BERITA PAJAK HARI INI

Indonesia Terapkan Pajak Minimum Global, Sasar Korporasi Multinasional

Redaksi DDTCNews
Jumat, 17 Januari 2025 | 09.08 WIB
Indonesia Terapkan Pajak Minimum Global, Sasar Korporasi Multinasional

JAKARTA, DDTCNews – Indonesia resmi mengimplementasikan pajak minimum global mulai tahun pajak 2025 seiring dengan diterbitkannya PMK 136/2024. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (17/1/2025).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan aturan pajak minimum global diperlukan untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat. Dia juga memastikan aturan tersebut tidak berdampak bagi wajib pajak orang pribadi dan UMKM.

"Inisiatif ini untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat dengan cara memastikan perusahaan multinasional beromzet konsolidasi global minimal €750 juta membayar pajak minimum sebesar 15% di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi," katanya.

Dengan pajak minimum global, pajak tidak lagi menjadi faktor utama bagi pelaku usaha dalam menentukan negara tujuan investasi. Pajak minimum global juga mampu mencegah praktik penghindaran melalui tax haven.

"Kesepakatan ini kita sambut baik karena sangat positif dalam menciptakan sistem perpajakan global yang lebih adil," tutur Febrio.

Dengan diadopsinya pajak minimum global, wajib pajak badan tercakup akan dikenai top-up tax jika tarif pajak efektif yang dibayar kurang dari 15%. Nanti, top-up tax harus dibayar paling lambat pada akhir tahun pajak berikutnya. Untuk tahun pajak 2025, top-up tax harus dibayar paling lambat pada 31 Desember 2026.

Lebih lanjut, kewajiban menyampaikan laporan pajak minimum global dilaksanakan paling lambat 15 bulan setelah tahun pajak berakhir. Namun, untuk tahun pertama penerapan pajak minimum global, wajib pajak bisa menyampaikan laporan paling lambat 18 bulan setelah tahun pajak berakhir.

Selain pajak minimum global, ada pula ulasan peraturan baru terkait dengan tata cara pembetulan, keberatan, hingga pembatalan di bidang pajak. Lalu, ada juga bahasan mengenai insentif yang akan diberikan pemerintah terhadap family office.  

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Pajak Minimum Global untuk Tekan Praktik Profit Shifting

Director of Fiscal Research and Advisory DDTC Bawono Kristiaji menilai penerapan pajak minimum global bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan pajak, melainkan juga menjadi instrumen penting untuk mengurangi praktik profit shifting oleh perusahaan multinasional.

Menurutnya, kebijakan tersebut diharapkan dapat menekan perbedaan tarif pajak penghasilan (PPh) badan antar-yurisdiksi sehingga mengurangi insentif bagi perusahaan untuk mengalihkan laba ke negara dengan tarif pajak rendah.

Dengan berkurangnya disparitas tarif PPh badan antar-yurisdiksi, peluang untuk melakukan penghindaran pajak melalui pengalihan laba akan menurun.

"Menariknya, saat ini lebih dari 50 yurisdiksi di dunia sudah menerapkan, baik mulai 2024 maupun tahun ini," kata Bawono. (Kontan)

Pemerintah Masih Godok Insentif Family Office

Pemerintah menyatakan terus mematangkan rencana pembentukan family office. Salah satu aspek yang tengah disiapkan dalam pembentukan family office ialah insentif fiskal.

Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengatakan dirinya telah mengikuti sekitar 3 hingga 4 kali rapat mengenai family office sejak menjabat sebagai wamenkeu. Menurutnya, pembahasan mengenai family office di internal pemerintah juga masih terus berlanjut.

"Intinya kan kita juga harus kompetitif untuk ini. Ada standar-standar tertentu yang di luar negeri, jadi insentif harus lebih kompetitif dari itu," katanya. (DDTCNews/Kontan)

Kemenkeu Terbitkan PMK Baru soal Pembetulan Pajak

Kementerian Keuangan menerbitkan peraturan baru soal tata cara pembetulan, keberatan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan di bidang perpajakan. Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 118/2024.

Beleid yang berlaku mulai 1 Januari 2025 tersebut di antaranya diundangkan untuk menyederhanakan peraturan. Simplifikasi tersebut dilakukan dengan melebur dan menyempurnakan ketentuan seputar pembetulan, keberatan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan di bidang perpajakan.

“Untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi wajib pajak,…serta simplifikasi regulasi, perlu menyempurnakan ketentuan tata cara pembetulan, keberatan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan perpajakan,” bunyi pertimbangan PMK 118/2024. (DDTCNews)

Dampak Coretax terhadap Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menyampaikan pengumuman terkait dengan dampak dari telah diluncurkannya coretax Ditjen Pajak (DJP).

Pengumuman terkait dengan dampak peluncuran coretax administration system (CTAS) DJP terhadap proses transaksi pengadaan barang/jasa tersebut disampaikan melalui sebuah unggahan oleh akun Instagram resmi e-Procurement Indonesia yang dikelola Direktorat Sistem Pengadaan Digital LKPP.

“Dengan diluncurkannya coretax … berdampak pada proses transaksi pengadaan barang/jasa di SIKaP dan SPSE yang akan menggunakan NPWP 16 digit mulai tanggal 20 Januari 2025,” bunyi pengumuman tersebut. (DDTCNews)

Soal Coretax DJP, Luhut: Kasih Waktu 3-4 Bulan, Nanti Kita Kritik

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Pandjaitan menilai coretax administration system masih memerlukan waktu untuk dapat berjalan tanpa kendala.

Luhut mengatakan kendala memang biasa muncul ketika menerapkan sistem yang baru, tak terkecuali dengan coretax. Meski begitu, dia memperkirakan coretax akan berjalan stabil setelah 3 hingga 4 bulan sejak diterapkan.

"Kasih waktu 3-4 bulan untuk ini bisa berjalan. Nanti kita kritik, harus dikritik ini, memberikan feedback karena kita tidak sempurna, pasti banyak kurangnya," katanya. (DDTCNews)

Luhut Ingin Data Pengusaha Dimasukkan Govtech, Meski Belum Bayar Pajak

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Pandjaitan ingin semua pengusaha terdata melalui Government Technology (GovTech).

Luhut mengatakan data pengusaha yang terhimpun secara lengkap akan membantu pemerintah menyusun kebijakan secara tepat sasaran. Menurutnya, pendataan tersebut juga bukan berarti pemerintah langsung memaksa pengusaha membayar pajak.

"Bisa [atau] enggak kita nyari dulu. Kita masuk dulu semua ke dalam, jangan terus langsung dipajakin," katanya. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.