ANALISIS PAJAK LAYANAN DIGITAL

GAFA Tax, Akankah Jadi Tren?

Sabtu, 03 Agustus 2019 | 09:31 WIB
GAFA Tax, Akankah Jadi Tren?

Awwaliatul Mukarromah,
DDTC Fiscal Research

BARU-baru ini, Pemerintah Prancis mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) pajak atas layanan digital. Media internasional menyebut pajak ini sebagai ‘pajak GAFA’ (GAFA tax), suatu akronim yang dirancang untuk menyasar Google, Amazon, Facebook, dan Apple, atau dengan kata lain, perusahaan teknologi multinasional yang berbasis di Amerika Serikat (AS).

Pengesahan RUU pajak digital di Prancis pun telah menarik perhatian negara-negara lain di dunia, terutama dengan adanya kritik keras dari Pemerintah AS. Merespons pajak digital Prancis, AS pun membuka proses penyelidikan karena kebijakan itu dianggap diskriminatif sekaligus menyiapkan serangan balik melalui sanksi perdagangan terhadap Prancis.

Meski ada ancaman dari AS, nampaknya Prancis tetap bersikukuh dengan keputusannya. Pada pertemuan ‘Group of 7’ (G7) di Prancis, 17-18 Juli 2019 lalu, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire pun mengatakan Prancis hanya akan menarik pajak layanan digitalnya jika sudah ada keputusan yang kredibel di level OECD, yang ditargetkan tercapai pada akhir 2020 nanti.

Lantas, seperti apa skema pemajakan ekonomi digital yang diterapkan oleh Prancis? Negara-negara mana saja yang sebenarnya sudah mengusulkan atau menerapkan kebijakan serupa? Serta bagaimana implikasinya terhadap perusahaan dan bisnis yang menggunakan platform digital beserta para konsumennya? Hal tersebut akan diulas dalam tulisan ini.

Skema GAFA Tax

GAFA tax atau pajak layanan digital ini berupaya mengenakan pajak dengan tarif flat dan bersifat final sebesar 3% atas pendapatan bruto yang diperoleh dari aktivitas layanan digital. Pengguna yang berasal dari Prancis (French users) dianggap memainkan peran utama dalam pembentukan nilai (value creation) yang menjadi basis pendekatan pengenaan pajak ini.

Pajak layanan digital tersebut akan dikenakan pada dua jenis layanan digital, yaitu pertama penyediaan platform digital (intermediary services). Layanan ini memungkinan pengguna untuk masuk ke dalam sistem dan berinteraksi dengan pihak lain dalam suatu platform digital, misalnya antara pembeli dan penjual dalam suatu marketplace.

Kedua, penyediaan layanan iklan. Pembelian dan penyimpanan pesan iklan, pemantauan iklan, dan pengukuran kinerja, serta manajemen dan transmisi data pengguna juga termasuk dalam kategori ini (advertising services based on users).

Perusahaan domestik maupun asing yang melakukan setidaknya satu dari dua layanan digital di atas akan berada dalam ruang lingkup GAFA tax ketika grup perusahaannya menerima pendapatan lebih dari treshhold tertentu, yaitu €750 juta untuk layanan digital yang disediakan di seluruh dunia dan €25 juta untuk layanan digital yang disediakan di Prancis.

Ambang batas itu dilihat dari tanda terima pembayaran (receipt) yang diterima grup konsolidasi. Untuk layanan penyediaan platform, dihitung dari semua jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pengguna platform. Untuk layanan iklan, dihitung dari semua jumlah yang dibayarkan pengiklan atau agen pengiklan.

Untuk mengukur seberapa besar layanan kena pajak yang disediakan di Prancis, pendekatan proporsional akan diterapkan, yang disebut denganFrench digital presence ratio. Rasio ini harus dihitung untuk setiap jenis layanan digital kena pajak. Alamat IP pengguna juga akan digunakan untuk menentukan apakah pengguna tersebut berada di dalam atau di luar Prancis.

Tren di Negara Lain

Selain Prancis, beberapa negara juga telah mengadopsi atau mengusulkan pajak layanan digital. Bentuknya bervariasi dalam hal spesifiknya, namun kurang lebih memiliki fitur umum yang sama, yaitu memajaki omzet dari aktivitas tertentu, bukan dari penghasilan (IMF, 2019).

Misalnya. proposal pajak layanan digital Uni Eropa yang menjadi cikal bakal GAFA tax Prancis dan pajak digital yang diterapkan di Inggris memiliki cakupan yang hampir sama, yakni fokus pada media sosial, mesin pencari, dan layanan penyediaan platform digital. Namun, keduanya memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengukur user values.

Uni Eropa menggunakan pendekatan berbasis volume (volume-based approach) dengan mengalokasikan pendapatan sesuai dengan seberapa sering sebuah iklan muncul di perangkat pengguna dan jumlah pengguna yang menyelesaikan suatu transaksi pada platform tertentu. Lokasi pengguna ditentukan berdasarkan protokol internet (alamat IP).

Adapun, Inggris menggunakan pendekatan berbasis nilai (value-based approach). Pendekatan ini dilakukan dengan mencari nilai penjualan iklan yang ditargetkan kepada pengguna Inggris dan komisi yang dihasilkan dari transaksi yang melibatkan pengguna Inggris.

Negara-negara lain seperti India, Chili dan Uruguay memilih untuk menerapkan pemotongan pajak (withholding tax) atau equalization tax atas pembayaran iklan dan layanan digital lainnya yang dilakukan subjek pajak dalam negeri kepada perusahaan asing.

Negara berpendapatan rendah seperti Benin, Tanzania, Uganda, dan Zambia belakangan mulai mengenalkan pajak atas layanan digital tertentu. Pajak ini bukan atas pendapatan yang diperoleh penyedia jasa, melainkan atas akses terhadap layanan digital, seperti media sosial.

Implikasi

Tidak hanya perusahaan digital raksasa seperti Google, Amazon, Facebook, dan Apple, pengenaan pajak layanan digital Prancis ini juga akan berpengaruh signifikan terhadap para penjual (merchants) dan konsumen layanan digital tersebut. Pellefigue (2019) dalam riset ekonominya mengenai pajak layanan digital Prancis menyatakan perusahaan-perusahaan besar tersebut akan menanggung beban pajak (tax burden) yang lebih besar.

Hal itu juga akan menimbulkan kenaikan harga pada produk digital sekaligus menurunkan laba yang diterima oleh pelaku bisnis yang memanfaatkan platform digital. Berdasarkan kalkulasinya, total beban pajak yang akan ditanggung berkisar €570 juta pada 2019, hampir 50% lebih tinggi ketimbang target tambahan penerimaan dari pajak tersebut, yakni €400 juta.

Tidak hanya itu, sekitar 55% dari total beban pajak itu akan ditanggung oleh konsumen dan 40% ditanggung oleh bisnis yang memanfaatkan platform-platform digital. Sisanya, sekitar 5% ditanggung oleh perusahaan-perusahaan multinasional berbasis internet. Dengan kata lain, beban pajak tersebut sebagian besar ditanggung oleh konsumen dan bisnis ketimbang raksasa digital itu sendiri.

Biaya administrasi atas penerapana GAFA tax juga diperkirakan sangat tinggi. Sebab, dengan terbatasnya data yang tersedia, perhitungan basis pajak yang akurat akan sangat sulit dilakukan. Konsekuensinya, akan muncul tingkat ketidakpastian yang tinggi, baik dari sisi wajib pajak maupun otoritas pajak Prancis. Misalnya, ketika ada perbedaan interpretasi undang-undang atau ketentuan yang terkait dengan GAFA tax ini, sengketa pajak pun seringkali tak terhindarkan.

Meskipun potensi pendapatan dari pajak layanan digital ini cukup besar, namun efisiensi dan efektivitas kebijakan itu masih menjadi perdebatan. Apalagi, langkah ini merupakan aksi unilateral sehingga sangat besar kemungkinan muncul isu pemajakan berganda.

GAFA tax yang diterapkan Prancis adalah peringatan yang jelas bahwa jika tidak ada konsensus global untuk mereformasi sistem pajak internasional, negara-negara lain kemungkinan akan mengikuti aksinya.

Konsekuensinya, perusahaan-perusahaan AS akan menghadapi serangkaian aturan pajak digital yang berbeda dari puluhan negara. Adalah kebetulan belaka bahwa pada saat ini, sebagian besar perusahaan yang terkena dampak pajak ini berpusat di AS.

Dalam jangka panjang, ketika perusahaan berbasis internet dari Asia dan Eropa memasuki pasar internasional dalam rangka ekspansi bisnis, kebijakan unilateral masing-masing negara justru akan menimbulkan persoalan baru.

Untuk itu, konsensus global sangat diperlukan untuk benar-benar mengatasi masalah ini secara efektif. Meski sulit dicapai, pendekatan global terhadap layanan digital tentu akan lebih menghasilkan perlakuan yang lebih adil dan konsisten.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN