Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mencatat tren penurunan rasio pajak (tax ratio) Indonesia sudah terjadi sejak 2011.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan secara teoretis terdapat policy gap dan compliance gap yang membuat rasio pajak Indonesia cenderung rendah dan menurun dari waktu ke waktu.
Menurutnya, policy gap timbul akibat pilihan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, sedangkan compliance gap dikarenakan terbatasnya kemampuan dalam mengumpulkan pajak.
"Dari 2 sisi ini (policy gap dan compliance gap), tax ratio kita memang challenging. Meski naik pada 2021 dan 2022, tentu ada pilihan kebijakan yang kami ambil untuk memacu ekonomi dengan tetap memperhatikan penerimaan yang sustainable," katanya, dikutip pada Selasa (26/7/2022).
Untuk meningkatkan rasio pajak, lanjut Yon, pemerintah telah melakukan reformasi perpajakan sejak 2018 melalui perbaikan sistem melalui pengembangan coretax administration system, organisasi, SDM, hingga proses bisnis.
Kebijakan juga senantiasa diubah sejalan dengan perkembangan perekonomian, salah satunya dengan diundangkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada tahun lalu.
Yon berharap UU HPP dapat menurunkan biaya kepatuhan pajak yang ditanggung wajib pajak dan menekan biaya pemungutan pajak menjadi seminimal mungkin.
"[Sistem pajak] juga harus sustainable, artinya menjadi sumber penerimaan yang dapat diandalkan dalam jangka waktu yang panjang," tuturnya.
Sebagai catatan, tren penurunan rasio pajak Indonesia juga tertuang dalam laporan Revenue Statistics in Asia and the Pacific 2022 yang baru saja dirilis oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Rasio pajak Indonesia cenderung mengalami dibandingkan dengan rasio pajak pada 2007. Pada 2020, rasio pajak Indonesia hanya 10,1%, menurun 2,1 poin persentase dibandingkan dengan rasio pajak pada 2007 yang mencapai 12,2%.
Dibandingkan dengan negara-negara Asia dan Pasifik, rasio pajak Indonesia pada 2020 hanya unggul dari Bhutan dan Laos. Adapun rata-rata rasio pajak 28 negara kawasan Asia dan Pasifik yang disurvei oleh OECD mencapai 19,1%. (rig)