DALAM menghadapi persaingan usaha yang sangat ketat, kegiatan promosi menjadi salah satu kunci penting untuk keberhasilan pemasaran suatu produk. Dengan dilakukannya kegiatan promosi maka perusahaan secara aktif menyebarkan informasi, memengaruhi, membujuk, serta meningkatkan sasaran atas produk yang dijual perusahaan.
Dengan kata lain, kegiatan promosi merupakan kegiatan investasi yang sangat kritis dalam proses penjualan produk perusahaan. Bila dikaitkan dengan aspek perpajakan yang berlaku di Indonesia, biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan yang alokasinya digunakan sebagai biaya promosi dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (biaya fiskal).
Biaya promosi dapat dibebankan secara fiskal selama biaya tersebut benar-benar dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (biaya 3M) sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Cakupan Biaya Promosi
Secara definisi, biaya promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan. Hal ini disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.02/PMK.03/2010 tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto (PMK 02/2010).
Aturan itu juga memerinci apa saja yang masuk cakupan biaya promosi, yaitu sebagai berikut:
Biaya ini tidak termasuk biaya promosi yang dapat dibebankan secara fiskal, yaitu:
Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan. Selain itu, biaya promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan PPh wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Daftar Nominatif
Dalam rangka verifikasi kegiatan promosi, wajib pajak juga harus membuktikan aspek formalnya. Aspek formal yang harus dipenuhi oleh wajib pajak agar biaya promosi yang dikeluarkan dapat dijadikan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto (biaya fiskal) adalah dengan membuat daftar nominatif serta melampirkannya dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak.
Daftar nominatif tersebut paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, NPWP, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan, dan besarnya PPh yang dipotong sebagaimana diatur dalam PMK 02/2010.
Daftar nomonatif juga harus dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran PMK 02/2010. Di sisi lain, biaya promosi juga harus memenuhi persyaratan material, yaitu biaya yang dikeluarkan harus didukung dengan bukti yang valid dan kompeten.
Aturan ini dapat menjelaskan bahwa wajib pajak tidak cukup hanya melakukan pembukuan terkait biaya promosi yang dikeluarkan perusahaan tetapi juga perlu menyusun ‘daftar nominatif’ atas seluruh biaya promosi yang mencangkup data-data penting.
Pada intinya, pembuatan dan pengisian daftar nominatif menjadi syarat boleh tidaknya dibiayakan. Jika wajib pajak mencantumkan biaya promosi atau semakna dengan biaya promosi tetapi tidak dibuatkan daftar nominatif atau pengisian daftar nominatif tidak sesuai ketentuan, maka atas biaya promosi tersebut tidak dapat dibiayakan (non-deductible expense).
Lebih lanjut, Surat Edaran No. SE-09/PJ/2010 menegaskan bahwa biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Dalam rangka pembuatan daftar nominatif, SE 09/2010 juga memberi panduan cara pengisian kolom keterangan sebagai berikut:
Biaya Entertainment
Seringkali wajib pajak harus memberikan entertainment kepada calon mitra usaha atau kepada pelanggan tetap mitra usaha. Menurut Surat Edaran nomor SE-27/PJ.22/1986, pengeluaran dalam rangka entertainment tersebut boleh dibiayakan.
Dalam surat edaran itu disebutkan bahwa biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh.
Syaratnya, wajib pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil).
Oleh karena itu, wajib pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya sejak tahun pajak 1986 diharuskan melampirkannya melalui daftar nominatif. Mengingat daftar nominatif sudah diatur dengan PMK 02/2010 maka daftar nominatif yang dimaksud SE 27/1986 tetap mengacu ke PMK 02/2010.*