Imanuel Christ Pratidina Putra,
TAHUN pemilihan umum selalu menjadi momen penting bagi negara demokrasi. Setiap warga negara memiliki hak dan tanggung jawab untuk memilih pemimpin mereka. Kemeriahan pemilu bisa dilihat dari bertebarannya reklame berupa spanduk, bendera, hingga billboard yang memampang wajah kandidat pemimpin masa depan.
Bicara soal reklame, tahukah Anda bahwa ada hubungan erat antara pesta demokrasi dengan pungutan pajak atas reklame? Apa kaitannya? Ternyata, lebih dari yang kita bayangkan. Melalui artikel ini penulis ingin mengulasnya lebih dalam.
Pajak reklame adalah salah satu sumber pendapatan bagi banyak daerah di Indonesia. Jenis pajak ini dipungut dari iklan atau reklame yang dipasang di ruang publik seperti billboard, spanduk, hingga neon box. Pajak yang terkumpul dari reklame ini kemudian dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk mendanai berbagai program pembangunan di lingkup lokal.
Namun, selama ini penyelenggaraan reklame untuk kegiatan politik dikecualikan dari objek pajak reklame. Artinya, spanduk-spanduk politik tidak kena pajak.
Penulis berpandangan, di tengah hingar bingar pesta demokrasi justru pengenaan pajak terhadap reklame partai politik makin relevan dilakukan. Pemajakan atas reklame parpol tidak sekadar cara pemerintah mengumpulkan penerimaan saja, tetapi juga sebagai simbol keseriusan masing-masing parpol dalam menjalani proses demokrasi.
Di bawah sorotan cahaya lampu kota, iklan-iklan politik makin bertebaran. Inilah saatnya pajak reklame muncul sebagai salah satu pilar demokrasi yang kuat.
Pengumpulan Dana untuk Pemilu yang Lancar
Pemilu merupakan hajat negara yang membutuhkan dana tidak sedikit. Dana ini dibutuhkan untuk pemungutan suara, pemrosesan data, dan pemantauan kecurangan pemilu. Pajak reklame, sebagaimana jenis pajak lainnya, memberikan kontribusi berarti dalam membiayai semua ini. Tanpanya, proses pemilu bisa terhambat dan kurang efisien.
Namun, dalam pemilu ada kekhawatiran tentang pengaruh finansial berlebihan dari pihak-pihak atau parpol tertentu. Kondisi tersebut ditakutkan memunculkan ketimpangan kemampuan masing-masing parpol atau kandidat capres-cawapres dalam berkampanye.
Karenanya, penulis memandang pemajakan atas reklame parpol bisa membatasi dominasi finansial oleh pihak tertentu dalam masa kampanye. Tentunya, pajak reklame parpol perlu disusun formulanya secara adil agar tidak merugian pihak manapun. Jika pajak reklame parpol berjalan, diharapkan akan terwujud kesempatan yang merata bagi seluruh parpol dan capres-cawapres dalam menjalani pesta demokrasi.
Pajak Reklame yang Transparan dan Bertanggung Jawab
Ketika iklan politik dikenakan pajak, perlu ada transparansi dalam penggunaan dana kampanye oleh masing-masing peserta pemilu. Calon pemilih punya hak untuk mengetahui seperti apa pengelolaan dana kampanye dari masing-masing parpol atau kandidat capres-cawapres, termasuk setoran pajak reklamenya.
Pemajakan atas reklame politik juga bisa mendorong seluruh peserta pemilu untuk lebih jujur terkait dengan pengelolaan dana dan pengeluaran selama masa kampanye.
Pada akhirnya, pendapatan negara yang terkumpul dari pajak reklame politik tidak hanya untuk mendukung pemilu saja, tetapi juga bakal disalurkan untuk mendanai pembangunan infrastruktur. Pajak reklame politik juga bisa membentuk ikatan erat antara pemilih dengan para kandidat pemilu. Masyarakat merasa terlibat dalam proses pemilu dan memiliki kepentingan pribadi dalam penggunaan dana tersebut.
Secara terperinci, penulis merangkum beberapa manfaat pengenaan pajak reklame politik. Pertama, mendorong kampanye politik yang terbuka dan informatif. Pajak reklame mendorong setiap peserta pemilu agar lebih bijaksana dalam menggunakan dana kampanyenya. Hal ini tentunya 'memaksa' setiap peserta pemilu untuk menyampaikan visi dan misinya melalui iklan yang legal.
Kedua, peningkatan akuntabilitas publik. Pendapatan dari pajak reklame dapat digunakan untuk mendukung pelaporan dan pemantauan kampanye politik. Dengan lebih banyak sumber daya yang tersedia untuk mengawasi pemilu dan pemilihan umum, pelaporan dana kampanye dan penggunaannya menjadi lebih transparan dan dapat dipantau oleh masyarakat.
Ketiga, manfaat berkelanjutan. Dalam jangka panjang, pendapatan dari pajak reklame dapat digunakan untuk mendukung pendidikan politik dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemilu. Inisiatif ini bisa termasuk seminar, debat publik, dan kampanye pendidikan yang meningkatkan partisipasi pemilih.
Dalam berdemokrasi, pemerintah perlu menyiapkan formula yang efektif sekaligus berkeadilan. Penulis menyodorkan pajak reklame politik sebagai salah satu instrumen yang mendorong transparansi dalam kampanye sekaligus mengedukasi publik untuk memilih calon pemimpin yang bertanggung jawab.
Dengan memahami potensi pajak reklame dan memanfaatkannya dengan bijak, kita dapat mengukuhkan demokrasi Indonesia dan memberikan suara yang lebih kuat kepada calon pemimpin terbaik bangsa.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.