KEBIJAKAN PAJAK

Wamendag Sebut Pengenaan Pajak Jadi Bukti Negara Legitimasi Kripto

Dian Kurniati
Minggu, 13 November 2022 | 06.00 WIB
Wamendag Sebut Pengenaan Pajak Jadi Bukti Negara Legitimasi Kripto

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memandang transaksi aset kripto akan terus berkembang setiap tahun. Terlebih, aset kripto juga makin diakui karena sudah diatur dalam peraturan perpajakan.

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan ketentuan aset kripto di Indonesia sudah relatif lengkap. Menurutnya, pengenaan pajak atas kripto justru membuktikan negara memberikan legitimasi terhadap aset tersebut.

"Ini tidak hanya soal pendapatan buat negara, tetapi ada legitimasi di sini, untuk memastikan bahwa yang namanya kripto aset diakui, diberlakukan, dan diperdagangkan," katanya, dikutip pada Minggu (13/11/2022).

Jerry menuturkan pemerintah telah memberlakukan PPN dan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto mulai 1 Mei 2022. Atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 1% dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11%.

Sementara itu, penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang PPh. Penjual dikenai PPh Pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1%.

Jerry menilai tarif pajak yang dikenakan pemerintah atas perdagangan kripto tergolong kecil. Di Korea Selatan dan India, pemerintah bahkan telah menerapkan pajak atas keuntungan tahunan dari perdagangan kripto masing-masing sebesar 20% dan 30%.

Dia kemudian memaparkan realisasi pajak yang dikumpulkan dari perdagangan aset kripto hingga September 2022 sudah mencapai Rp159,1 miliar.

"Ini bukan angka yang sedikit. Ini angka yang besar. Dengan rate pajak yang sedikit, tetapi kita bisa menyumbang sesuatu yang konkret," ujarnya.

Jerry menambahkan kontribusi kripto terhadap pajak menandakan aset tersebut memberikan dampak positif kepada negara. Pada 2020, angka transaksi kripto tercatat baru Rp64,9 triliun.

Angka itu kemudian melonjak hingga Rp859,4 triliun pada 2021. Hingga September 2022, transaksi kripto mengalami perlambatan dengan hanya tercatat senilai Rp266,9 triliun.

Pelanggan terdaftar aset kripto pun hingga September 2022 pun sudah mencapai 16,3 juta. Mayoritas pelanggan terdaftar tersebut adalah generasi muda berusia 17-35 tahun.

"Melihat angka yang sedemikian besar, saya pastikan ke depannya ini akan tidak turun. Apalagi nanti dengan regulasi komprehensif yang akan didesain di RUU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan)," ujar Jerry. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.