Foto udara lahan perkebunan kelapa sawit skala besar dan tanaman mangrove di kawasan penyangga Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Sumatera, Mendahara, Tanjungjabung Timur, Jambi, Rabu (10/8/2022). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Perpanjangan kebijakan pembebasan pungutan ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan turunannya diharapkan dapat menjaga momentum ekspor dan meningkatkan harga tandan buah segar (TBS).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan pengenaan pungutan US$0 yang berlaku sejak 15 Juli 2022 tersebut telah meringankan beban ekspor yang ditanggung pengusaha dan meningkat ekspor sesuai ekspektasi pemerintah.
"Momentum ini perlu kita jaga sehingga mampu mengurangi stok dalam negeri dan mengoptimalkan harga TBS," ujar Febrio, Kamis (1/9/2022).
Pada Juli 2022, volume ekspor tercatat mencapai 3,32 juta ton atau bertumbuh 14% bila dibandingkan dengan volume ekspor pada Juni 2022. Peningkatan ekspor diikuti oleh kenaikan harga TBS pada level petani.
Pada 3 pekan terakhir, harga TBS tercatat masih terus meningkat akibat tingginya permintaan dari pabrikan. Pasalnya, pabrik juga mulai meningkatkan kegiatan ekspornya.
Meski demikian, pemerintah memandang kenaikan harga TBS pada level petani masih belum optimal karena persediaannya di dalam negeri masih berlebih. Oleh karena itu, pembebasan pungutan ekspor CPO diperpanjang hingga 31 Oktober 2022.
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 130/2022, ekspor CPO akan mulai dikenakan pungutan ekspor sejak 1 November 2022. Hanya TBS yang tetap dibebaskan dari pungutan ekspor.
Pada lampiran PMK 130/2022, ekspor CPO akan dikenai pungutan ekspor senilai US$55 hingga maksimal US$240 per ton sesuai dengan harga CPO. (sap)