ANALISIS OMNIBUS LAW PERPAJAKAN

Meninjau Desain Sanksi Pajak yang Mendorong Kepatuhan Sukarela

Rabu, 22 April 2020 | 17:45 WIB
Meninjau Desain Sanksi Pajak yang Mendorong Kepatuhan Sukarela

Hamida Amri Safarina,
DDTC Fiscal Research

Moral pajak menentukan sejauh mana wajib pajak memenuhi kewajiban pajaknya secara sukarela. Tingkat moral ini ditentukan oleh berbagai aspek, di antaranya pengenaan sanksi oleh otoritas pajak atas pelanggaran wajib pajak.

Sanksi memiliki fungsi utama dalam menegakkan kepatuhan hukum. Meski begitu, sanksi juga bisa memengaruhi persepsi masyarakat dalam membayar pajak secara sukarela (OECD, 2019).

Umumnya, sanksi pajak terbagi menjadi dua, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Dalam artikel ini, penulis akan fokus membahas sanksi administrasi pajak berupa bunga dan denda dalam Omnibus Law Perpajakan.

Omnibus Law
SALAH satu tujuan yang ingin dicapai dalam perumusan Omnibus Law Perpajakan adalah meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak. Terkait hal tersebut, pemerintah berencana mengatur ulang sanksi administrasi pajak.

Rincian dan ketentuan perubahan sanksi administrasi berupa bunga dan denda dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1 Pengaturan Sanksi Administrasi Pajak dalam UU KUP


Sumber: Dirangkum dari RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian

Lantas, apakah perubahan sanksi administrasi pajak yang tertuang dalam omnibus law sudah mencerminkan keadilan dan kesetaraan? Lalu, apakah penyesuaian sanksi administrasi dapat meningkatkan kepatuhan sukarela?

Desain Sanksi Administrasi
UNTUK menilainya, terdapat beberapa indikator yang bisa dipakai untuk melihat sejauh mana kebijakan sanksi yang dirumuskan dalam omnibus law itu sudah sesuai asas keadilan dan kesetaraan atau tidak.

Pertama, besaran sanksi bunga pajak harus lebih tinggi dari suku bunga pasar. Pemenuhan kriteria tersebut diperlukan agar wajib pajak dapat lebih mendahulukan kewajiban pajak ketimbang membayar utang atau keperluan lainnya (Waerzeggers et al, 2019).

Dengan kata lain, sebagaimana dikonfirmasi oleh Crawford (2013), penentuan sanksi bunga yang berbasis pada suku bunga acuan pasar ditambah persentase tertentu merupakan hal yang ideal, dan tidak memerlukan adanya penyesuaian secara berkala.

Merujuk rancangan sanksi administrasi pajak dalam Omnibus Law, pemerintah terlihat berupaya mengubah pendekatan penentuan tarif sanksi bunga dari fixed rate menjadi flexible rate yang ditentukan berdasarkan tinggi rendahnya suku bunga pasar.

Dengan rumus baru tersebut, besaran sanksi yang dipatok menjadi tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah. Penentuan tarif sanksi bunga itu pada dasarnya telah merefleksikan rumusan yang ideal.

Kedua, terpenuhinya asas proporsionalitas. Prinsip ini dibutuhkan untuk membedakan derajat kesalahan yang dilakukan wajib pajak, sehingga konsekuensi yang ditetapkan proporsional dengan kesalahan yang telah dilakukan (Diaz, 2016).

Dengan begitu, desain sanksi yang proporsional dapat memastikan tercapainya tujuan dari sanksi itu sendiri. Melalui RUU Omnibus Law ini, pemerintah terlihat mencoba untuk membedakan derajat kesalahan wajib pajak.

Kondisi itu juga menunjukkan adanya keseriusan pemerintah dalam mendesain sanksi secara proporsional (Darussalam, Septriadi, dan Kristiaji, 2020). Apalagi, tujuan dikenakan sanksi dengan tingkat sanksi tersebut memiliki hubungan yang erat (Vanistendael, 1996).

Ketiga, pembentukan sanksi bunga dan denda sesuai dengan asas culpability. Asas culpability dipakai agar tingkat hukuman yang diberikan kepada wajib pajak sepadan dengan kesalahan yang dilakukan oleh pembayar pajak (Rowell dan Flood, 2017).

Wajib pajak berhak memperoleh aturan yang tegas dan lengkap atas konsekuensi suatu kesalahan yang diperbuatnya.

Pernyataan ini sejalan dengan asas nulla poena sine crimine dan nullum crimen sine lege yang artinya, tidak ada sanksi tanpa kejahatan dan tidak ada kejahatan tanpa hukum.

Dengan menghubungkan antara kesalahan dengan sanksi yang tepat, rancangan sanksi administrasi ini dapat ditegakkan secara konsisten (Waerzeggers et al, 2019).

Asas culpability ini juga telah tercermin dalam perumusan sanksi yang ada di dalam Omnibus Law. Pemerintah terlihat berupaya untuk membedakan sanksi antara kesalahan berat dan kesalahan ringan.

Dapat disimpulkan, rencana pengaturan ulang sanksi administrasi pajak berupa bunga dan denda sudah sesuai dengan tiga indikator di atas. Artinya, terdapat sinyal positif dari otoritas pajak dalam mendesain sanksi pajak yang mendorong kepatuhan sukarela. Semoga tujuan tersebut mendapat respons yang baik dari wajib pajak. )

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

Kamis, 28 Maret 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Aktivasi EFIN ke Kantor Pajak, Jangan Lupa Bawa 2 Dokumen Ini

Rabu, 27 Maret 2024 | 17:15 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Elektronik, Wajib Pajak Tidak Perlu Terima Bukti Potong Kertas

Rabu, 27 Maret 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Dapat Hibah Tanah dari Orang Tua, Perlu Dimasukkan ke SPT Tahunan?

BERITA PILIHAN