Nathasya Marta Ningrum,
KEPATUHAN pajak menjadi salah satu aspek yang berperan besar dalam keberhasilan self-assessment system. Tidak mengherankan jika pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan kepatuhan pajak demi melanjutkan tren peningkatan penerimaan.
Salah satu strategi Ditjen Pajak (DJP) untuk meningkatkan kepatuhan pajak adalah pengawasan terhadap wajib pajak orang kaya atau high wealth individuals (HWI).
Tidak ada definisi standar tentang HWI. Namun, IMF mendefinisikan HWI sebagai individu yang memiliki kekayaan bersih—setelah dikurangi dengan jumlah utang—tertinggi dalam suatu negara ataupun dalam skala global.
Akhir-akhir ini, HWI seakan-akan memiliki ‘panggung’ tersendiri dalam pengawasan DJP. Hal ini dikarenakan kontribusi HWI terhadap penerimaan pajak dirasa masih belum optimal. Tantangannya adalah kompleksitas perilaku HWI yang memiliki mobilitas tinggi di pasar internasional.
HWI cenderung memiliki berbagai aset bisnis dan pribadi yang tersebar diberbagai negara. Selain itu, HWI cenderung melakukan penghindaran pajak secara agresif dengan memanfaatkan celah aturan terkait dengan tarif pajak dan penentuan residen status, baik dalam aturan domestik maupun perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).
Oleh karena itu, program peningkatan kepatuhan pajak untuk HWI perlu didesain berbeda agar tepat sasaran. Contohnya dengan pengawasan kepatuhan pajak melalui kantor perwakilan Republik Indonesia (RI) di luar negeri.
Saat ini, terdapat 132 kantor perwakilan RI yang terdiri atas 95 kedutaan besar, 3 perutusan tetap untuk PBB di New York dan Jenewa, serta perutusan tetap untuk Asean di Jakarta 30 konsulat jenderal dan 4 konsulat RI.
Kantor perwakilan didirikan sebagai upaya untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan pemerintah RI secara keseluruhan di negara penerima atau pada organisasi internasional. Hal ini termasuk melindungi warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri.
Sejak dahulu, salah satu bentuk perjuangan kepentingan RI di luar negeri yang dilakukan kantor perwakilan adalah pemasaran berbagai jenis usaha milik WNI.
SEKARANG, sebagai bentuk perjuangan kepentingan RI dan perlindungan WNI, pemerintah Indonesia dapat menjalin kepatuhan kooperatif dengan HWI di luar negeri. Kepatuhan kooperatif adalah paradigma kepatuhan yang menjunjung tinggi jalinan kerja sama otoritas pajak dan wajib pajak.
Melalui kantor perwakilan itu, pemerintah Indonesia dapat menjadi personal tax adviser bagi para WNI, terutama HWI yang memiliki mobilitas tinggi di pasar internasional. Hal ini sebagai bentuk komunikasi dan dialog intens antara wajib pajak dan pemerintah.
Secara bersamaan, pemerintah juga dapat menggali informasi keberadaan aset HWI serta penentuan resident status HWI sebagai bentuk interaksi yang kooperatif dan transparan antara wajib pajak dan otoritas.
Dengan adanya komunikasi dua arah, pemerintah Indonesia dapat lebih memahami risiko pajak yang sebenarnya diterima oleh HWI. Risiko itu dilihat, baik dari pengenaan pajak di Indonesia maupun di tempat aset tersebut berada atas satu objek yang sama.
Dengan demikian, kepatuhan kooperatif dengan HWI di kantor perwakilan RI di luar negeri diharapkan dapat meminimalisasi celah penghindaran pajak secara agresif melalui kepemilikan berbagai aset bisnis dan pribadi di berbagai negara.
Selain itu, informasi mengenai HWI yang diterima pemerintah Indonesia makin komprehensif. Dengan adanya automatic exchange of information (AEoI), pemerintah mendapatkan data yang lebih baik untuk menganalisis atau meninjau aktivitas keuangan HWI.
Peningkatan kepatuhan pajak HWI penting. Australia sebagai contoh negara yang telah merasakan manfaatnya. Negara ini menerima pendapatan pajak lebih dari AU$440 juta melalui 800 program pemeriksaan pajak selama tahun 2014-2015.
Namun demikian, bentuk pengawasan kepatuhan perpajakan HWI juga perlu didukung dengan jumlah serta kapabilitas dari otoritas pajak. Kemudian, perlu ada peraturan perpajakan yang adil secara internasional atas beberapa objek penghasilan yang memiliki zero-tax rate terutama di tax haven country.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2022. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-15 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.