BERKARIER di bidang jasa pariwisata agaknya menjadi jalan hidup Budijanto Ardiansjah. Wakil Ketua Umum I Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) ini menghabiskan 25 tahun untuk berkecimpung di dunia pariwisata.
Persoalan pajak menjadi salah satu perhatian Budijanto terutama pada masa pandemi Covid-19. Dia menilai masih banyak regulasi pajak pusat dan daerah yang tidak mendukung pengembangan bisnis yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata.
DDTCNews berkesempatan mewawancarai pria yang juga menjabat sebagai Managing Director Duta Leisure Indonesia. Dia menceritakan pengalamannya terjun di dunia jasa pariwisata dan dampak pandemi kepada bisnis pariwisata. Kutipannya:
Bagaimana Anda bisa terjun di bisnis pariwisata?
Kalau saya sendiri di bisnis ini sudah cukup lama, kalau dihitung-hitung itu sudah sekitar 25 tahun berkecimpung di bisnis yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata.Ā KebetulanĀ latar pendidikan saya juga NHI [sekarang STPI Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung], lulusan pariwisata.
Memang dari sekolah di situ. Saya mencoba berusaha masih di sekitar situ, kegiatan yang berhubungan dengan pariwisata. Sejak lulus tahun 1990-an saya memang sudah berhubungan dengan dunia ini.
Tapi untuk memulai usaha sendiri di bidang jasa pariwisata itu mulai di 2000-an. Dulu itu saya mulai karier sebagai pelaksana bekerja untuk orang lain lantas naik menjadi co-owner dan sebagainya sampai sekarang.
Dari bisnis ke organisasi pelaku usaha, apa yang menarik Anda?
Memang dalam berbisnis itu memerlukan wadah organisasi. Kita berorganisasi kan banyak tujuannya seperti untuk mencari teman,bangun relasi, networking. Lalu, niat baik kita untuk menjadikan lingkup organisasi yang digeluti mulai dari anggota hingga organisasinya menjadi lebih baik.
Mungkin tidak semua orang di bisnis itu mau masuk ke organisasi, tapi saya melihat berorganisasi itu penting dan jadi kebutuhan. Jadi semangat semacam itu yang kita perjuangkan di organisasi.
Bagaimana situasi organisasi saat pandemi?
Banyak sekali tantangan selama pandemi. Artinya kami di organisasi banyak sekali mendapatkan keluhan dari anggota mengenai situasi sekarang dari anggota. Nah hal seperti ini kemudian harus diantisipasi agar aspirasi anggota itu didengar dan jadi pertimbangan kebijakan.
Keluhan dari anggota itu masih banyaknya tumpang tindih aturan pemerintah pusat dan daerah, kemudian situasi bisnis. Lalu usulanĀ stimulus yang bisa diperjuangkan kepada pemerintah.
Kondisi bisnis Anda sendiri?
Kalau kami dan kawan-kawan di ASITA semua dan kawan-kawan di penyedia jasa pariwisata pada 2020 itu mengalami hantaman yang cukup keras karena pandemi Covid-19. Hampir 90% dari anggota kita selama 6-8 bulan kemarin itu tutup total.
Mereka terpaksa tutup sementara dan tidak ada aktivitas usaha. Hal ini terjadi karena memang tidak ada kegiatan pariwisata sama sekali. Lantas dalam beberapa bulan terakhir di 2020 itu sudah mulai buka tapi belum normal.
Jadi belum semua pelaku usaha buka karena masih sistem shifting. Untuk bisnis di akhir tahun lalu memang dari sisi penerimaan masih kecil.Ā Situasi ini terjadi juga di bisnis lain misalnya di perhotelan, meskiĀ sekarang hotel sedikit rebound. Tapi itu jumlahnya masih sedikit dan belum banyak.
Kemudian travel agent juga belum semua beroperasi normal dan imbasnya ke penerimaan juga masih kecil. Untuk jasa guide pariwisata juga situasinya hampir sama belum semua kembali normal.
Apa efeknya ke pekerja?
Ya jadi karena banyak penutupan tempat usaha seperti yang saya sebutkan tadi, itu menyebabkan sebagian besar dari anggota dan kawan-kawan di bidang pariwisata itu sampai melakukan PHK karyawan.
Memang ada beberapa yang memilih tidak melakukan PHK dengan sistem merumahkan sementara karyawan dan sebagainya. Kemudian ada juga yang hanya membayar gaji setengah. Jadi, upaya bertahan itu dilakukan dengan kemampuan perusahaan masing-masing.
Pada 2020 banyak insentif pajak baik di pusat dan daerah. ASITA memanfaatkkan ini?
Kalau dari kebijakan pajak kita di asosiasi menilainya begini, sebagian memang sudah baik, terutama teman-teman di hotel itu ada manfaat yang mereka rasakan khususnya pengurangan beban pajak yang cukup besar seperti PPh Pasal 25 buat mereka dan juga pajak hotel di level daerah.
Tapi jangan lupa pada kondisi pandemi itu banyak kawan-kawan di usaha perhotelan itu tidak ada transaksi sama sekali. Jadi kalau melihat kondisi seperti itu ya insentif pajak menjadi tidak berarti, karena tidak ada kegiatan. Tidak ada pemasukan, tidak ada investasi baru ya tidak ada pajak.
Jadi selain pajak, kami di pelaku usaha yang lebih diharapkan itu sebenarnya adalah stimulus. Tapi terlepas dari segala apapun upaya pemerintah itu tetap kita hargai dengan adanya keringanan pajak dari pemerintah. Kami berharap insentif dan stimulus itu tidak lepas di tahun 2021.
Tapi setelah ada vaksin dan vaksinasi serta pandemi selesai kami mengharapkan ada relaksasi. Misal insentif pajak dan stimulus selama setengah atau skema bantuan lainnya. Stimulus tahun ini dari belanja pemerintah masih kami harapkan bisa dirasakan pelaku usaha sektor pariwisata.
Kemudian yang paling penting itu kepastian dalam regulasi. Perlu adanya aturan yang memberikan kepastian dan memihak pada pemulihan usaha industri pariwisata. Jangan seperti aturan yang masih ada sekarang ini,Ā kami lihat masih membingungkan.
Lebih efektif mana, insentif pajak pusat atau insentif pajak daerah?
Kalau bicara insentif ini ketika nanti bisnis sudah mulai banyak transaksi lagi mudah-mudahan pungutan PPN itu masih bisa diberhentikan atau dibebaskan untuk sementara. Jadi disetop dulu. Insentif PPh terutama untuk PPh Pasal 25 juga masih dibutuhkan.
Lalu, masih ada beberapa pajak yang cukup memberatkan pelaku usaha, seperti pajak hotel dan restoran di level daerah itu paling tidak setelah pandemi dan sudah vaksinasi itu masih tetap diberlakukan.
Minimal insentif itu masih dibutuhkan selama 6 bulan selama periode recovery. Saya melihat masa recovery ini penting, jangan sampai pengusaha itu justru tumbang di masa pemulihan.
Ada pengalaman menarik saat berurusan dengan pajak?
Ada sih beberapa kami masih menemukan terutama di bidang biro perjalanan wisata. Di bisnis itu kami kerap bilang itu banyak yang namanya pajak ganda. Contoh penjualan tiket, itu kan sebenarnya sudah ada pajaknya karena sudah ada berbagai macam iuran wajib yang ditetapkan.
Lalu, pada saat kami berjualan itu kena pajak lagi yaitu PPN. Ini kan berarti dobel pajaknya secara prinsip. Begitu dengan bisnis hotel itu kan sudah ada tax in services tapi kita masih dikenakan pajak lagi.Ā Jadi, banyak pajak berganda yang diterapkan di bisnis pariwisata.
Bagaimana harapan Anda untuk tahun ini, terutama dengan adanya UU Cipta Kerja?
Untuk UU Cipta Kerja kami belum secara detail melihat dampak aturan itu kepada sektor pariwisata. Dari berbagai informasi yang penelaahan awal kami yakin UU Cipta Kerja itu untuk kebaikan semua pihak di dunia usaha.
Kami harapkan kalau sudah baik kebijakannya itu bisa konsisten dijalankan. Kami juga minta pemerintah tidak segan melakukan koreksi kalau ada kekurangan dalam UU tersebut, tanpa menunggu ada judicial review misalnya.
Intinya kami di asosiasi mendukung setiap langkah baik dari pemerintah tapi kalau ada kesalahan ya tetap harus siap untuk dikoreksi.
Bagaimana prospek bisnis pariwisata di 2021?
Kami mengharapkan mulainya vaksinasi ini menjadi kabar gembira dan harapannya bisa dilakukan lebih cepat maka lebih baik. Ini penting agar recovery ekonomi bisa segera berjalan. Karena saat sudah disuntik vaksin kan tidak bisa langsung kembali normal semuanya.
Saya kira masih butuh 3-4 bulan untuk benar-benar recovery. Jadi, kunci pemulihan ekonomi dan bisnis pariwisata itu ada pada vaksin. Karena dari sisi kebijakan, pemerintah itu masih terus berubah-ubah dan belum konsisten.
Misalnya, regulasi untuk penumpang bepergian dengan pesawat atau kereta api itu kan berubah terus, kemudian ditambah dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlaku lagi.
Apa hobi yang Anda lakukan di luar rutinitas kerja?
Kalau hobi, saya hobi menembak dan saya ikut aktif juga di kemitraan dengan Garnisun. Jadi saya hobi dengan kegiatan yang sifatnya olahraga dan sosial. Tahun lalu hobi nembak itu tidak banyak terganggu tapi mungkin setiap kegiatan itu tidak melibatkan banyak orang.
Bagaimana Anda melihat keluarga saat menjalankan karier?
Saya melihat keluarga sangat mendukung apa yang saya kerjakan. Mereka paham apa yang saya kerjakan karena yang paling penting itu paham dan mengerti apa yang kita lakukan.
Apakah Anda mendorong anak-anak meneruskan bisnis?
Bagi saya apapun yang menjadi pilihan mereka tentu akan didukung, tapi kita sebagai orangtua harus lebih menjadi guidance bagi anak-anak.
Apa definisi sukses menurut Anda?
Takaran sukses itu kan berbeda-beda di mata orang. Tapi intinya kalau yang namanya keinginan manusia kan tidak pernah berhenti, jadi satu hal yang harus dilakukan adalah bersyukur apa yang sudah diberikan Allah pada saat itu. Saya pikir itu kunci untuk bahagia, karena kalau tidak maka tidak akan puas terus, ya tidak pernah bahagia hidup kita. (Rig/Bsi)