PAJAK INTERNASIONAL

Mengevaluasi Efektivitas Thin Capitalization Rules untuk Perangi BEPS

Redaksi DDTCNews | Jumat, 28 Februari 2020 | 18:56 WIB
Mengevaluasi Efektivitas Thin Capitalization Rules untuk Perangi BEPS

PRINSIP netralitas dalam pajak sangat penting dalam mengurangi distorsi ekonomi akibat penyimpangan motif perilaku oleh para pelaku usaha dalam membuat keputusan bisnisnya.

Namun, kurangnya koordinasi dalam konteks pajak internasional – yang disebabkan oleh tarif pajak dan sistem yang berbeda-beda antar yuridiksi – tidak jarang menyebabkan sulitnya pengaplikasian prinsip netralitas itu. Salah satu contohnya adalah tindakan pengurangan basis dan pengalihan laba (base erosion and profit shifting/BEPS).

Tindakan BEPS ini mengubah struktur pendanaan suatu perusahaan multinasional yang disesuaikan dengan ketentuan pajak yang berlaku di masing-masing batas yuridiksi, tempat berlangsungnya aktivitas bisnis perusahaan tersebut.

Baca Juga:
Ketentuan Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan di Bidang Cukai

Salah satu rekomendasi OECD untuk menyiasati hal tersebut adalah dengan melakukan penggantian thin capitalization rules – peraturan yang memuat batasan rasio utang terhadap ekuitas – menjadi peraturan yang membatasi pengurangan bayar pajak dengan memanfaatkan bunga pinjaman. Simak Kamus Pajak ‘Memahami Konsep Thin Capitalization Rules’.

Ann Kayis-Kumar dalam bukunya berjudul ‘Taxing Multinationals’ bagian dari ATTA Doctoral Series, mengevaluasi efektivitas dari thin capitalization rules dalam mengurangi dampak penyimpangan perilaku BEPS perusahaan multinasional yang menggunakan basis konsep debt bias maupun cross-border funding bias.

Adapun tujuan dalam buku ini dibagi menjadi tiga pokok bahasan. Pertama, pembahasan mengenai konsep cross-border funding bias. Cross-border funding bias merupakan penyimpangan motif perilaku pendanaan korporasi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional dalam artian yang lebih luas, dengan tidak hanya menggunakan instrumen pendanaan dari utang semata.

Baca Juga:
WP Bisa Unduh Buku Pedoman Pemotongan PPh Pasal 21, Cek di Sini

Seperti dijelaskan dalam buku tersebut, konsep cross-border funding bias mencakup berbagai aktivitas pendanaan seperti pemberian lisensi (licensing) dan penyewaan (leasing).

Secara lebih spesifik, debt bias lebih memfokuskan pada motif perusahaan multinasional dalam mengubah struktur pendanaan perusahaan, yaitu kecenderungan ‘mengagungkan’ utang sebagai alat untuk memanfaatkan celah dalam sistem pajak internasional dan alat untuk mengurangi kewajiban pembayaran pajak mereka.

Kedua, pembahasan melalui analisis komparasi dari segi hukum yang juga mengupas permasalahan yang dihadapi dari penanganan debt bias melalui thin capitalization rules. Bahasan disajikan dengan menganalisis respons kebijakan yang telah dijalankan di berbagai negara, seperti Australia, Belgia, dan Italia, dengan mengacu pada rekomendasi OECD di dalam proses maupun hasilnya.

Baca Juga:
World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Buku yang diterbitkan oleh Australian Tax Teacher Association ini juga memperdalam pembahasan dengan membangun model kuantitatif yang dapat mensimulasikan kompleksitas dari perencanaan pajak berbasis cross-border intercompany funding.

Model-model yang disimulasikan terdiri dari perhitungan respons atas kebijakan dengan suatu kerangka penggabungan yang diaplikasikan ke dalam beberapa skenario kebijakan melalui pendekatan model optimisasi.

Pada bagian akhir, buku ini memaparkan hasil riset penulis yang fokus pada penyetaraan perlakuan pajak atas aktivitas cross-border intercompany. Hal ini terkait apakah penyetaraan pajak yang dapat dikurangkan dari aktivitas pendanaan antarperusahaan berkarakteristik sama akan dapat mengurangi celah perencanaan pajak.

Baca Juga:
Kriteria Penghapusbukuan Piutang di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Analisis komprehensif yang dimuat di dalam buku ini mengacu tidak hanya pada analisis komparasi kebijakan dari sisi hukum semata. Namun, buku ini juga memuat analisis simulasi kuantitatif dari berbagai skenario kebijakan yang akan dijalankan.

Buku ini sangatlah menarik untuk dijadikan referensi dalam mendalami isu pajak internasional dan menelaah kekurangan dari kebijakan yang telah dijalankan pemerintah saat ini. Tertarik membaca buku ini? Anda bisa berkunjung ke DDTC Library. *

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS CUKAI

Ketentuan Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan di Bidang Cukai

Rabu, 24 April 2024 | 10:00 WIB KPP PRATAMA TANJUNG BALAI KARIMUN

WP Bisa Unduh Buku Pedoman Pemotongan PPh Pasal 21, Cek di Sini

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Selasa, 23 April 2024 | 13:00 WIB INFOGRAFIS BEA CUKAI

Kriteria Penghapusbukuan Piutang di Bidang Kepabeanan dan Cukai

BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB KPP MADYA TANGERANG

Lokasi Usaha dan Administrasi Perpajakan WP Diteliti Gara-Gara Ini

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024

Rabu, 24 April 2024 | 15:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Evaluasi Raperda Pajak Daerah, Ini Rentetan Temuan DJPK Kemenkeu