Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mencatat kegiatan kolaborasi penegakan hukum pada tahun lalu telah menghasilkan tambahan penerimaan senilai Rp3,33 triliun.
Dijelaskan dalam Laporan Kinerja DJP 2022, kolaborasi penegakan hukum adalah kegiatan sinergi yang melibatkan pemeriksa bukti permulaan (bukper) dan account representative (AR) guna mengoptimalkan penerimaan pajak.
"Nominal [Rp3,3 triliun] itu merupakan akumulasi dari capaian setiap Kanwil DJP dan Direktorat Penegakan Hukum DJP yang disampaikan melalui laporan bulanan," tulis DJP dalam laporan kinerja, dikutip pada Selasa (7/3/2023).
Kolaborasi penegakan hukum dilakukan berdasarkan data potensi yang berasal dari pemeriksaan bukper dan penyidikan ataupun data potensi selain dari pemeriksaan bukper dan penyidikan.
Terdapat 2 bentuk kegiatan kolaborasi penegakan hukum. Pertama, kolaborasi dapat berupa kegiatan permintaan keterangan dalam pemeriksaan bukper atau penyidikan bersama AR. Lewat kegiatan ini, wajib pajak didorong untuk melakukan pembetulan SPT dan/atau pembayaran.
Kedua, kolaborasi penegakan hukum dalam menindaklanjuti data potensi. Penyidik mendampingi AR melakukan pengawasan berdasarkan data potensi. Harapannya, wajib pajak melakukan pembetulan SPT dan/atau pembayaran.
Kriteria pembetulan SPT dan/atau pembayaran ialah pembetulan SPT yang disertai atau tidak disertai pembayaran, penyampaian SPT pertama kali baik disertai maupun tidak disertai pembayaran, dan pembayaran yang dilakukan wajib pajak sebagai akibat dari pelaksanaan kolaborasi.
Sumbangan penerimaan Rp3,33 triliun tersebut dilaksanakan berdasarkan data kolaborasi penegakan hukum yang diturunkan kepada setiap kantor pelayanan pajak (KPP). Berdasarkan data itu, penyidik memberikan pendampingan kepada AR.
Ke depan, DJP akan memperbaiki Indikator Kinerja Utama (IKU) kolaborasi penegakan hukum. Rencananya, IKU akan disusun dengan mempertimbangkan nominal pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak. (rig)