UU CIPTA KERJA

Lanjutkan Pembahasan UU PPP, Jokowi Perlu Kirim Surpres ke DPR

Muhamad Wildan | Rabu, 09 Februari 2022 | 09:00 WIB
Lanjutkan Pembahasan UU PPP, Jokowi Perlu Kirim Surpres ke DPR

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - DPR RI menunggu surat dari presiden (surpres) untuk melanjutkan pembahasan RUU Tentang Perubahan Kedua atas UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi (Awiek) mengatakan presiden perlu menunjuk wakil pemerintah dalam pembahasan revisi UU PPP yang merupakan inisiatif dari DPR RI.

"Usul inisiatif DPR ini dikirimkan ke pemerintah, pemerintah selanjutnya membalas surat DPR melalui surat presiden untuk penunjukan siapa-siapa yang akan ditugaskan," ujar Awiek, Selasa (8/2/2022).

Baca Juga:
Grand Design Transisi Pengadilan Pajak ke MA Disiapkan, Ini Fokusnya

Dengan demikian, ujarnya, selesainya pembahasan UU PPP akan tergantung pada seberapa cepat pemerintah membalas surat DPR melalui surat presiden.

Untuk diketahui, revisi atas UU PPP merupakan respons atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional bersyarat.

Dalam putusannya, MK menilai penyusunan UU Cipta Kerja menggunakan metode omnibus tidak berdasarkan pada metode yang pasti, baku, dan standar. MK juga menemukan perubahan penulisan beberapa substansi setelah UU tersebut disetujui oleh DPR dan pemerintah.

Baca Juga:
Revisi UU, Ketentuan Batas Maksimal Jumlah Kementerian Bakal Dihapus

MK memberikan waktu kepada DPR dan pemerintah selaku pembuat UU untuk memperbaiki pembentukan UU Cipta Kerja dalam waktu 2 tahun terhitung sejak putusan diucapkan. Bila dalam 2 tahun tidak ada perbaikan, UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Dalam revisi UU PPP yang diusulkan oleh DPR, terdapat beberapa ketentuan baru yang mengatur tentang pembuatan UU dengan metode omnibus.

"Metode omnibus adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan dengan materi muatan baru, atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu," bunyi definisi metode omnibus yang diusulkan Baleg dalam revisi UU PPP. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 15 Mei 2024 | 19:00 WIB REVISI UNDANG-UNDANG

Revisi UU, Ketentuan Batas Maksimal Jumlah Kementerian Bakal Dihapus

Rabu, 15 Mei 2024 | 10:30 WIB ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

DPR: Pemerintah yang Baru Perlu Diberi Keleluasaan Susun APBN 2025

BERITA PILIHAN
Senin, 20 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

4 Komoditas Tanaman Pangan yang Dikenai PPN Besaran Tertentu

Senin, 20 Mei 2024 | 08:53 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Karpet Merah Investor di IKN, Aturan Insentif Pajak Resmi Terbit

Minggu, 19 Mei 2024 | 20:20 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Silaturahmi Alumni FEB (KAFEB) UNS, Darussalam Berbagi Pengalaman

Minggu, 19 Mei 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Baru Daftar NPWP Orang Pribadi, WP Tak Perlu Lakukan Pemadanan NIK

Minggu, 19 Mei 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ajukan Pemanfaatan PPh Final 0 Persen di IKN, Begini Ketentuannya