JAKARTA, DDTCNews – Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini masih dibayangi oleh berbagai risiko yang cukup besar. Bahkan, ada potensi realisasi pertumbuhan ekonomi 2017 akan melambat dari tahun lalu. Kabar tersebut menjadi topik utama sejumlah media nasional pagi ini, Rabu (18/17).
Laporan Ekonomi Kuartalan Bank Dunia terbaru menunjukkan Indonesia perlu lebih mewaspadai risiko dalam negeri, selain dari eksternal. Risiko tersebut kemungkinan adalah target penerimaan pajak yang tidak akan tercapai.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan pemerintah harus mendorong agar penerimaan pajak 2017 dapat tercapai sesuai target. Ia menambahkan saat ini kredibilitas fiskal Indonesia telah membaik seiring dengan penetapan sasaran penerimaan yang lebih realistis dalam APBN 2017.
Kendati demikian, Bank Dunia melihat perlu adanya perbaikan kualitas belanja, baik di tingkat pusat maupun daerah. Cara ini dinilai dapat membantu pemerintah meningkatkan pelayanan publik dan mencapai tujuan pembangunan dengan tetap mempertahankan reformasi pada penerimaan negara.
Kabar lainnya datang dari potensi pajak sebesar Rp20,1 triliun diperkirakan hilang akibat adanya kebijakan kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Berikut ulasan ringkas beritanya:
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan pemerintah kehilangan potensi penerimaan negara sebesar Rp20,1 triliun pada tahun 2016. Kehilangan tersebut disebabkan dari penyesuaian PTKP yang mulai diterapkan pada Juni 2016. Tahun lalu, pemerintah menaikkan PTKP dari Rp36 juta per tahun menjadi Rp54 juta per tahun. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan kenaikan ini awalnya dimaksudkan agar dapat meningkatkan daya beli masyarakat untuk membeli barang konsumsi rumah tangga.
Ditjen Pajak akan melakukan pemanggilan kembali kepada Google Asia Pacific, Pte Ltd pada Kamis, (19/1). Hal ini dikarenakan sampai saat ini Google tidak juga mengindahkan permintaan Ditjen Pajak untuk menyerahkan dokumen secara lengkap. Berdasarkan hasil investigasi yang pernah dilakukan, Ditjen Pajak menemukan bahwa Google memiliki sekitar 140 unit dedicated catch server di Indonesia yang dapat dikenakan pajak. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan jika Google masih mangkir, maka pihaknya akan meningkatkan status pemeriksaan dari bukti permulaan menjadi tahap penyidikan. Dalam level penyidikan, Google akan dikenakan tarif pajak hingga 400%.
Alih-alih mengalami penurunan penerimaan pajak, realisasi pencairan restitusi pada 2016 justru mengalami kenaikan 6,3% dibandingkan dengan posisi pada tahun sebelumnya. Kondisi tersebut berlangsung di tengah implementasi kebijakan amnesti pajak. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal mengatakan realisasi pencairan restitusi pada 2016 mencapai Rp101 triliun, lebih tinggi dibanding dengan pencapaian sebelumnya sebesar Rp95 triliun. Dari total pencairan restitusi tersebut, sekitar 60%-nya berasal dari pos penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN).
Ditjen Pajak menyatakan kewajiban transfer pricing documentations (TP Doc) tidak hanya diberlakukan untuk transaksi afiliasi lintas negara saja, tetapi juga untuk domestik. Pengamat pajak dari DDTC, Bawono Kristiaji mengatakan bahwa kasus penghindaran pajak terkait dengan transaksi afiliasi tidak hanya terjadi dalam kasus transaksi lintas negara saja, tetapi juga terjadi dalam lingkup domestik dengan kondisi-kondisi tertentu. Dengan demikian, TP Doc justru seharusnya dijadikan sarana bagi wajib pajak dalam lingkup domestik untuk membuktikan ada atau tidaknya upaya penghindaran pajak.
Produsen plastik meragukan efektivitas penerapan cukai plastik dengan tarif berlapis berdasarkan sistem produksi daur ulang. Implementasi tarif bagi resin plastik impor dan pembangunan sistem manajemen sampah yang lebih baik dinilai justru lebih efektif untuk diterapkan. Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik, Fajar Budiyono mengatakan penerapan sistem daur ulang dan resin plastik sulit dikenali tanpa adanya pengawasan yang ketat dan berkesinambungan.
Kementerian Keuangan masih melakukan kajian terkait usulan kenaikan tarif bea keluar atas ekspor mineral mentah yang diusulkan Kementerian ESDM. Kemenkeu menargetkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut akan terbit paling lambat pekan depan. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan secara prinsip, tarif bea keluar baru yang akan ditetapkan nantinya bertujuan untuk mendorong hilirisasi melalui pemurnian di dalam negeri, bukan semata-mata untuk meningkatkan penerimaan negara saja. Oleh karena itu, mekanisme tarif progresif yang dikenakan akan berdasarkan pada perkembangan pembangunan smelter. (Amu)