KEBIJAKAN CUKAI

Mengurai Kompleksitas Kebijakan Cukai Rokok

Redaksi DDTCNews
Jumat, 13 Maret 2020 | 19.19 WIB
Mengurai Kompleksitas Kebijakan Cukai Rokok

KETIKA berbagai kritik atas konsumsinya yang ditengarai menyebabkan berbagai masalah kesehatan tetap kencang, produk tembakau masih menjadi ‘tulang punggung’ penerimaan negara, termasuk di Indonesia. Kompleksitas inilah yang kemudian diurai oleh Arthur B. Laffer dalam buku karyanya yang berjudul ‘Handbook of Tobacco Taxation: Theory and Practice’.

Buku yang diterbitkan pada 2014 ini dapat dikatakan sebagai salah satu ‘pegangan wajib’ bagi mereka yang berkecimpung di industri pertembakauan. Hal ini dikarenakan pembahasannya yang cukup komprehensif dengan mencoba menyeimbangkan dua tujuan utama dari kebijakan pajak atas produk tembakau, yaitu penerimaan negara dan kesehatan masyarakat.

Secara garis besar, buku ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian awal membahas mengenai prinsip umum atas sistem pemajakan atas produk tembakau. Selanjutnya, bagian kedua mengulas konteks rancangan kebijakan atas pemajakan produk tembakau.

Dibuka dengan pendekatan historis atas sistem cukai hasil tembakau (CHT), salah satu poin terpenting dari tulisan Laffer ini adalah Laffer Curve yang menjadi acuan berbagai pembuat kebijakan sistem CHT di seluruh dunia. Kurva ini merupakan ilustrasi penentuan tarif optimal agar tidak mengakibatkan efek kontraproduktif dengan penerimaan negara.

Karya fenomenal penulis tersebut turut melengkapi ulasan mengenai Ramsey Rule yang membahas optimalisasi fungsi CHT dari aspek penerimaan negara. Sebagai tambahan, Laffer menyuguhkan dua bahasan mengenai aspek kesehatan masyarakat, yakni Pigouvian Tax dan Bhagwati Theorem.

Apabila Pigouvian Tax lebih banyak membahas pajak sebagai fungsi koreksi atas eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari konsumsi produk tembakau, Bhagwati Theorem menawarkan opsi-opsi kebijakan fiskal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencapai aspek nonekonomi. Teorema ini juga mengulas potensi dampak yang kurang diinginkan dari berbagai pilihan kebijakan tersebut dalam kaitannya dengan perubahan perilaku konsumen.

Lebih lanjut, terdapat pula bahasan mengenai aspek earmarking dari pemajakan atas produk tembakau. Konteks earmarking ini difokuskan pada analisis ekonomi mengenai alokasi penerimaan negara dari kebijakan CHT untuk tujuan pelayanan publik maupun proyek pemerintah lainnya. Konsep harmonisasi kebijakan CHT dalam sistem pajak internasional kemudian menjadi penutup bagian pertama.

Bagian kedua buku ini kemudian mencoba mengurai berbagai kompleksitas dari desain sistem CHT, baik dari aspek kebijakan maupun administrasinya.  Alih-alih menggunakan pembahasan teoritis sebagaimana bagian pertama, buku yang diterbitkan oleh The Laffer Center at the Pacific Research Institute ini lebih menggunakan pendekatan komparasi atas praktik implementasi kebijakannya di berbagai negara.

Meskipun fokus buku ini terletak pada sistem CHT, Laffer juga melakukan analisis atas aspek perpajakan lain di luar cukai yang juga umum dikenakan atas produk tembakau, yakni Harga Jual Eceran (HJE) serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tidak ketinggalan, terdapat pula estimasi atas dampak dari kebijakan tarif CHT yang menjadi best practices sebagaimana anjuran World Health Organization (WHO) di lebih dari 50 negara pada 2014.

Tertarik mengulas bagaimana sistem pemajakan atas produk tembakau yang efektif dan efisien di tengah kompleksitasnya? Silakan berkunjung ke DDTC Library untuk membaca referensi ini.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.