BERITA PAJAK HARI INI

UU PNBP Direvisi, Empat Hal Pokok Diubah

Redaksi DDTCNews
Jumat, 21 Oktober 2016 | 09.29 WIB
UU PNBP Direvisi, Empat Hal Pokok Diubah

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini sejumlah surat kabar memberitakan soal perkembangan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pemerintah mengharapkan proses revisi beleid itu bisa segera selesai.

Direktur PNBP Kementerian Keuangan Mariatul Aini mengatakan ada 4 isu strategis yang masuk ke dalam revisi UU PNBP. Pertama, penetapan tarif PNBP akan dibuat melalui Peraturan Menteri, sehingga prosesnya bisa lebih singkat dibandingkan sebelumnya yang harus melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Kedua, memperkuat fungsi verifikasi dan pemeriksaan, khususnya di sektor sumber daya alam (SDA) non-migas. Ketiga, aturan pemberian insentif kepada instansi pengelola PNBP untuk memacu kementerian dan lembaga lebih giat dalam memungut PNBP.

Keempat, pemberian sanksi tegas kepada kementerian dan lembaga yang tidak melakukan pengelolaan dengan baik. Selain itu pengertian PNBP juga akan diubah dari penerimaan di luar perpajakan menjadi penerimaan negara di luar perpajakan dan hibah.

Kabar lainnya, PT Sythetic Rubber Indonesia (SRI), anak usaha PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. resmi mengantongi tax holiday selama 7 tahun per September 2016. Berikut ringkasan beritanya:

  • SRI kantongi Tax Holiday

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.159/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sudah memenuhi syarat mengingat investasi yang ditanam cukup besar yaitu, US$435 juta atau setara dengan Rp4,5 triliun. Sebelumnya PT Chandra Asri Pterochemical terus mendesak pemerintah untuk memberikan tax holiday hingga 10 tahun. Pasalnya, industri petrokimia dalam 3 tahun pertama biasanya akan merugi, sehingga memerlukan keringanan pajak.

  • Ekonomi Loyo, Bunga Acuan Dipangkas

Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan BI 7 days repo rate sebesar 25 basis poin (bps) ke level 4,75%. Keputusan diambil karena BI melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal ketiga 2016 cenderung tidak sekuat perkiraan. Konsumsi membaik tapi terbatas, dan perbaikan investasi swasta belum kuat. Selain itu, BI juga melihat pertumbuhan kredit masih lemah. Di samping itu juga didorong proyeksi peningkatan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat sebanyak satu kali di akhir tahun ini. Keputusan BI ini dinilai cukup tepat oleh sejumlah ekonom.

  • Surplus Dagang Menekan Defisit Berjalan

BI merevisi proyeksi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) kuartal III/2016 dari 2,4% dari produk domestik bruto (PDB), kini turun menjadi 2% dari PDB. Revisi ini dikarenakan adanya surplus neraca dagang September 2016 sebesar US$1,22 miliar. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan perbaikan CAD terutama disebabkan perbaikan harga komoditas seperti CPO, batubara, timah, dan kopi.

  • Nawacita Masih Jauh dari Harapan

Data statistik dan kajian dari sejumlah lembaga menyebutkan peringkat capaian Nawacita di bidang ekonomi selama dua tahun terakhir ini kian menurun. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan daya saing Indonesia terhadap global masih terus menurun mulai dari peringkat 34 menjadi 37, dan kini turun ke posisi 41. Selain itu, ketergantungan Indonesia terhadap impor juga semakin tinggi. Sementara ekspor justru kian merosot. Hal ini dinilai lantaran pengamanan pasar domestik melalui hambatan nontarif turut menyebabkan arus impor barang konsumsi semakin mengalir deras.

  • JBIC Siap Borong Samurai Bond Indonesia

Japan Bank for International Cooperation (JBIC) menyatakan siap membeli surat utang samurai bond yang akan diterbitkan pemerintah Indonesia tahun depan. Jika sebelumnya JBIC hanya bertindak sebagai penjamin, mulai tahun lalu JBIC mulai jadi pembeli surat tang berdenominasi yen di Pasar Jepang tersebut. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan pemerintah akan berusha menjaga kepercayaan investor Jepang dengan menjaga keberadaan samurai bond.

  • Kredit Bank Tertekuk Kelesuan Ekonomi

Hingga Agustus 2016, kredit perbankan hanya tumbuh 6,65% menjadi Rp4.177,3 triliun. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan ada 3 faktor yang membuat penyaluram kredit tertekan, yakni pertumbuhan ekonomi yang melesu , pelunasan kredit yang lebih awal, dan besarnya pencadangan guna menjaga rasio kredit macet atau non tarif performing loan (NPL). (Amu)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.