PPh Pasal 24 (3)

Mekanisme Pengkreditan Pajak Luar Negeri

Redaksi DDTCNews
Senin, 09 Januari 2017 | 09.28 WIB
Mekanisme Pengkreditan Pajak Luar Negeri

PAJAK yang dibayar atau terutang di luar negeri (PPh Pasal 24) atas penghasilan dari luar negeri yang dapat dikreditkan hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak.

Dalam UU PPh, metode kredit yang digunakan adalah metode kredit terbatas (ordinary/normal  tax credit method), yaitu metode kredit pajak yang memberikan keringanan pajak berganda internasional, di mana jumlah pajak yang dibayar di luar negeri dapat dikurangkan namun tidak boleh melebihi jumlah pengurangan pajak yang dihitung berdasarkan undang-undang domestik.

Mekanisme pengkreditan PPh yang dibayar di luar negeri dijelaskan lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 (KMK 164/2002) tentang Kredit Pajak Luar Negeri. Teknis proses pengkreditan pajak luar negeri diatur dalam Pasal 2, yakni sebagai berikut:

  • PPh Pasal 24 dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang di Indonesia.
  • PPh Pasal 24 dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
  • Jumlah kredit pajak yang boleh dikreditkan paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu.
  • Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud di atas dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan dengan pajak yang terutang atas PKP, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas PKP dalam hal PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
  • Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
  • PKP yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat 1 dan 4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
  • Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.

Pengurangan atau Pengembalian PPh Pasal 24

Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil daripada kredit pajak luar negeri semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau pengembalian tersebut.

Sementara itu, dalam Pasal 4 KMK 164/2002, dikatakan bahwa untuk melaksanakan pengkreditan PPh Pasal 24, wajib pajak diharuskan menyampaikan permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan:

  • Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
  • Foto kopi SPT yang disampaikan di luar negeri
  • Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.

Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.

Kemudian, Pasal 6 KMK 164/2002 menjelaskan dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.

SITUASI 1

APABILA  karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi lebih besar daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di luar negeri menjadi kurang bayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) UU PPh.

Contoh:

Tuan A memiliki penghasilan dari luar negeri sebesar Rp1.000.000.000, penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000. Kendati demikian, setelah adanya koreksi penghasilan luar negeri Tuan A mengalami perubahan menjadi Rp2.000.000.000. Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri dikenakan tarif 40%. PPh Pasal 25 yang dibayar oleh Tuan A sebesar Rp500.000.000. Berapa PPh terutang Tuan A sebelum dan sesudah terjadinya koreksi fiskal di luar negeri?

Jawab:

1. Versi SPT Normal

SPT (dalam rupiah)
a.Penghasilan Luar Negeri   1.000.000.000
b.Penghasilan Dalam Negeri2.000.000.000
c.Penghasilan Kena Pajak (a+b)   3.000.000.000
d.PPh Terutang: 
  5% x 50.000.000 = 2.500.000 
 15% x 200.000.000 = 30.000.000 
 25% x 250.000.000 = 62.500.000 
 30% x 2.500.000.000 = 750.000.000 
 Jumlah PPh Terutang845.000.000
e.Kredit Pajak Luar Negeri (1.000.000.000/3.000.000.000)x845.000.000281.666.667
f.PPh harus dibayar      563.333.333
g.PPh Pasal 25        500.000.000
h.PPh Pasal 2963.333.333 


 2. Versi SPT Pembetulan

SPT PEMBETULAN (dalam rupiah)
a.Penghasilan Luar Negeri2.000.000.000
b.Penghasilan Dalam Negeri2.000.000.000
c.Penghasilan Kena Pajak (a+b)   4.000.000.000
d.PPh Terutang: 
  5% x 50.000.000 = 2.500.000 
 15% x 200.000.000 = 30.000.000 
 25% x 250.000.000 = 62.500.000 
 30% x 3.500.000.000 = 1.050.000.000 
 Jumlah PPh Terutang1.145.000.000
e.Kredit Pajak Luar Negeri 2.000.000.000/4.000.000.000)x1.145.000.000572.500.000
f.PPh harus dibayar572.500.000
g.PPh Pasal 25500.000.000
h.PPh Pasal 2972.500.000
i.PPh yang masih harus dibayar           9.166.667

Atas perhitungan di atas, terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp9.166.667 tidak ditagih bunga.

SITUASI 2

APABILA karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan,  sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar yang mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih kecil, maka pajak penghasilan pun menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak.

Contoh:

Tuan B memiliki penghasilan dari luar negeri sebesar Rp1.000.000.000, penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000. Kendati demikian, setelah adanya koreksi penghasilan luar negeri Tuan B mengalami perubahan menjadi Rp500.000.000. Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri dikenakan tarif 40%. PPh Pasal 25 yang dibayar oleh Tuan A sebesar Rp500.000.000. Berapa PPh terutang Tuan A sebelum dan sesudah terjadinya koreksi fiskal di luar negeri?

Jawab:

1. Versi SPT Normal

SPT (dalam rupiah)
a.Penghasilan Luar Negeri     1.000.000.000
b.Penghasilan Dalam Negeri    2.000.000.000
c.Penghasilan Kena Pajak (a+b)     3.000.000.000
d.PPh Terutang: 
  5% x 50.000.000 = 2.500.000 
 15% x 200.000.000 = 30.000.000 
 25% x 250.000.000 = 62.500.000 
 30% x 2.500.000.000 = 750.000.000 
 Jumlah PPh Terutang       845.000.000
e.Kredit Pajak Luar Negeri (1.000.000.000/3.000.000.000)x845.000.000    281.666.667
f.PPh harus dibayar563.333.333
g.PPh Pasal 25500.000.000
h.PPh Pasal 2963.333.333

2. Versi SPT Pembetulan

SPT PEMBETULAN (dalam rupiah)
a.Penghasilan Luar Negeri         500.000.000
b.Penghasilan Dalam Negeri     2.000.000.000
c.Penghasilan Kena Pajak (a+b)     2.500.000.000
d.PPh Terutang: 
  5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000 
 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000 
 25% x Rp250.000.000 = Rp62.500.000 
 30% x Rp2.000.000.000 = Rp600.000.000 
 Jumlah PPh Terutang       695.000.000
e.Kredit Pajak Luar Negeri (500.000.000/2.500.000.000)x695.000.000      139.000.000
f.PPh harus dibayar         556.000.000
g.PPh Pasal 25         500.000.000
h.PPh Pasal 29           56.000.000
i.PPh yang masih harus dibayar              7.333.333

Dengan perhitungan seperti di atas, maka PPh yang lebih dibayar sebesar Rp7.333.333 dapat diminta kembali setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.

Setelah sebelumnya pembahasan mengenai PPh Pasal 24 telah dijabarkan dalam beberapa bagian, maka pada bahasan berikutnya akan diberikan contoh perhitungan PPh Pasal 24 sebagai bahasan terakhir dari materi PPh Pasal 24.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.