BERITA PAJAK HARI INI

Tax Amnesty, Pintu Masuk Reformasi Perpajakan

Redaksi DDTCNews
Kamis, 20 Oktober 2016 | 09.05 WIB
 Tax Amnesty, Pintu Masuk Reformasi Perpajakan

JAKARTA, DDTCNews – Keberhasilan tax amnesty periode I telah membawa angin segar bagi pemerintah untuk menggaungkan upaya reformasi perpajakan, termasuk segera menyelesaikan pembahasan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Berita ini mewarnai halaman beberapa media nasional pagi ini, Kamis (20/10).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan revisi UU KUP mengandung satu poin penting berkaitan dengan reformasi struktural perpajakan yakni, pembentukan Badan Penerimaan Pajak (BPP) yang lebih otonom. Revisi UU KUP juga akan memberikan perubahan terhadap administrasi pajak.

Sementara rencana revisi UU Pajak Penghasilan (PPh) dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sata ini masih dalam tahap persiapan dan diskusi internal.

Tidak hanya perubahan struktural lembaga perpajakan, kenaikan basis pajak dan masuknya dana repatriasi hasil tax amnesty juga menjadi momentum reformasi perpajakan.

Sementara itu, pemerintah saat ini tengah gencar membidik wajib pajak non karyawan dalam program tax amnesty. Berikut ringkasan beritanya:

  • Menjaring Pajak Nonkaryawan

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan partisipasi wajib pajak orang pribadi yang memiliki pekerjaan bebas memang belum signifikan. Ditjen Pajak (DJP) akan mengintensifkan sosialisasi kepada organisasi-organisasi profesi. Di samping itu DJP juga akan melakukan analisa data aset dari masing-masing wajib pajak profesi tersebut, sehingga mereka terdorong mengikuti tax amnesty.

  • Perda Bermasalah Masih Jadi Pekerjaan Rumah yang Menumpuk

Meski Kemendagri sudah membatalkan 3.113 peraturan daerah (Perda) yang dinilai menghambat iklim usaha, namun Komite Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai masih banyak aturan di daerah yang membatasi dunia usaha untuk berekspansi. KPPOD mendesak Kemendagri untuk segera menghapuskan perda-perda yang memberatkan aktivitas ekonomi masyarakat di antaranya pungutan daerah baik pungutan resmi dan pungutan liar seperti untuk listrik dan izin pendirian usaha yang bertentangan dengan aturan di atasnya.

  • Ada Ruang Turun, BI Diproyeksi Tahan Bunga Acuan

Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan seven days reverse repo rate (BI 7-Day) di level 5%. Ada 3 faktor yang menjadi alasan. Pertama, kepastian pencabutan subsidi listrik untuk pelanggan 450 volt ampere (VA) dan 900 VA. Kedua, otoritas moneter masih akan mencermati data ekonomi dalam negeri yaitu pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2016. Ketiga, BI masih akan menanti arah kebijakan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.

  • Kemhan Dapat Anggaran Terbanyak

Kementerian Pertahanan dan Keamanan (Kemhan) akan menjadi instansi dengan anggaran terbesar pada tahun depan. Kementerian ini dalam RAPBN 2017 mendapatkan alokasi belanja sebesar Rp108,01 triliun. Kenaikan anggaran Kemhan terjadi karena adanya kenaikan Rp5,24 triliun untuk belanja prioritas setelah dikurangi realokasi pengurangan pagu belanja Rp2,5 triliun. Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan sebagian besar anggaran Kemhan digunakan untuk kebutuhan pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista).

  • Barang Milik Negara Rp33 Triliun Jadi Aset Dasar Sukuk

Kemenkeu akan menggunakan kembali barang milik negara (BMN) senilai Rp33,5 triliun sebagai underlying penerbitan sukuk yang akan dilakukan pemerintah. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Robert Pakpahan mengatakan nilai tersebut diperoleh dari 5.405 barang dan bangunan yang tersebar di beberapa kemneterian dan lembaga dan digunakan untuk sekitar 8 seri sukuk.

  • Dua Tahun Jokowi-JK, Menanti Paket Terobosan

Pemerintah menyatakan selama dua tahun ini memang berfokus pada pembenahan ekonomi terutama dengan realokasi subsidi BBM Rp211,3 triliun untuk anggaran yang lebih produktif. Kemudian, pemerintah mengeluarkan 13 paket kebijakan ekonomi yang menghasilkan 204 regulasi pokok  dan 26 regulasi teknis. Namun, hingga saat ini masih banyak persoalan yang menahan laju ekonomi di antaranya kredit yang seret, harmonisasi kebijakan yang belum optimal hingga konsistensi kebijakan pemerintah. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.