LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Kembali ke Paradigma Baru Pajak

Redaksi DDTCNews | Senin, 02 November 2020 | 14:13 WIB
Kembali ke Paradigma Baru Pajak

Muhamad Nur Ismail, Tanjung Priok, Jakarta Utara

MASA kenormalan baru (new normal) diawali Surat Edaran Menteri Kesehatan No. HK.02.01/Menkes/335/2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Tempat Kerja Sektor Jasa dan Perdagangan (Area Publik) dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada 20 Mei 2020.

Masa new normal diputuskan pemerintah untuk menyelamatkan ekonomi dan dunia usaha. Kebangkitan ekonomi Indonesia pada era pandemi ini tidak hanya bergantung pada pemerintah. Masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan membayar pajak tepat waktu dan tepat jumlah.

Pemerintah lalu menerbitkan Perpres Nomor 54 Tahun 2020 yang menegaskan alokasi belanja pajak Rp84,54 triliun. Belanja pajak ini diharapkan menciptakan multiplier effect bagi kegiatan ekonomi dan membantu pengusaha tetap bertahan serta tidak melakukan pemutusan hubungan kerja.

Masa pandemi ini adalah momentum yang tepat untuk menggeser paradigma pajak, dari fungsi penerimaan (budgeter) menjadi fungsi mengatur (regulerend). Selain itu, juga diperlukan kerelaan mengorbankan penerimaan pajak untuk menstabilkan kondisi ekonomi (Darussalam, 2020).

Tidak kalah pentingnya ialah pergeseran dari definisi pajak itu sendiri, dari tidak mendapatkan imbalan langsung menjadi berfungsi sebagai kontraprestasi pelayanan pemerintah. Dengan kontraprestasi ini, wajib pajak dapat sukarela memenuhi kewajibannya tanpa paksaan dan tekanan.

Di negara yang iklim demokrasinya berkembang, masyarakat lebih mudah diatur daripada dipaksa (Mikesell, 1982). Hal ini sesuai dengan teori welfare state, yaitu negara bertanggungjawab penuh menyediakan semua kebutuhan rakyat dan tidak dapat dilimpahkan (Abercrombie, 2000).

Hal tersebut juga sejalan dengan teori utility, yaitu pemanfaatan uang pajak diupayakan untuk pelayanan publik. Jika pembayar pajak merasakan manfaat atas pembayaran pajak yang dilakukannya, diharapkan timbul kesadaran melakukan pembayaran secara sukarela (Davey, 2002).

Ceko dan Hungaria
BEBERAPA negara telah mengimplementasikan teori welfare state dan teori utility yang hasil pajaknya langsung digunakan untuk memenuhi pelayanan publik. Republik Ceko misalnya. Pelayanan yang disediakan negara ini ada yang bersifat wajib dan ada yang bersifat pilihan.

Pelayanan wajib meliputi perawatan jalan, administrasi pemerintah, pendidikan, pelayanan sosial lanjut usia dan orang cacat, kesehatan, keamanan publik dan pemadam kebakaran. Pelayanan teknis meliputi pengolahan limbah, sanitasi, transportasi, perawatan taman dan lain sebagainya.

Semuanya harus disediakan secara konsisten, disesuaikan dengan tuntutan masyarakat (Lacina dan Vajdova, 2000). Tax ratio Republik Ceko pada 2015 mencapai 36,3%, jauh dari Indonesia pada tahun yang sama yang hanya 11,6%.

Contoh berikutnya Republik Hungaria. Paradigma pajak di negara ini hampir sama dengan Republik Ceko, yaitu hasil pemungutan pajaknya langsung digunakan untuk pemenuhan pelayanan publik, yaitu pelayanan wajib dan pelayanan yang bersifat pilihan.

Pelayanan wajib meliputi air minum, pendidikan, kesehatan, permakaman dan perlindungan hak minoritas. Sedangkan pelayanan pilihan mencakup pengelolaan taman, sanitasi, jaringan air dan gas, transportasi, dan lainnya (Temesi, 2000). Hasilnya, tax ratio Hungaria pada 2015 mencapai 39,3%.

Untuk mengubah paradigma pajak, maka harus terdapat kontraprestasi yang layak diterima seperti pada contoh dua negara yang menerapkan teori welfare state dan teori utility itu. Dengan demikian, pemungutan pajak akan sesuai dengan rasa keadilan yang bermanfaat bagi kesejahteraan.

Dalam new normal ini, Indonesia tentu dapat menggeser perlahan paradigma pajak. Peruntukan uang pajak diarahkan ke peningkatan pelayanan publik, misalnya menangangi aspek kesehatan masyarakat, memajukan usaha mikro, kecil, dan menengah, dan memperbaiki infrastruktur.

Pada saat yang sama, perlu dirumuskan kebijakan keterbukaan tentang penerimaan dan pemanfaatan pajak yang dapat diakses wajib pajak setiap saat. Dengan demikian, peranan pajak di tengah pandemi Covid-19 ini dapat dirasakan masyarakat.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

03 November 2020 | 15:19 WIB

Saya setuju dengan merubah paradigma pajak di era new normal, apa solusi untuk Pemerintah dalam penerapan paradigma pajak new normal yg berevolusi ini sehingga tingkat kesadaran masyarakat bisa tumbuh?.. terima kasih

03 November 2020 | 13:41 WIB

ulasan yg bagus dan lugas memang saat ini yg tepat pemerintah memberikan kontribusi nyata dari perspektif penerimaan pajak saat pandemic sedang berlangsung agar roda perekonomian tetap berjalan

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN