SESUAI dengan ulasan dalam artikel sebelumnya, keberatan pajak merupakan mekanisme yang disediakan oleh Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) bagi wajib pajak yang tidak puas dan tidak sependapat atas suatu ketetapan otoritas pajak maupun pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan (PPh) oleh pihak ketiga.
Dasar hukum mekanisme pengajuan keberatan sendiri telah diatur dalam Pasal 25 UU KUP dan aturan pelaksananya, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 202/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas PMK No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan (PMK 9/2013 s.t.d.d. PMK 202/2015). Terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak sebelum mengajukan keberatan.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PMK 9/2013 s.t.d.d. PMK 202/2015, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika wajib pajak mengajukan keberatan pajak, antara lain:
Namun demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) PMK 9/2013 s.t.d.d. PMK 202/2015, apabila wajib pajak masih melakukan kesalahan dalam pembuatan surat pengajuan keberatan, Ditjen Pajak tidak serta merta akan menolak pengajuan keberatan. Dalam hal ini, wajib pajak akan diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan.
Adapun perbaikan tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan sebagaimana disebutkan dalam persyaratan. Oleh sebab itu, wajib pajak sebaiknya mengajukan keberatan lebih awal agar mempunyai kesempatan untuk melakukan perbaikan. Lebih lanjut, sesuai Pasal 4 ayat (3) PMK 9/2013 s.t.d.d. PMK 202/2015, tanggal penyampaian surat keberatan yang telah diperbaiki merupakan tanggal surat keberatan diterima.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) PMK 9/2013 s.t.d.d. PMK 202/2015, dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi –sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) – dan belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan surat keputusan keberatan.
Adapun yang dimaksud keadaan di luar kekuasaan wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam persyaratan huruf e di atas meliputi pertama, bencana alam; kebakaran; huru-hara/kerusuhan massal. Kedua, diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan yang mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tertera dalam SKP berubah, kecuali Surat Keputusan Pembetulan yang diterbitkan akibat hasil Persetujuan Bersama. Ketiga, keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak. Simak ‘Implikasi Pembetulan SKP Secara Jabatan dalam Proses Keberatan’
Demikian, penjelasan singkat mengenai syarat-syarat keberatan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, dapat disimpulkan wajib pajak yang merasa tidak puas dengan ketetapan pajak dan berpendapat bahwa jumlah potongan atau pungutan pajak tidak sesuai, dapat mengajukan keberatan pajak. Namun, pengajuan keberatan yang dilakukan harus memperhatikan syarat-syarat yang sudah ditetapkan.*