LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Kebijakan Pajak yang Tepat untuk Menangkap Momentum Bonus Demografi

Redaksi DDTCNews
Rabu, 25 Oktober 2023 | 15.15 WIB
ddtc-loaderKebijakan Pajak yang Tepat untuk Menangkap Momentum Bonus Demografi

Haris Tri Mulyanto,

Kota Depok, Jawa Barat

BONUS demografi Indonesia yang ditaksir terjadi hingga 2035 nanti digadang-gadang menjadi bahan bakar bagi laju pertumbuhan ekonomi. Banyaknya penduduk berusia produktif bisa memberikan manfaat bagi Indonesia. 

Namun, bagaikan pisau bermata dua, kondisi tersebut dapat menjadi bencana demografi jika pemerintah gagal menciptakan kesempatan kerja yang luas dan ledakan populasi produktif tak diimbangi dengan kepemilikan keahlian (skill) sesuai dengan kebutuhan industri. 

Menurut laporan World Bank (2015), salah satu hal yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah Indonesia adalah pentingnya tata kelola yang baik (good corporate governance) untuk memastikan seluruh kebijakan berjalan efektif. Kebijakan yang dimaksud mencakup kebijakan fiskal yang mendukung tujuan di atas, yakni penciptaan lapangan kerja. 

Selama ini pemerintah telah merilis kebijakan fiskal, termasuk insentif pajak, untuk menarik investasi. Pada akhirnya, aliran modal yang masuk bisa menciptakan lapangan kerja. Jika bisa disimpulkan, tata kelola pemerintah yang baik mendukung terciptanya kebijakan fiskal yang tepat untuk membuka kesempatan kerja seluas-luasnya. 

Beberapa insentif pajak yang sempat diberikan pemerintah, antara lain adalah PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, pembebasan PPh 22 impor, pengurangan angsuran PPh  25, percepatan restitusi PPN, serta insentif PPh Final UMKM dan penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%. Berkaca pada periode penanganan pandemi Covid-19, kebijakan pajak dianggap mampu secara efektif dan efisien memanfaatkan fenomena bonus demografi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi.  

Dampak Positif Kebijakan Pajak yang Efektif  

Sejalan dengan amanat Undang-Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), kebijakan pajak disusun untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pajak yang efektif dapat menarik investasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam sebuah kesempatan, menegaskan bahwa kebijakan pajak merupakan instrumen untuk mengelola perekonomiaan. Guna menghadapi tantangan bonus demografi, penulis menyodorkan sejumlah desain kebijakan pajak yang bisa diadopsi oleh pemerintah. 

Pertama, ekstensifikasi basis pajak. Peningkatan jumlah angkatan kerja harus diimbangi dengan penambahan jumlah wajib pajak. Pada realitanya, kondisi tersebut belum ideal.

Meskipun meningkat, angka tax ratio Indonesia masih tertahan di level 10,4%. Angka itu masih lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara Asean lain, seperti Thailand (14,5%), Filipina (14,6%), dan Singapura (12,9%). Menurut International Monetary Fund (MF), idealnya, Indonesia memiliki tax ratio sebesar 12,9% untuk bisa membiayai pembangunannya secara mandiri.

Kedua, program inklusi pajak. Pemerintah perlu menggencarkan inklusi pajak melalui sistem pendidikan nasional. Langkah ini diharapkan bisa mendorong kesadaran pajak bagi generasi muda dan angkatan kerja. 

Ketiga, keselarasan kebijakan. Seluruh kebijakan pajak yang disusun perlu mengacu pada reformasi pajak sebagai titik sentralnya. Dengan demikian, kerangka kebijakan ekonomi akan sejalan dengan tujuan jangka panjang dan adaptif terhadap perubahan.

Misalnya, implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), ekstensifikasi wajib pajak HWI (High Wealth Individual), implementasi coretax system, dan pemanfaatan digital forensics.  

Keempat, pemberian insentif yang tepat. Pemerintah perlu memastikan insentif diberikan kepada sektor-sektor yang memiliki  dampak penting terhadap penciptaan lapangan kerja baru.  

Kelima, redistribusi pendapatan. Kebijakan pajak harus mampu mengurangi kesenjangan pendapatan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi.  

Keenam, pajak penghasilan (PPh) yang terdiferensiasi. Pemerintah perlu mempertimbangkan adanya perubahan batas bawah minimum penghasilan yang dipajaki. Dengan begitu, angkatan kerja mendapatkan insentif pajak yang lebih rendah. 

Ketujuh, sistem pemungutan pajak yang sederhana. Peraturan pajak yang terlalu kompleks justru akan meningkatkan biaya  kepatuhan. Hal tersebut secara tidak langsung bisa memangkas minat investasi dan pada akhirnya mengurangi pertumbuhan lepangan kerja.

Kedelapan, inovasi teknologi. Pemerintah bisa mengintegrasikan teknologi informasi dalam proses pengumpulan dan pengolahan  data pajak. Cara ini bisa meningkatkan kredibilitas otoritas pajak membangun iklim investasi yang baik.  

Mengambil Langkah Nyata

Dari sederet rekomendasi kebijakan di atas, yang terpenting adalah langkah nyata oleh pemerintah. Bonus demografi adalah keniscayaan yang mau tak mau dihadapi pemerintah. Karenanya, pemerintah perlu menangkap momentum tersebut guna menjaring manfaat. 

Menghadapi tahun politik, para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) diharapkan mampu menciptakan iklim politik dan ekonomi yang stabil. Karenanya, mereka perlu memastikan kebijakan pajak tidak sekadar terhenti di tataran janji politik, tetapi juga masuk dalam program kerjanya kelak. Calon pemimpin bangsa harus memahami urgensi terciptanya kebijakan pajak sebagai kunci terciptanya pemerintahan yang baik dan kompeten.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Henry
baru saja
keren artikelnya