KEBIJAKAN PAJAK

Mengapa PPN Multitarif Dicoret dari UU HPP? Ini Cerita DJP

Muhamad Wildan | Kamis, 04 November 2021 | 10:00 WIB
Mengapa PPN Multitarif Dicoret dari UU HPP? Ini Cerita DJP

Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama.

DENPASAR, DDTCNews - Ditjen Pajak berbagi cerita terkait dengan batalnya penerapan ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN) multitarif yang diusulkan pemerintah pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menceritakan skema PPN multitarif pada awalnya diusulkan pemerintah melalui UU HPP sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan aspek keadilan.

Namun dalam perkembangannya, berbagai pemangku kepentingan mulai dari pengusaha dan masyarakat menilai skema PPN multitarif tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan biaya kepatuhan.

Baca Juga:
Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

"Ada concern mengenai biaya kepatuhan yang tinggi. Jenis barangnya harus benar-benar strict. Mereka menyampaikan ke DPR dan ketika diskusi akhirnya disepakati," katanya dalam acara Media Gathering DJP yang diselenggarakan di KPP Madya Denpasar, Rabu (3/11/2021).

Yoga menuturkan skema PPN multitarif sesungguhnya dipandang sebagai kebijakan yang baik. Namun, jika dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah baru maka diputuskan untuk tidak diterapkan dahulu.

"Diskusinya [PPN multitarif] sangat positif di DPR dan ini adalah suatu kesepakatan yang sangat baik antara pemerintah dan DPR RI," ujar Yoga.

Baca Juga:
PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Untuk diketahui, pemerintah awalnya mengusulkan penerapan PPN multitarif dengan tarif paling rendah sebesar 5% dan paling tinggi sebesar 25% dalam UU HPP. Selama ini, tarif PPN ditetapkan tunggal sebesar 10%.

Tarif PPN yang lebih rendah rencananya akan dikenakan terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak seperti bahan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan. Sementara itu, barang yang tergolong mewah akan dikenai tarif PPN yang lebih tinggi.

Kala itu, pemerintah memandang PPN multitarif dan pengurangan pengecualian PPN sebagai solusi mengatasi masalah pada sistem PPN di Indonesia yang masih mengandung banyak pengecualian dan menimbulkan ketimpangan kontribusi pajak antarsektor. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M