
Pemajakan yang efektif terhadap perusahaan multinasional memerlukan moral pajak yang tinggi. Hal tersebut dibangun lewat rasa saling percaya dan komunikasi yang baik antara otoritas pajak dan perusahaan.
Dalam publikasi terbaru bertajuk Tax Morale II: Building Trust between Tax Administrations and Large Businesses, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menuliskan hubungan rasa saling percaya antara otoritas dan wajib pajak diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan.
"Tidak ada solusi tunggal untuk membangun rasa saling percaya dan memperbaiki komunikasi. Kombinasi beragam strategi diperlukan sesuai dengan konteks negara masing-masing. Yang jelas, upaya ini pasti membutuhkan komitmen bersama antara otoritas dan wajib pajak," tulis OECD. (DDTCNews) (kaw)