OECD telah menyusun International VAT/GST Guidelines 2017 untuk memberikan panduan dalam menerapkan prinsip destinasi (destination principle) atas perdagangan internasional jasa dan barang tidak berwujud. Selain itu, Guidelines dirancang untuk memastikan bahwa penyerahan dalam transaksi internasional hanya dikenakan pajak pada satu yurisdiksi, yaitu yurisdiksi tempat konsumsi dilakukan (OECD, 2011). Tujuannya, untuk memastikan bahwa prinsip netralitas dalam pengenaan PPN tetap terjaga.
Adapun Panduan yang diberikan OECD International VAT/GST Guidelines 2017 adalah sebagai berikut.
Pertama, untuk tujuan pengenaan PPN atas konsumsi jasa dan barang tidak berwujud dalam perdagangan internasional, seharusnya dikenakan PPN sesuai aturan di yurisdiksi tempat jasa atau barang tidak berwujud tersebut dikonsumsi (Guideline 3.1). Apabila prinsip destinasi berjalan sebagaimana mestinya maka netralitas dapat tercapai karena PPN hanya akan dikenakan kepada pihak yang mengkonsumsi barang tidak berwujud atau jasa tersebut.
Kedua, dalam skema business-to-business (B2B), yurisdiksi tempat konsumen berada berhak mengenakan pajak atas jasa atau barang tidak berwujud yang dikonsumsi (Guideline 3.2). Penentuan lokasi pihak yang mengkonsumsi dapat ditentukan dengan melihat di mana perusahaan tersebut berada atau di mana kegiatan usaha perusahaan dijalankan.
Ketiga, penentuan pihak yang melakukan konsumsi dapat dilakukan dengan melihat pada perjanjian (kontrak) bisnis yang dilakukan (Guideline 3.3). Perjanjian bisnis biasanya memuat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian serta hak dan kewajiban masing-masing pihak sehubungan dengan jasa dan barang tidak berwujud yang akan diberikan atau diterima. Elemen lainnya yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi perjanjian bisnis diantaranya adalah korespondensi, faktur penjualan, instrumen pembayaran, dan tanda terima.
Keempat, berdasarkan ketentuan di atas, apabila konsumen memiliki tempat pendirian atau kedudukan di lebih dari satu yurisdiksi maka hak pemajakan diberikan kepada yurisdiksi tempat kedudukan konsumen yang memanfaatkan jasa atau barang tidak berwujud berada (Guideline 3.4). Dalam menentukan tempat dilakukannya konsumsi jasa atau barang tidak berwujud, dapat digunakan beberapa pendekatan sebagai berikut:
1. Direct use approach
Dalam pendekatan pemanfaatan langsung, pengenaan PPN dialokasikan kepada yurisdiksi tempat konsumen melakukan kegiatan konsumsi. Pendekatan ini dapat digunakan dalam kondisi pihak yang memanfaatkan jasa atau barang tidak berwujud dapat ditentukan secara langsung. Namun, pendekatan ini tidak dapat diaplikasikan dalam kondisi pihak yang memanfaatkan jasa atau barang tidak berwujud tidak dapat ditentukan. Pendekatan ini juga tidak dapat diterapkan terhadap transaksi pemanfaatan jasa atau barang tidak berwujud yang terjadi di lebih dari satu yurisdiksi (multiple use).
2. Direct delivery approach
Dalam pendekatan penyerahan langsung, pengenaan PPN dialokasikan kepada yurisdiksi tempat jasa atau barang tidak berwujud dikirimkan oleh penyedia jasa atau barang tidak berwujud. Pendekatan ini dapat dilakukan dalam kondisi lokasi pemanfaatan merupakan lokasi jasa atau barang tidak berwujud tersebut dikirimkan.
3. Recharge method
Pendekatan ini dapat diterapkan ketika jasa atau barang tidak berwujud dimanfaatkan pada lebih dari satu yurisdiksi (multiple use). Sebagai contoh, untuk perusahaan multinasional yang menjalankan fungsi sentralisasi maka metode ini dapat diterapkan.