Diana Laurencia Sidauruk,
AUDIT Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2023 masih menemukan adanya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp6,81 triliun di 42 kementerian/kembaga (K/L) serta piutang senilai Rp3,51 triliun di 17 K/L yang tidak sesuai ketentuan. Hal ini menghambat potensi penerimaan masuk ke kas negara.
Masih adanya temuan tersebut meningkatkan urgensi penguatan kualitas pengelolaan PNBP, terutama dari sisi transparansi dan efisiensi. Dalam konteks saat ini, pengelolaan PNBP seharusnya turut melibatkan teknologi digital yang telah berkembang pesat. Blockchain dapat menjadi solusi untuk mengoptimalkan pengelolaan PNBP.
Beberapa negara, seperti Estonia dan Uni Emirat Arab (Dubai), telah mengadopsi blockchain dalam sistem administrasi publik untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi (Aktaş, 2024 dan Bustamante et al., 2022). Blockchain juga dimanfaatkan dalam proses pengumpulan dan pemantauan pendapatan negara.
Teknologi blockchain dapat dilihat sebagai sistem buku besar yang terdistribusi yang memiliki kemampuan mengamankan informasi dan tidak mudah diubah (Jafari, 2020). Manani dan Mose (2024) menyebutkan fitur utama blockchain untuk pengelolaan pendapatan negara, termasuk PNBP, adalah transparansi, data immutability, smart contract, dan desentralisasi.
Transparansi memungkinkan transaksi PNBP terekam dalam buku besar digital yang dapat diakses publik. Akuntabilitas meningkat dan kecurangan diminimalisasi. Data immutability menjamin adanya integritas data sekaligus mencegah perubahan atau manipulasi informasi yang telah dicatat.
Kemudian, smart contract memungkinkan adanya automasi proses penerimaan dan distribusi PNBP, seperti royalti atau sewa aset. Fitur desentralisasi mendistribusikan kontrol, mengurangi risiko korupsi, serta memastikan pengawasan.
Dengan demikian, meskipun memiliki fitur keamanan yang baik, blockchain memungkinkan pihak-pihak lain untuk melihat informasi (publicly acccessible ledger). Dengan demikian, pihak-pihak tersebut dapat mengevaluasi dan memanfaatkan data yang direkam dan tersinkronisasi dengan baik (fully integrated) (Jafari, 2020).
Singkatnya, blockchain dapat mencatat transaksi PNBP secara permanen, mencegah manipulasi, dan mendeteksi masalah sejak dini. Pada saat bersamaan, teknologi ini mendukung pertukaran data yang aman dengan akses terkontrol di antara berbagai pihak (K/L, pemerintah daerah, mitra swasta, dan lembaga pengawas).
BLOCKCHAIN dapat diterapkan dalam pengelolaan berbagai jenis PNBP. Dalam PNBP sumber daya alam (SDA) minyak dan gas, blockchain dapat meningkatkan transparansi. Ada catatan atas setiap transaksi dari eksplorasi hingga pengiriman dalam buku besar digital yang dapat diakses publik.
Hal tersebut penting untuk memastikan pengawasan di setiap tahap rantai pasokan, mengurangi risiko kecurangan, dan memastikan pembagian keuntungan yang adil berdasarkan pada data produksi yang akurat.
Untuk PNBP SDA mineral dan batu bara yang berasal dari royalti berdasarkan pada volume produksi dan penjualan, data immutability memastikan setiap ton mineral yang diekstraksi hingga dijual dapat dilacak secara permanen. Teknologi ini mencegah manipulasi data yang digunakan untuk perhitungan royalty sekaligus menjaga integritas pendapatan negara.
Pada PNBP SDA kehutanan, blockchain memungkinkan transparansi pelacakan izin pemanfaatan, volume kayu yang dipanen, serta penggunaan dana reboisasi. Teknologi ini membantu pencegahan illegal logging dan memastikan akuntabilitas penggunaan dana.
Kemudian, terkait dengan PNBP SDA kelautan dan perikanan, blockchain bermanfaat dalam pencatatan hasil tangkapan ikan dan transaksi terkait produk laut. Hal ini mendukung pengawasan, mencegah overfishing, dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi perdagangan hasil laut.
Untuk PNBP dari pemanfaatan barang milik negara (BMN), smart contract pada blockchain dapat mengautomasi pembayaran sewa dan pengelolaan aset, mengurangi risiko kesalahan manual, serta memastikan kepatuhan terhadap perjanjian. Blockchain dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi pengelolaan aset negara serta mengurangi potensi korupsi.
PNBP juga mencakup layanan yang disediakan K/L, seperti penerbitan izin dan penyediaan informasi yang sering melibatkan data sensitif. Data immutability pada blockchain memastikan semua transaksi tercatat dengan aman dan tidak dapat diubah, meningkatkan keamanan data, dan mempermudah proses audit.
BERBAGAI potensi positif dari pemanfaatan blockchain tetap menyisakan tantangan, seperti kompleksitas teknis, reformasi regulasi, isu privasi data, serta resistensi perubahan (Manani dan Mose, 2024). Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pengembangan infrastruktur teknologi, pelatihan pegawai (termasuk change management), proyek percontohan, dan regulasi yang jelas.
Implementasi blockchain dalam pengelolaan PNBP memang memerlukan langkah strategis. Namun, pemangku kebijakan tetap perlu mempertimbangkan aspek pembiayaan. Biaya pengembangan awal blockchain dapat berkisar antara US$25.000 (sekitar Rp380 juta) untuk privat hingga lebih dari $50.000 (sekitar Rp770 juta) untuk hybrid. Hal ini belum termasuk biaya operasional, pemeliharaan rutin, dan pelatihan.
Namun, mengingat penerimaan PNBP yang mencapai lebih dari Rp600 triliun pada 2023, biaya investasi untuk blockchain relatif tidak besar. Analisis cost-benefit mendalam diperlukan untuk memastikan bahwa penerapan blockchain memberikan nilai tambah bagi pengelolaan PNBP.
Strategi pertama yang dapat dilakukan adalah mengembangkan infrastruktur teknologi yang memadai. Pemerintah perlu mengembangkan pusat data yang aman, meningkatkan kualitas jaringan internet, dan menyesuaikan sistem yang ada untuk mendukung operasional blockchain. Server yang kuat dan fasilitas penyimpanan data yang besar penting untuk memastikan buku besar digital mudah diakses dan dikelola.
Selanjutnya, pelatihan intensif dan berkelanjutan harus diberikan untuk memastikan pegawai memahami blockchain dan bisa mengoperasikannya secara efektif. Pelatihan mencakup dasar-dasar blockchain, operasional sistem, keamanan dan privasi data, dan change management.
Kemudian, pemerintah perlu memulai proyek percontohan di beberapa K/L untuk menguji coba blockchain, mengevaluasi hasilnya, dan menyesuaikan strategi. Setelah uji coba berhasil, implementasi penuh blockchain dapat dilakukan.
Monitoring berkelanjutan dan audit berkala diperlukan untuk memastikan bahwa sistem blockchain berjalan optimal, masalah dapat segera diatasi, dan manfaat yang diharapkan bagi optimalisasi pengelolaan PNBP telah tercapai.
Regulasi yang jelas juga penting. Regulasi ini mencakup ketentuan hak akses data, mekanisme persetujuan, dan standar keamanan siber. Regulasi mencakup berbagai tingkat aturan, dari undang-undang, peraturan pemerintah, serta peraturan teknis lainnya.
Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, ahli teknologi, dan pemangku kepentingan lainnya sangat dibutuhkan. Penyusunan regulasi dilakukan paralel dengan strategi implementasi lainnya.
Blockchain bukan sekadar tren teknologi, melainkan solusi nyata untuk tata kelola PNBP. Dengan strategi yang tepat, blockchain bisa menjadi kunci transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan PNBP. Pada gilirannya, strategi ini akan mengoptimalkan pengumpulan PNBP.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2024, sebagai bagian dari perayaan HUT ke-17 DDTC. Selain berhak memperebutkan total hadiah Rp52 juta, artikel ini juga akan menjadi bagian dari buku yang diterbitkan DDTC pada Oktober 2024.