Frengky Oktavianus Tompira,
PANDEMI Covid-19 menyisakan sejumlah tantangan ekonomi bagi banyak negara, tak terkecuali Indonesia. International Monetary Fund (IMF) sudah mengingatkan tentang potensi dampak berkepanjangan akibat tekanan pandemi atau the long ascent (IMF, 2020). Karenanya, pemerintah perlu menyiapkan langkah mitigasi untuk menghadapi risiko krisis ekonomi pascapandemi.
Upaya mitigasi terhadap tekanan ekonomi tidak cuma dilakukan pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah (pemda). Bagi pemda, antisipasi terhadap krisis ekonomi dilakukan melalui pengelolaan keuangan daerah dengan berorientasi pada penguatan pendapatan asli daerah (PAD). Kemandirian daerah dalam menggaet lebih banyak PAD sudah dipayungi oleh UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Peta Kapasitas Fiskal Daerah (Kemenkeu, 2022), rata-rata kapasitas fiskal daerah tingkat provinsi berada pada posisi rendah dan sedang. Sementara itu, rata-rata kapasitas fiskal daerah tingkat kabupaten/kota masih pada posisi sangat rendah dan rendah. Kondisi ini menunjukan otonomi daerah yang telah berjalan lebih dari 20 tahun belum mampu mendongkrak kemandirian fiskal daerah sesuai dengan semangat desentralisasi dalam otonomi daerah.
Setiap daerah memiliki karakter sumber dayanya masing-masing yang bisa dikelola untuk menambah pendapatan (income) di luar dana transfer. Kinerja PAD yang optimal bisa membantu daerah mengatasi krisis ekonomi pascapandemi tanpa terlalu bergantung pada pusat.
Berdasarkan asas desentralisasi, pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemda untuk mendanai pelaksanaan otonominya dengan PAD yang dimiliki. Karenanya, perlu ada diversifikasi terhadap pengelolaan kekayaan dan sumber daya daerah yang berfokus pada peningkatan PAD.
Penulis menyodorkan tiga langkah diversifikasi pengelolaan PAD yang bisa dijalankan oleh pemda untuk mengoptimalkan penerimaan.
Pertama, penguatan kelembagaan dan regulasi daerah. Salah satu bentuk pengutan kelembagaan adalah melalui restrukturisasi organisasi sesuai dengan kebutuhan dan potensi PAD yang ada.
Penguatan lembaga juga bisa dilakukan dengan meningkatkan kapasitas dan kompetensi SDM di lingkungan pemda, memodernisasi administrasi perpajakan, serta menyederhanakan proses bisnis.
Pemda membutuhkan SDM yang terampil dalam mengoptimalkan PAD. Ada beberapa spesifikasi keahlian yang dibutuhkan pemda, antara lain penilai pajak, petugas pemungut pajak dan pemungut retribusi, juru tagih/pungut, juru parkir, pemeriksa pajak, juru sita pajak, petugas penilai, serta aparatur pengawas atau penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di bidang perpajakan.
Sementara itu, peningkatan kompetensi SDM bisa dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan, lokakarya, focus group discussion (FGD), serta program pengembangan diri lainnya seperti magang. Khusus untuk magang, suatu instansi di lingkungan pemda bisa menempatkan peserta magang pada instansi lain yang memiliki best practices pengelolaan APBD.
Selain itu, berdasarkan informasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD), pemda memiliki kesempatan untuk mengajukan permintaan kepada Kemenkeu terkait dengan penempatan lulusan PKN STAN. Hal ini bertujuan agar instansi di daerah memiliki SDM yang terampil dalam menjalankan fungsi administrasi perpajakan.
Kedua, ekstensifikasi PAD. Ekstensifikasi PAD dapat dilakukan melalui pengelolaan sumber penerimaan baru serta penjaringan wajib pajak (WP) dan wajib retribusi (WR) baru. Namun, penjaringan WP dan WR baru hanya berfokus pada pengelolaan sumber penerimaan baru terutama untuk lain-lain PAD yang sah. Alasannya, penerimaan dari pajak daerah dan retribusi daerah bersifat closed list, artinya sudah dibatasi atas pemungutan pajak tertentu atau tidak memiliki keleluasaan memungut pajak lain di luar jenis pajak dan retribusi yang ada.
Sumber penerimaan baru dari lain-lain PAD yang sah, terdiri dari beberapa sektor. Pertama, hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. Kedua, hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. Ketiga, jasa giro. Keempat, pendapatan bunga. Kelima, tuntutan ganti rugi.
Keenam, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Ketujuh, komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
Ketujuh sumber tersebut perlu dimaksimalkan pengelolaannya oleh daerah. Hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki aset potensial yang bisa dikelola dan berpeluang dijadikan sebagai sumber penerimaan baru.
Ketiga, intensifikasi PAD. Intensifikasi PAD dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penerimaan sesuai potensi daerah serta memaksimalkan penerimaan dari piutang.
Salah satu kunci untuk mengoptimalkan potensi pajak daerah yaitu melalui pemutakhiran atau validasi data pajak daerah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Pemda perlu mempercepat dan memperluas pelaksanaan digitalisasi terhadap semua basis pengelolaan PAD.
Validasi data pajak daerah dapat dilakukan melalui pengecekan di lapangan secara bertahap. Pengecekan ini bermaksud melihat apakah data wajib pajak masih sama atau sudah berubah. Apalagi, perubahan data wajib pajak cenderung terus terjadi secara cepat. Jika terdapat perubahan, pemda perlu melakukan penyesuaian basis data.
Kemudian, khusus untuk jenis PAD yang memiliki objek dan subjek yang banyak dan cenderung bertambah seperti pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB-P2), perlu dilakukan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Penyesuaian dilakukan agar NJOP tidak terlalu jauh dari nilai pasar, khususnya di daerah-daerah yang perkembangannya cukup pesat.
Selanjutnya, pemda perlu segera menyelesaikan piutang pajak daerah dengan melibatkan instansi lain seperti kejaksaan selaku pengacara negara. Pelibatan instansi lain ini bisa dilakukan melalui kerja sama pemungutan PAD. Karenanya, pemda perlu menjalankan diversifikasi piutang pajak terhadap seluruh objek pajak daerah.
Diversifikasi dilakukan guna memastikan kebenaran data piutang yang dapat ditagih. Pemda perlu secepatnya merampungkan piutang PBB-P2 yang selalu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam setiap pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Di sisi lain, penghapusan piutang bisa dilakukan terhadap piutang pajak yang sudah kedaluwarsa sesuai dengan peraturan perundang-undangan melalui ketetapan kepala daerah.
Evaluasi Pemungutan PAD
Selain menjalankan tiga langkah diversifikasi PAD di atas, pemda juga perlu mengevaluasi implementasi pemungutan PAD selama ini. Evaluasi perlu dilakukan dengan melibatkan seluruh stakeholder, baik pemerintah (perangkat daerah maupun instansi vertikal), sektor swasta (perbankan, dunia usaha, dan lain sebagainya), serta masyarakat (asosiasi dan paguyuban) yang ada di daerah.
Ada dua hal utama yang perlu dievaluasi. Pertama, aspek kebijakan perencanaan PAD. Aspek ini meliputi permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan daerah dalam menetapkan tarif dan target PAD pada setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pemungut.
Kebijakan perencanaan PAD yang perlu disorot juga mencakup perencanaan dan penganggarannya. Penulis memandang tidak optimalnya pemungutan PAD disebabkan penetapan tarif dan target yang belum tepat sesuai dengan kemampuan masyarakat dan potensi yang sesungguhnya. Bahkan tidak jarang terdapat beberapa jenis pungutan PAD yang bersumber dari retribusi daerah ternyata tidak optimal dilakukan oleh perangkat daerah tertentu karena perencanaan yang terlalu optimistis tanpa dukungan sumber daya yang realistis.
Kedua, aspek manajemen pemungutan PAD. Aspek ini meliputi mekanisme serta SDM dan isntansi yang dilibatkan dalam pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak sumber penerimaan PAD yang belum didukung oleh sistem pemungutan yang efektif, efisien, dan akuntabel. Pemda perlu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi untuk menutup celah fraud atau kecurangan. Peluang fraud ini tercatat masih tinggi di sejumlah daerah.
Pemungutan PAD juga perlu didukung oleh SDM yang profesional seperti petugas pemungut pajak dan pemungut retribusi, juru tagih/pungut, juru parkir, pemeriksa pajak, juru sita pajak, petugas penilai, serta aparatur pengawas atau PPNS.
Selain rekrutmen SDM, pemda sebenarnya bisa melibatkan instansi lain di lingkungan pemda apabila membutuhkan aparatur yang profesional dalam pemungutan PAD. Selanjutnya, dukungan sumber daya penunjang yang meliputi sarana dan prasarana sesuai jenis layanan yang menjadi sumber PAD juga harus menjadi perhatian untuk dievaluasi.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.